“Ciyeeee…. happy anniversary ya Ren, sudah tahun ke-enam nih sama si Iqbal?”
“Iya nih alhamdulillah, makasih ya.”
“Tapi kok kayanya nggak seneng gitu? Kenapa?”
“Nggak tau sih gue juga, banyak pikiran, tentang hubungan ini.”
“Widih…bukannya semua orang pengen ya punya hubungan lama dan awet kaya kalian?”
(((senyum kecut dan lantas ngeloyor pergi)))
Siapa sih yang nggak mau hubungannya bersama pasangan bertahan hingga tahunan? Mulai dari jaman SMP atau SMA yang masih sama-sama alay, hingga ke jenjang kuliah yang sudah mulai mandiri, dan kini sudah sama-sama punya penghasilan dan bisa dibilang dewasa. Tapiiii, bener juga sih kalau sebagian orang bilang, kadang yang dirasakan seseorang itu justru nggak seperti kelihatannya.
Ya, begitulah. Banyak yang pacaran menahun atau udah (kelewat) lama kayak cicilan mobil atau KPR. Suka iri lihatnya. Namun yang kita pandang begitu beruntung dan bahagia, ternyata mereka justru sebaliknya. Dari sudut pandang perempuan tepatnya, kami yang sudah berjalan bersamamu selama sekian lama ternyata menyimpan ketakutan sendiri.
Ketakutan yang takut kami bagi padamu, mengenai hubungan ini. Di balik kedok bahagianya kami dapat mendampingimu sekian lama, ada resah yang tak kunjung bersudahan.
ADVERTISEMENTS
Hal paling menakutkan bagi kami, ialah ketika nanti mendapati ternyata kamu bukanlah jodoh yang di pelaminan saling menemani
Hidup ini perihal misteri. Mati, rezeki, jodoh, semua di tangan Tuhan. Sama sekali nggak ada jaminan, dia yang bapaknya kaya bakal ikut kaya juga. Sama halnya dengan dia yang pacaran sepuluh tahun pasti bakalan jadi juga. Tahukah kalian, inilah ketakutan terbesar kami yang telah bersamamu sekian lama menjalin hubungan. Jangankan pacaran, yang udah lamaran aja nikahnya bisa batal, gara-gara ternyata dia bukan jodoh yang dipilih Tuhan.
Kalau Tuhan maunya aku nikah sama kamu, pacarmu bisa apa???
Soalnya hal kaya gini juga sudah cukup sering terjadi di sekitar kami. Seakan adaaaaaaaaa saja sebab yang nantinya menjadikan hubungan tak lagi sejalan, terkadang memang tak bisa masuk di nalar. Berpacaran selama bertahun tahun, kemudian putus – belum sempat patah hati, akhirnya kamu malah menikah dengan orang lain. Apa rasanya?
Dalam diam, kami sesekali mengkhayalkan sakit hati seperti ini. Mengetahui cerita-cerita sejenis, maafkan kami kalau malah mendapat energi negatif dan menyimpan ketakutan dalam diri.
ADVERTISEMENTS
Sudah pacaran lama, tapi belum mengenal orang tua. Sesekali kami membayangkan, bagaimana kalau orang tuamu malah sudah menjodohkanmu dengan yang lainnya?
Masih senada dengan yang pertama, entah kenapa begitu takutnya kami akan kenyataan yang terjadi nantinya. Maafkan khayalan kami yang terbang (terlalu) tinggi dan berakhir dengan menerka-nerka. Memang, sekarang bukan lagi jaman Siti Nurbaya, tapi bukan tak mungkin kan kalau kejadian serupa akan terjadi lagi pada era kita. Ya, semoga bukan denganku atau denganmu pada akhirnya.
Memikirkan selama ini hubungan yang dijalani hanya melibatkan kita berdua, sedikit banyak kami mulai khawatir. Orang tuamu belum mengenal kami, bukan tak mungkin kan kalau mereka tak menyukai kami nantinya? Atau bahkan tanpa sepengetahuanmu sendiri, ternyata mereka sudah menyiapkan perempuan lain-anak-kawan-atau-kerabatnya untuk menemani hari tua anak lelakinya?
Ah, sekali lagi maafkan khayalan buruk kami. Tapi, bukankah yang terjadi di dunia ini bukan saja hal baik?
ADVERTISEMENTS
Orang ketiga bisa hadir pada hubungan siapa saja, tak terkecuali kita kan? Bukan, bukan bermaksud ragu padamu. Ah entah~
Siapa yang mau hubungannya diganggu oleh pihak ketiga? Berakhir dengan perselingkuhan memang sama sekali bukan pilihan. Tak akan menjadi pilihan semua pasangan, bukan begitu? Sama halnya dengan kami. Menikmati hubungan kita sekian tahun lamanya, dengan adem ayem saja, seakan sudah punya ritme dan nada, dengan keadaan yang selalu baik-baik saja. Ketika banyak orang memandang hubungan ini sempurna, kami justru ketakutan.
Tahukah kalian, melihat dan mendengarkan kawan kami disakiti dan lantas hubungannya terhenti, membuat pikiran kami terus berlari-lari. Apa iya ada hubungan yang terus bertahan lama tanpa ada badai yang menyapa? Bagaimana kalau beberapa saat lagi ternyata justru giliran kita? Entah siapa yang tergoda duluan pada orang ketiga, kami atau kamu.
Tidak, bukan kami ragu pada komitmen dan kesetiaanmu, sama sekali bukan. Tapi, ah kami sendiri bahkan tak mampu menjelaskan darimana sumber segala ketakutan. Sekian lama beriringan denganmu, kami sudah lupa bagaimana rasanya sakit hati.
Kamu tahu apa sejatinya yang kami takutkan dari hal ini? Kala kami sakit hati, dan ternyata malah tak mampu menghadapi, tak sanggup lagi tegar berdiri.
ADVERTISEMENTS
Kami juga takut, kalau kamu sejatinya sudah merasa hambar, tapi malah takut mengatakan karena alasan “kebiasaan”
Bertahan lama pada sebuah hubungan, hanya ada dua alasan dan kemungkinan. Yang pertama memang karena adanya cinta, setia pada pribadinya. Atau yang kedua karena adanya rasa ketergantungan, sudah-terlanjur-ada-dia-dihidupku-misalnya.
Setianya bukan pada pribadi melainkan pada adanya ikatan. Rasa hambar, bosan, dan jenuh pada sebuah hubungan setelah berjalan (kelewat) lama memang hal yang wajar. Pacaran seolah menjadi rutinitas belaka, dan kita pun abai akan sudah memudarnya rasa.
Kami takut, siapa tahu kamu juga merasakan hal ini, tapi justru kamu menyimpannya dari kami. Ujung-ujungnya, kembali ke poin sebelumnya, kamu mencari kesenangan dan petualangan melalui “rumah” baru. Memilih bertahan pada rasa nyaman atau pergi mencari petualangan selalu hadir sebagai pilihan yang tak gampang.
Kami ingin, hubungan ini terus berjalan karena kita merasa jatuh cinta setiap harinya. Karena kami percaya, cinta bukan hilang, ia hanya berubah bentuk. Dari romantisme awalnya, ia kini menjelma komitmen dan kasih sayang lewat hal-hal sepele di kehidupan kita.
ADVERTISEMENTS
Walau remeh, kami pun sering resah soal keakraban kami dengan kawan-kawanmu. Takutnya, mereka memandang kami bukan utuh secara pribadi, tapi karena kami ini pacarmu
Bertahun-tahun bersama membuat identitas kita seakan melebur jadi satu. “Pacarnya si X (nama pacar)” adalah identitas terkuat kami yang diketahui orang-orang, khususnya kawan-kawanmu. Kami takut, mereka mengingat kami bukan sebagai pribadi, tapi sebagai kepanjangan dari orang yang mendampingi selama ini. Padahal, seperti normalnya manusia, kami ingin berteman tulus dengan seseorang lainnya. Bukan sekadar jadi bayang-bayang belaka.
Tidak hanya orang lain, kadang kami sendiri juga merasa bahwa seluruh sisi hidup yang kami jalani seakan “terpayungi” oleh kamu. Ini memang wajar, sering dirasakan saat dalam sebuah hubungan ada yang pribadinya lebih dominan dibanding yang lain. Secara tidak sadar, pribadi yang lebih kuat akan mendominasi. Ahhh, entah apa dengan ini kami seolah berkata bahwa kamu telah sukses mendominasi, kami pun tak paham.
Ketakutan-ketakutan itu seringkali melintas di pikiran, diam-diam kami rasakan pada hubungan kita yang sudah lama ini. Kalau boleh jujur, ini hanya pikiran-pikiran acak tak beralasan saja, tak ada dasarnya. Toh urusan jodoh memang jadi urusan Tuhan. Yang jelas, melalui pikiran-pikiran ini kami bisa dibilang juga tengah mempersiapkan hati jika endingnya tak bahagia bersamamu lagi. Maaf, maafkan khayalan-khayalan buruk ini.
Kami harap ini hanya ketakutan yang tidak akan pernah jadi kenyataan. Semoga jalan kita segera semakin dikuatkan, begitu juga hati kita.
Dari kami, yang mencintaimu sejak lama.