Terjadi lagi, begitu pikir saya ketika membaca sebuah utas di Twitter. Seorang warganet menceritakan tentang mantan pacarnya yang meminta semua barang yang sudah diberikan dikembalikan. Semuanya, sampai nggak tersisa. Apakah yang harus dikembalikan termasuk hati dan perasaan yang dulu pernah diberikan dengan cuma-cuma? *eh
Sebenarnya ini bukan cerita baru. Sudah beberapa kali viral cerita tentang mantan yang minta semua barang dikembalikan setelah putus. Lantas, warganet beramai-ramai menghujat serta menertawakan betapa lucunya sikap si mantan. Padahal, hal ini juga menyimpan pelajaran penting yang mungkin berguna untuk kita semua. Jadi, jangan hanya ditertawakan saja ya, beberapa hal ini mungkin berguna untuk dipahami sebelum menjalin hubungan.
ADVERTISEMENTS
1. Barang yang sudah diberikan, sebaiknya diikhlaskan. Kecuali kalau label awalnya hanya “meminjamkan”
“Sayang, aku beliin kamu sweter, biar nggak kedinginan lagi kalau kena AC di kantor.”
“Happy birthday, sayang! Kado aku sederhana, cuma seperangkat skincare andalan kamu supaya bulan depan kamu bisa nabung. Hehe”
Mungkin kita semua pernah mengalami hal-hal di atas. Ketika kita begitu mencintai seseorang, rasanya membelikan ini dan itu bukanlah hal yang memberatkan. Meskipun harus menabung berbulan-bulan. Yah, namanya juga sayang. Ibarat bulan kalau bisa dibeli di toko-toko online pun akan dibelikan supaya sang pacar senang.
Tapi barang-barang yang sudah diberikan dengan penuh kesadaran ini bukankah sebaiknya diikhlaskan meski hubungan harus bubar? Karena memberi dan meminjamkan itu punya makna yang berbeda. Lagipula, meminta semua barang dikembalikan apakah otomatis membatalkan segala rasa sayang dan waktu kebersamaan yang pernah dinikmati berdua? Kan nggak juga.
ADVERTISEMENTS
2. Saling meminta barang yang sudah diberikan menunjukkan sikap yang kurang dewasa. Karena sebaik-baiknya putus, adalah putus yang baik-baik
Sangat dimaklumi bahwa setelah putus, emosi masih membara. Mungkin persoalan yang dihadapi sangatlah pelik dan menyakitkan, sehingga meninggalkan kemarahan dan kekecewaan yang besar. Barangkali, itu yang mendasari “transaksi” barang-barang ini. Hasrat meluapkan kemarahan yang nggak disertai dengan pertimbangan yang matang.
Padahal, mungkin nanti kalau emosi sudah cukup mereda, kamu akan menyadari bahwa permintaan itu mungkin konyol sekali dan menandakan bahwa kamu masih kurang dewasa. Nggak ada yang salah dengan putus cinta. Tapi bukankah sebaik-baiknya putus adalah putus yang baik-baik? Tanpa perlu ditambahi drama yang semakin melukai hati sehingga patah hati semakin sulit diatasi?
ADVERTISEMENTS
3. Hubungan harus berjalan dua arah, termasuk perjuangannya. Supaya nggak ada yang merasa lebih dirugikan saat hubungan itu berantakan
Tak adil memang jika kita langsung menghujat tanpa tahu duduk persoalannya. Barangkali saja memang ada alasan yang melatarbelakangi kemarahan yang sebegitunya. Mencoba untuk berpikir dua sisi, bisa saja dia yang meminta seluruh barang dikembalikan mengalami sakit hati yang lebih dalam. Sebab, selama berjalannya hubungan, ia memberikan perjuangan yang lebih besar. Sehingga ketika kecewa datang, ia merasa dicurangi.
Karenanya, ini bisa jadi pelajaran bagi kita semua. Alangkah baiknya bila hubungan berjalan dua arah dan seimbang. Sehingga nggak ada satu orang yang selalu berjuang dan satu orang yang selalu menuntut diperjuangkan. Satu orang selalu meluangkan waktu untuk bertemu di tengah kesibukan, sedang yang lain cuma B saja. Sehingga perjuangan mempertahankan hubungan itu dua arah, supaya rasa kepemilikan atas hubungan juga semakin lekat.
ADVERTISEMENTS
4. Uang pacarmu bukanlah uangmu. Sebisa mungkin, hindari minta ini dan itu pada pacarmu
Bagaimanapun, pacaran bukanlah pernikahan yang mewajibkan membiayai ini dan itu. Uang pacarmu bukanlah uangmu juga. Tanggung jawab pacarmu bukan untuk menjamin kebutuhanmu, dan kamulah yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhanmu sendiri. Jadi, hindari kebiasaan minta ini dan itu dari pacar dengan alasan “kalau sayang harusnya nggak apa-apa dong…”
Lagipula, terbiasa minta ini dan itu atau menerima ini dan itu, bukankah akan menjadi ganjalan di hatimu? Kamu jadi nggak enak menolak sesuatu karena merasa dia sudah begitu “memanjakanmu”? Karenanya, akan lebih menyenangkan bila masing-masing mandiri secara finansial, agar bisa berdiri sama tinggi dalam sebuah hubungan. Gantian membayari saat kencan boleh juga, supaya nanti perjuangan “penjajakan” itu lebih bisa dikenang.
ADVERTISEMENTS
5. Apa yang terjadi dalam hubungan mungkin lebih baik disimpan dan tak perlu diumbar. Siapa yang tahu nanti bakal balikan?
Lalu apakah tepat keputusan untuk mengunggah hal-hal seperti ini di media sosial? Menurut saya, sih, kurang tepat. Karena, bukankah apa yang terjadi dalam hubungan kalian sebaiknya disimpan untuk sendiri saja? Bagaimanapun dulu kalian pernah saling menyayangi meskipun kini berakhir menyakiti. Lagipula, siapa yang akan menjamin bagaimana masa depan membawa kita? Sekarang bisa saja kita marah, benci, dan berhasrat menjatuhkan. Siapa tahu di masa depan ternyata balikan? 😀
Drama sebuah hubungan memang berwarna dan seru diikuti. Namun, ada banyak pelajaran yang bisa diambil, kalau saja kita nggak terlalu sibuk menertawai. Jadi, setuju nggak dengan pendapat di atas? Kalau nggak setuju, yuk tulis pendapatmu di kolom komentar yaa~