Ah, coba kamu hitung, sudah berapa lama kita duduk berdua dengan punggung saling beradu seperti ini? Lagi dan lagi kita berdebat tentang masalah yang sama. Dengan alasan yang serupa, kamu meragukan hubungan kita. Kamu bilang aku masih terkenang pada dia yang ada di masa lalu, sedang kamu hanyalah pelampiasanku.
ADVERTISEMENTS
Kalau kau merasa aku hanya mencari pelarian saja, mengertilah itu bukan kenyataannya
Terkadang aku bertanya-tanya apa yang membuatmu merasa demikian. Apakah ada sikapku yang salah dan tak seharusnya? Ataukah kamu hanya merasa karena aku terlalu cepat memutuskan untuk bersamamu setelah apa yang terjadi di masa lalu hidupku? Jika alasanmu yang kedua, aku bisa mengerti. Barangkali wajar bila kamu merasa hanya sebagai pelampiasan. Meskipun begitu, mengertilah bukan itu yang terjadi sebenarnya.
ADVERTISEMENTS
Aku berpisah dengannya memang belum lama. Tapi aku sudah merelakannya.
Soal masa laluku, kamu boleh meragukannya. Aku dan dia berpisah belum lama. Ibaratnya pemakaman, tanahnya masih merah dan basah. Tapi yang barangkali belum kamu mengerti, aku sudah merelakannya. Aku dan dia sudah tidak bisa bersama. Meski kenangan itu masih sesekali melintas di kepala, tapi sungguh tak sekalipun aku berencana untuk kembali kepadanya.
ADVERTISEMENTS
Aku memang pernah terluka, hingga saat ini mungkin aku masih merasakan sakitnya. Tapi bukan berarti aku tak bisa mencintai orang selain dia
Masih soal masa laluku, aku memang seseorang yang sedang dan masih terluka. Masih terbayang sakitnya saat aku dan dia akhirnya harus menyerahkan semua. Rasa sakit ini, kamu tahu sendiri, tak mudah menghapusnya. Bukankah apa yang berjalan tak sesuai rencana selalu meninggalkan bekas yang masih sering terasa walau sudah sekian lama? Tapi meskipun begitu, Sayang, bukan berarti aku tak bisa mencintai orang lain. Bukan berarti mustahil bagiku untuk benar-benar mencintaimu.
ADVERTISEMENTS
Jika kamu mempertanyakan kesungguhan perasaanku, aku tak akan ragu. Meski belum sepenuhnya, aku sedang berusaha
Baiklah, baiklah. Aku mengaku. Barangkali perasaanku padamu belum sepenuhnya. Barangkali, masih ada bagian dari hati ini yang tertinggal atau bahkan ikut dengan dirinya. Tapi bukan berarti aku tak sungguh-sungguh denganmu. Soal kesungguhanku, jika kamu bertanya, aku tak pernah ragu-ragu menjawabnya. Dengarlah baik-baik, Sayang… Meski belum sepenuhnya, bukan berarti denganmu aku hanya bercanda.
ADVERTISEMENTS
Rasanya tak adil jika kamu menyebutku mencari pelampiasan saja. Aku hanya sedang mencoba membuka lembaran baru untuk membantuku menyembuhkan luka
Meski aku mengerti sepenuhnya kekhawatiranmu, rasanya sungguh tak adil jika kamu menyebutku mencari pelampiasan. Apakah yang kamu maksud pelampiasan atas hubunganku yang gagal di masa lalu? Atau kamu merasa kamu hanya pelarian, agar aku tak terlalu kesepian setelah kepergiannya? Sekali lagi, Sayang, aku sudah merelakannya. Lukaku mungkin masih ada. Tapi aku ingin mencoba membuka lembaran baru untuk benar-benar melupakannya. Bukankah bersama orang yang baru adalah salah satu cara untuk melupakan masa lalu?
ADVERTISEMENTS
Meski sekarang kita sedang mencoba, bukan berarti apa yang kita jalani ini bukan hubungan yang sebenarnya bukan?
Aku juga tak mengerti di bagian mana kamu menyebutku tak bersungguh-sungguh dengan hubungan kita. Apakah menurutmu aku masih berharap untuk kembali padanya yang jelas-jelas membawa banyak luka? Ah, ya, kamu pasti berpikir seperti itu. Bahwa barangkali aku hanya ingin membuatnya cemburu dengan bersamamu. Berhentilah berpikir seperti itu. Kita memang masih mencoba. Masih berusaha untuk menyatukan perasaan kita yang masih baru.
Tepis segala ragumu. Mari kita coba bersama, dan menebak-nebak takdir apa yang Tuhan siapkan untuk kita
Sayang, sudahlah. Hentikan semua kecemasanmu. Lupakan semua kekhawatiran itu. Daripada hanya berpikir tentang masa lalu, apa tidak sebaiknya kita menyiapkan diri untuk masa depan? Mari kita coba jalani dulu. Aku yakinkan kamu tentang kesungguhanku. Meski belum sepenuhnya, tapi rasaku padamu adalah rasa yang sesungguhnya.
Mari, mari gandeng tanganku. Kita melangkah bersama, menuju suratan takdir Tuhan, yang kita tak pernah tahu ada apa di sana. Tapi bukankah justru itu yang membuatnya begitu mengasyikan dan mendebarkan? Tak perlu menoleh ke belakang. Karena apa yang terjadi di sana tak bisa kita ubah, hanya bisa kita tinggalkan.
Dari Aku,
yang tulus ingin bersamamu.