Cinta adalah rasa paling kuat yang bisa dialami manusia. Energi dari perasaan ini bisa membuat seseorang melakukan apa saja, mulai dari hal manis sampai perbuatan-perbuatan konyol dan bodoh. Terlebih saat kamu merasakan trance dari energi cinta pada lawan jenis — kuatnya perasaan yang kamu alami bisa mengubah dan mempengaruhi hidupmu lewat berbagai cara.
Pernahkah kamu bertanya, apakah selama ini kamu sudah jadi pecinta yang baik? Atau justru kamu masih memperlakukan cinta sebagai kata benda yang hanya membuatmu jadi seorang peminta yang handal?
ADVERTISEMENTS
1. Selama Ini, Kita Sering Memandang Cinta “Hanya” Sebagai Kata Benda
“Cintaku sama dia udah hilang gak tau kemana.”
Pernyataan macam ini kerap kita dengar, dan bahkan tak jarang kita ungkapkan sendiri — saat dihadapkan pada berbagai problem yang berkaitan dengan perasaan. Seakan cinta adalah kapur barus yang bisa hilang setelah diletakkan di bawah tumpukan baju dalam jangka waktu lama.
Jika menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamu akan menemukan “nomina” tercetak di samping kata “cinta”. Dalam aturan bahasa, cinta memang ditempatkan sebagai kata benda. Dari sudut pandang ini cinta adalah sesuatu yang “dibendakan”. Ia bisa dengan enteng dipindahtangankan ataupun dihilangkan.
Pemikiran ini membuat kita memperlakukan cinta seperti barang, bisa diberikan pun dienyahkan dari pandangan sesuka hati. Cinta seolah setara dengan jam tangan, ponsel, dan kursi yang punya masa kadaluarsa. Pemahaman bahwa cinta adalah kata benda juga bisa membuat kita merasa harus selalu diuntungkan atas kehadirannya.
ADVERTISEMENTS
2. Ketahuilah, Cinta Bukan Badut yang Selalu Bisa Membuatmu Tertawa
Saat jatuh hati pada seseorang, kita memang akan merasakan kupu-kupu di dalam perut. Ada remang di tengkuk ketika tanpa sengaja bersentuhan fisik dengan dia. Sensasi menyenangkan yang muncul ketika jatuh cinta memang tak bisa tertandingi. Tubuh kita pun akhirnya mengidentikkan cinta dengan perasaan menyenangkan ini.
Padahal, cinta bukan badut yang selalu bisa membuatmu tertawa. Cinta akan datang sepaket dengan perasaan-perasaan yang tak kalah kuat lainnya. Ia akan membuatmu bahagia, sedih, khawatir, ragu-ragu, bahkan sedih. Tak jarang perasaan itu akan memberondongmu di saat bersamaan. Saat cinta datang padamu, kamu tak bisa berharap ia akan terus bisa menyuplai perasaan yang 100% sama dari waktu ke waktu.
ADVERTISEMENTS
3. Cinta Juga Bukan Garam Penyedap Rasa yang Bisa Melengkapi Sensasi yang Kurang di Lidah
Saat bertemu seseorang yang mencintaimu, terkadang kamu berharap dia bisa jadi solusi bagi segala permasalahan hidup yang kamu alami. Dia bisa membuatmu bahagia, tak lagi merasa sepi. Dia bisa jadi penawar bagi seluruh kepahitan hidupmu. Kalau selama ini hidupmu adalah sayur yang kurang enak, kehadirannya ibarat garam penyedap rasa yang bisa memberi sensasi pas di lidah.
Memandang pasangan sebagai orang yang bisa menggenapkan memang sah-sah saja, yang salah adalah ketika kamu menggantungkan harapan akan hidup yang lebih baik sepenuhnya padanya. Satu yang perlu kamu ingat, dia adalah manusia biasa yang hadir dengan segala kelebihan dan kekurangan. Sebaik apapun dia, akan selalu ada celah yang bisa membuatnya melakukan sesuatu yang menyakitimu.
ADVERTISEMENTS
4. Selama Ini, Dicintai Sepenuh Hati Kerap Membuat Kita Berpuas Diri
Bagaimana tidak tersanjung saat ada orang yang dengan intens memberikan perhatiannya sepanjang hari? Rasanya seperti terbang ke langit ketujuh ‘kan waktu dia memandangimu seakan kamu adalah satu-satunya orang yang berharga baginya? Kata-kata manis dan kasih sayang yang ia berikan membuatmu merasa layak dicintai, hingga terkadang merasa tak penting untuk meningkatkan kualitas diri.
“Toh apapun yang dilakukan, akan selalu ada orang yang mencintaiku dalam-dalam,” pikirmu.
Memandang cinta sebagai kata benda akan membuatmu terpaku pada apa yang pasanganmu berikan. Kamu akan merasa cepat berpuas diri dengan apa yang telah kamu miliki saat ini, menganggap bahwa cinta pasanganmu tidak akan berkurang seiring hari. Terus memandang cinta sebagai kata benda akan membuatmu haus perhatian, tanpa berusaha meningkatkan kualitas kasih yang bisa kamu berikan.
Yakin selamanya kamu layak dicintai sedalam yang pasanganmu lakukan sekarang?
ADVERTISEMENTS
5. Sepatutnya, Dicintai dan Mencintai Menimbulkan Tanggung Jawab yang Sama Besarnya
Memutuskan mencintai atau menerima cinta dari seseorang sepatutnya menimbulkan tanggung jawab yang sama besarnya. Cinta bukan door prize yang bisa kamu terima dan bawa pulang hanya karena keberuntungan semata. Ada konsekuensi dari setiap keputusan yang kamu lakukan atas nama cinta.
Saat memutuskan mencintai, secara tidak langsung kamu sepakat untuk memberikan segala kemampuan terbaik yang kamu miliki demi seulas senyum pasangan. Begitu pun sebaliknya. Ketika kamu memutuskan menerima cinta dari seseorang, kamu setuju untuk menerima lebih dan kurangnya ia. Menyesuaikan nilai-nilaimu dengan kelakuan anehnya.
Menemukan orang yang mencintaimu dengan sangat bukan berarti tanggung jawabmu untuk terus belajar menerima lenyap begitu saja. Kamu tidak berhak merasa jumawa karena ada orang yang mengasihimu hingga setengah gila. Justru, semakin besar cinta yang kamu terima, makin besar pulalah balasan yang harus kamu berikan.
ADVERTISEMENTS
6. Aksi Cinta Bukan Merajuk, Namun Justru Menahan Kutuk
Pernahkah kamu bertengkar dengan pasanganmu, merajuk seperti anak kecil, menyalahkannya, kemudian beralasan:
“Aku begini ‘kan karena aku sayang kamu!”
Tidak, sayang tidak sepatutnya terejawantahkan dalam tindak seperti itu. Merajuk demi mendapatkan hal yang kita inginkan adalah aksi yang hanya layak dilakukan oleh anak kecil yang menginginkan mainan, dan bukankah kita sepakat bahwa cinta tidak lagi layak diperlakukan seperti kata benda mulai sekarang?
Aksi cinta layaknya diwujudkan dalam tindakan-tindakan yang menunjukkan aksi menahan diri yang kuat. Cinta adalah ketika kamu mati-matian menahan mulut saat kesal pada pasangan, agar tak keluar kata-kata yang bisa menyakitkan. Cinta sesungguhnya adalah ketika kamu memilih tak mengeluh ditengah beratnya ujian yang sedang kamu hadapi, agar pasanganmu tak makin merasa terbebani.
Saat kamu masih banyak menuntut dan terus mengutuk, pengakuanmu bahwa perasaan cinta kali ini amat kuat terasa perlu dipertanyakan ulang.
7. Bukti Cinta Bukan Rela Dipeluk, Tapi Mau Melebarkan Lengan Untuk Merengkuhnya Dalam Keadaan Paling “Buluk”
Terkadang kita merasa sudah membalas cinta yang diberikan pasangan dengan membiarkan dia dekat secara fisik. Memasukkannya dalam berbagai agenda yang kita jalani, membalas pertanyaannya tentang apa yang kita lakukan tanpa henti. Apakah dengan mengimbangi perlakuannya itu berarti kita sudah benar-benar membalas cintanya?
Bukti bahwa kamu mencintai seseorang justru bukan timbul dari kerelaanmu untuk dipeluk atau saat kamu menerima sorongan kepalanya pada jarak antara lengan dan bahumu. Pembuktian kasih sesungguhnya adalah ketika kamu tak keberatan membuka lenganmu untuk menerimanya dalam keadaan paling buruk.
Saat kamu tak lagi mengindahkan apa yang bisa ia berikan, namun justru jadi orang yang mau mengorbankan apa saja demi menawarkan kenyamanan yang ia butuhkan.
8. Cinta Tidak Sekedar Kamu Temukan Lalu Selesai, Ia Butuh Dipertahankan
Pola pikir yang kerap menyebabkan kita tidak jadi pecinta yang baik adalah saat kita merasa bahwa akhirnya kita “menemukan” cinta. Hal ini pula yang sering dipotret dalam berbagai film dan musik yang kita dengarkan. Coba tengok beberapa lirik lagu di bawah ini:
“I finally found someone, who knocks me off my feet. I finally found the one who makes me feel complete.”
“I finally found the love of a lifetime. A love to last my whole life through…”
Dalam lirik lagu tersebut, proses menemukan cinta seakan selesai selepas seseorang bertemu dengan dia yang membuatnya genap. Cinta yang sama digambarkan akan terus melindungi mereka seumur hidup.
Kita kerap lupa bahwa menemukan cinta justru jadi awal baru bagi sebuah hubungan. Selepas kamu beruntung menemukan orang yang bisa kamu cintai dan juga mencintaimu dengan takaran serupa, masih ada kerja berat yang menanti demi mempertahankan hubungan dan membawa ikatan itu ke arah yang lebih baik.
9. Mencintai Adalah Kerja Keras Untuk Memberi Tanpa Henti
Ketika kita tidak lagi memandang cinta sebagai kata benda semata, kita akan mulai melihatnya sebagai proses bekerja dan memberi. Cinta tidak akan lagi kita tempatkan sebagai hal absurd yang selalu menawarkan keindahan. Ia akan datang sepaket dengan drama dan berbagai dinamikanya.
Mencintai dan dicintai kemudian akan kita pahami sebagai proses memberi tanpa henti. Tidak ada harapan yang layak kita gantungkan pada pasangan, kecuali kita juga telah memulainya dengan aksi yang sepadan. Tak ada lagi kemarahan yang dengan mudah kita luapkan tanpa alasan, sebab kamu akhirnya paham inti hubungan adalah bagaimana 2 orang bisa saling menjaga perasaan.
10. Memperlakukan Cinta Sebagai Kata Kerja Akan Membentukmu Jadi Pecinta yang Lebih Mawas Diri
Memahami dan melakoni cinta sebagai sebuah kata kerja akan membentukmu jadi pecinta yang tidak berbesar diri. Kamu mengerti bahwa pasanganmu bukan Santa Klaus yang selalu siap sedia dengan berbagai hadiahnya. Dia juga manusia biasa yang bisa kesal, marah, kecewa, dan membutuhkan perhatian yang minimal sama besarnya.
Memandang cinta sebagai sebentuk kata kerja akan menjadikanmu pribadi yang lebih tahu diri. Cinta bisa datang dan pergi jika tidak dirawat sepenuh hati, karena itulah kamu rela meluangkan waktu dan tenaga demi membuatnya bertahan lebih lama lagi. Menyitir kata John Mayer di salah satu liriknya yang tersohor:
“Love is a verb, it ain’t a thing. It’s not something you own, it’s not something you scream. When you show me love, I don’t need your words…”
Pasanganmu tidak membutuhkan kata-kata dan tanda diterima, tunjukkan cintamu lewat aksi penuh integritas yang sesungguhnya. Disitulah kualitas cintamu teruji.
Siap jadi pecinta yang lebih baik lagi mulai saat ini?