Dalam hubungan pacaran, setiap pasangan tentu berharap bisa langgeng hingga ke pelaminan. Apalagi, bagi mereka yang sudah menjalin hubungan lama dan sudah sama-sama layak jika dilihat dari usianya. Dan seringkali, keinginan untuk segera menikah datang dari pihak wanita. Alasan usia hingga perkara kesehatan reproduksi pun umumnya jadi alasan utama.
Namun, keputusan untuk menikah tentu tidak datang dari salah satu pihak saja. Pernikahan baru bisa dilakukan ketika pasangan sama-sama sepakat untuk melangkah bersama. Faktanya, ada saat dimana pria cenderung memilih untuk menunda. Bukan lantaran masih ingin bebas dan tidak mau terikat. Kadang, alasan mereka sesederhana masih ingin fokus berjuang demi keluarga.
ADVERTISEMENTS
Setiap orang di dunia ini tidak lahir sebatang kara. Pun pasanganmu, mereka lahir dan tumbuh dalam keluarga yang mendukungnya.
“Lagi ngapain, Sayang?”
“Baru pulang, abis nganter Ibu belanja. Ngantuk sih sebenernya, tapi tetep berangkat kalau Ibu yang minta.”
“Hahaha. Namanya juga disuruh orang tua.”
Percakapan semacam itu mungkin sudah tidak asing di telingamu. Wajar saja jika terkadang pasangan sibuk dengan urusan keluarganya. Entah itu sesederhana mengantar ibunya ke pasar atau menemani ayahnya membersihkan rumah.
Bagaimana pun, pasanganmu lahir dalam sebuah keluarga. Meskipun sudah dewasa, dia tetap punya ikatan yang kuat dengan ayah dan ibunya. Mungkin ada juga kakak atau adik yang jadi bagian dalam keluarganya. Pasanganmu bisa jadi seperti sekarang, tumbuh dewasa dan punya bekal pendidikan – tentu berkat dukungan keluarga juga.
ADVERTISEMENTS
Setelah dewasa dan hidup mandiri, tiba giliran pria membina keluarga sendiri. Dalam pencariannya, mungkin kamulah yang dianggap paling pas di hati…
Menemukan pasangan yang tepat ibarat sebuah perjalanan. Ada kalanya seseorang tersesat atau salah jalan, sebelum menemukan seseorang yang diyakini sebagai “tempat tujuan”. Bagi dia, mungkin kamulah “tempat tujuan” itu. Dimana harapan dan bayangan tentang masa depan rasa-rasanya tidak lagi semu. Dan setelah menjalin hubungan cukup lama, waktu mengantarkan kalian pada pertanyaan,
“Kapan kita nikahnya?”
Wajar memang. Selain lamanya menjalin hubungan, faktor usia dan tingkat kemapanan tentu juga jadi alasan. Kamu dan pasanganmu sudah khatam melewati naik -turunnya hubungan, lalu sudah sama-sama mengenal sikap dan karakter masing-masing. Secara usia, kalian juga boleh dibilang sudah “matang” untuk melangkah ke pelaminan. Pun soal finansial, kamu dan dia juga sama-sama punya pekerjaan mapan yang pasti bisa diandalkan.
ADVERTISEMENTS
Jika begitu, sehari-harinya pun kalian akan ‘kenyang’ dengan pertanyaan: “Pacar punya. Pas umurnya, dan punya pekerjaan mapan juga. Kenapa gak nikah aja?”
Pertanyaan semacam itu cukup logis. Seharusnya memang tidak ada lagi yang mengganjal langkah kamu dan pasangan untuk melenggang ke pelaminan. Tapi sekali lagi, bukankah menikah itu juga soal kesiapan mental, keyakinan, dan pastinya kesepakatan bersama juga?
Sebagai wanita, mungkin kamulah pihak yang paling sering mempertanyakan. Entah diungkapkan secara lisan atau disimpan dalam hati saja, pertanyaan-pertanyaan yang kaitannya tentang pernikahan pasti sering berputar-putar di kepala.
“Benar memang. Kita sudah pacaran lama. Sudah pas umurnya dan punya pekerjaan yang mapan juga. Kenapa kita gak nikah aja?”
ADVERTISEMENTS
Menikah bukan tentang kamu saja. Meski kamu sudah mantap, apa pasanganmu punya pikiran yang sama? Bagaimana kalau ternyata dia masih ingin berjuang demi keluarganya?
Kebimbangan tentang pernikahan yang kamu sampaikan dengan pasangan akhirnya terjawab. Satu-satunya alasan yang membuat dia belum juga datang ke rumahmu untuk melamar adalah keluarganya. Ya, dia yang ternyata masih ingin fokus berjuang demi keluarganya. Entah itu mencukupkan kebutuhan ayah dan ibunya, membiayai sekolah adiknya, atau meluangkan lebih banyak waktu sebagai balas jasanya pada orang tua.
Sah-sah saja bukan? Wajar saja bukan? Seperti sedikit diulas di awal bahwa dia memang lahir dan tumbuh berkat peran orang tua. Dia pun bisa berhasil sampai di titik ini lantaran dukungan keluarganya. Tentu tidak salah jika dia memilih untuk fokus pada keluarganya dulu. Dia tahu bahwa menikah akan menyita waktu kumpulnya dengan keluarga. Menikah juga membuatnya fokusnya terbagi dua, termasuk soal niatnya mencukupi kebutuhan keluarga.
Meski sekilas terlihat punya pekerjaan mapan dengan penghasilan yang besar, sungguh sebagian besar dia berikan untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Dia juga berusaha siap siaga jika sewaktu-waktu ayah dan ibunya perlu kehadirannya sewaktu-waktu. Dan hal-hal seperti inilah yang mungkin tidak bisa dilakukan lagi ketika sudah punya keluarga sendiri.
ADVERTISEMENTS
Dan jika alasan dia belum juga melamar karena masih ingin fokus berjuang demi keluarga, bukankah kamu sebagai pasangan sepatutnya bersabar menunggu saja?
Punya pasangan yang diyakini bisa jadi pendamping hingga hari tua nanti pastilah membuat dia bahagia. Sudah mapan secara usia dan pekerjaan juga tentu jadi sebuah pencapaian. Boleh jadi bohong jika dia tidak ingin segera menikah dan membangun keluarga bersamamu. Bagaimana pun, hidup dengan pasangan dalam sebuah keluarga adalah kebahagiaan yang tidak bisa didustakan.
Tapi sekali lagi, keinginan dan harapan mungkin belum bisa segera diwujudkan. Selagi masih fokus dan berjuang demi keluarga, tentu dia ingin agar kamu bersedia menunggu dengan rela. Menunggu dia menuntaskan tugas dan menunjukkan baktinya pada orang tua. Membalas jasa keluarga yang telah menjadikan dia seperti sekarang adanya.
“Karena kelak setelah dia merasa cukup, satu-satunya yang akan dilakukan adalah menikahimu segera. Maka, bukankah lebih baik jika kamu bersabar menunggu saja?”