Dulu tidak pernah kamu bayangkan bisa menitipkan hati sebegini dalamnya. Kamu yang terbiasa menjaga hati bisa jatuh sebegini bebasnya.
Dia memang beda. Dia menawarkan dunia — bukan cuma sekadar janji saja.
Dia, yang akan menjadi persona utama dalam secuil kisah bahagia yang kini berubah menjadi biasa saja. Dia, yang akan kusebut dengan “kamu” pada penggalan cerita ini.
ADVERTISEMENTS
Rasa cinta pernah bersemi di antara kita. Kamu jadi orang pertama yang membuatku berkali-kali jatuh cinta
Masihkah kamu ingat ketika menghabiskan waktu bersama adalah rutinitas wajib bagi kita dulu? Saat cupid baru saja memanahkan cinta di hati kita, semua berubah menjadi indah. Saat jauh darimu membuatku tak bisa jauh untuk melihat layar telepon genggamku. Sekedar menanyakan hal tak penting seperti….
“Kamu lagi mikirin apa?”
atau
“Udah tidur? Mimpiin aku ya. Hehe”
…pun sudah cukup membahagiakan. Menghabiskan waktu bersama untuk membicarakan mimpi di masa depan tak membuatku bosan denganmu. Justru itu yang membuat kita jatuh cinta setiap hari. Sekarang, bukanlah sebuah keharusan bagimu untuk mengingat hal yang kusebut sebagai kenangan ini. Bisa saja kamu mengingatnya sebagai petaka.
ADVERTISEMENTS
Kita pernah saling melontarkan panggilan sayang satu sama lain. Bahkan memanggil nama asli masing-masing jadi hal yang asing
Embel-embel panggilan “Sayang” yang kau sisipkan sebelum memanggil namaku membuatku melayang. Terasa lebih spesial ketika kamu yang memanggil dengan suara beratmu yang sedikit manja. Aku pun begitu, selalu bersemangat ketika memanggil namamu. Mungkin aku tak pernah bilang kalau sumber semangatku untuk melanjutkan hari adalah suaramu.
Sekadar suara yang terdengar dari telepon pun mampu membuat mood-ku jadi baik dalam sekejap. Mungkin kamu menaruh sihir di suaramu, supaya aku selalu bahagia saat mendengar.
Dulu.
Ya, kata yang terdiri dari 4 huruf itulah yang perlu ku garisbawahi.
ADVERTISEMENTS
Kamu dan aku berusaha mencintai dengan dewasa. Hubungan ini selalu kita bawa dalam doa
Walau dipenuhi dengan obrolan absurd dan penuh canda, kamu selau mengingatkan agar tidak lupa untuk selalu bersyukur dan berdoa kepada Tuhan. Terima kasih sudah mengingatkan, wahai anugerah indah yang dititipkan Tuhan untukku saat itu. Sambil tersenyum kamu pernah bilang…
“Aku menaruh harap yang cukup besar, supaya hubungan yang kita jalani ini adalah yang terbaik dari Tuhan.”
Aku tersipu malu hingga tak mampu berkata saat itu. Mencubit lenganmu adalah pelampiasan maluku, sambil mengamini doa itu dalam hati. Aku pun memiliki harapan yang sama. Tak pandang waktu, aku berdoa supaya harapan kita ini benar dikabulkan oleh Sang Pencipta. Tak henti aku bersyukur bisa memiliki waktu untuk menghabiskan waktu bersamamu.
ADVERTISEMENTS
Harapan untuk bisa bersatu sampai rambut beruban teryata harus terhenti sampai saat itu. Diam-diam pernah terbayang kita akan kembali
Manusia hanya bisa menggantung harapan setinggi langit yang tak berujung. Doa-doa yang berisi mimpi indah berdua di masa depan tetiba sirna, selesai begitu saja. Seberapa banyak kamu memohon, berapa banyak air mata yang kau teteskan ketika berdoa, tak akan ada hasil jika memang Tuhan tidak mengijinkan. Khayalan untuk bisa tetap bersanding bersama hingga rambut memutih beruban tak bisa kita wujudkan. Kamu pun mencoba menetralkan suasana….
“Tenang, kita masih bisa jadi sahabat baik. Aku akan tetap menjadi pendengar setiamu.”
Melegakan memang, kita masih bisa bersama. Namun yang terjadi adalah aku dan kamu kembali ke jalan seperti sebelum kita bersama. Jalan sendiri, mewujudkan cita-cita seorang diri. Yang kau ucapkan ternyata tidak memberi ketenangan. Dingin. Kamu. Ya, kamu yang berubah. Atau mungkin, aku yang berubah?
ADVERTISEMENTS
Kita yang dulu saling cinta berubah jadi dua orang asing. Kapal hati kita sudah oleng. Miring
Beberapa waktu yang lalu, aku masih bisa melihatmu tersenyum dengan lebarnya. Tawa lepasmu yang berisik pun masih terngiang jelas di pikiranku. Kebiasaan-kebiasaan aneh yang membuatku berpikiran bahwa kamu anak ajaib, tiba-tiba hilang tanpa jejak dan pemberitahuan.
Kamu tidak bisa sama seperti dulu. Maaf, mungkin aku yang terlalu berharap. Aku yang masih sulit menerima perubahan yang cukup signifikan darimu.
ADVERTISEMENTS
Hatiku bilang Tuhan sedang merancang alur baru. Sudah seharusnya aku tak lagi berharap padamu
Dalam angan, besar harapan agar aku dan kamu bisa kembali merajut jalan cerita cinta baru. Di proses jalan sendiri selama ini, tak henti aku bercermin dan memperbaiki kesalahan diri.
“Apakah aku sudah cukup pantas untuk kembali bersanding denganmu?”
Aku egois. Memang. Menumpu harapan terlalu besar supaya bisa kembali denganmu tanpa keinginan untuk mencari tau apakah kamu merasakan hal yang sama. Maaf. Ternyata, inginmu dan milikku berbeda. Mustahil untuk kita bisa menyambung cerita cinta yang baru.
Dimana, sedang apa, kapan pun kau berada, ku ingin kau tau satu hal. Kini kamu kucintai dengan berbeda. Kebaikanmu selalu aku bawa dalam doa
Sesekali ketika mendengar lagu yang sering kita dengarkan bersama, aku merasa ada yang menusuk menembus dada sebelah kiriku. Mungkin kenangan yang menciptakan sakit ini. Tak perlu khawatir, walau kita sudah mulai terbiasa dengan kesendirian kita ini, doaku padamu tak akan pernah terputus. Tak sebanyak dulu memang.
“Semoga hujan kebahagiaan tak pernah berhenti menyertai di hari-harimu.
Mendapat kekasih hati baru yang terbaik semoga lekas bisa kau rengkuh.”
Bukannya pamrih, tapi aku hanya ingin kau tahu sesuatu. Walau sudah tak bersanding lagi, kamu pernah menjadi orang yang membuat aku sadar bahwa dicintai memang berharga rasanya.
Terima kasih telah membuatku merasakan hal membahagiakan itu, walau hanya sebentar. Semoga kita sama-sama mendoakan dan menjadi lebih baik kedepannya. Kuharap kamu di sana ikut mengamini walau hanya dalam hati.
Klik @migmegalau kalau kamu pengen tau tips lainnya.