Halo, Ayah.
Ayah mungkin akan sedikit heran ketika menemukan surat pendek dariku ini. Kita memang jarang bercakap dari hati ke hati. Perbincangan kita hanya sebatas berita surat kabar terbaru atau saling lempar komentar tentang acara televisi. Tak apa Yah, aku paham Ayah memang tak seperti ibu yang terbuka untuk diajak berbagi kegundahan hati.
Oleh karena itulah, aku memutuskan untuk menulis surat pendek ini sebagai sarana menyampaikan ganjalan hati. Aku pun mengerti di balik sikap kaku yang Ayah miliki, Ayah menyimpan berjuta cemas untuk anak gadismu ini. Apalagi ketika aku sudah menginjak usia matang dan siap berkeluarga.
Suratku ini datang sebagai penawar kegundahan hati yang Ayah miliki. Ya, mulai sekarang Ayah tak perlu khawatir lagi, karena pria pilihanku benar-benar lihai menjaga hati.
ADVERTISEMENTS
Ayah, sekilas kau mungkin tak sehangat sosok ibu. Namun tak sedikitpun aku pernah meragukan besarnya kasih sayangmu
Ayah memang tak selantang atau seterbuka Ibu dalam menunjukkan cinta. Ketika aku masih balita, Ayah tak akan gusar dan cemas berlebihan ketika melihatku jatuh dari sepeda. Ayah tak banyak bicara. Ayah justru langsung mengambil sikap dan mengobati kakiku yang terluka. Di sanalah aku mengerti, ada sejumlah rasa cemas dan peduli yang juga Ayah punyai.
Aku paham Yah, porsi kasih sayang yang Ayah dan Ibu miliki sama besarnya. Ayah banting tulang demi memenuhi segala kebutuhan. Pun aku tak pernah lupa ketika Ayah sedia memeras keringat lebih lama dari biasanya demi mendapatkan uang tambahan, demi bisa membelikan satu dua benda yang sungguh aku inginkan.
Kasih sayang Ayah pun semakin aku resapi ketika aku menginjak usia hampir dewasa dan sedang menimba ilmu di kota tetangga. Ayah sering meneleponku walau tanpa banyak kata. Menanyakan keadaanku dan kapan aku kembali menginjak rumah demi menggenapi jumlah keluarga. Sekali lagi aku benar-benar memahami, bahwa cinta Ayah padaku sungguh tak terukur dalamnya.
ADVERTISEMENTS
Ketika aku mulai mengenal pria dan menjalin asmara, matamu seperti lebih tajam dari sebelumnya. Aku paham, kau hanya tak ingin gadis kecilmu terluka
Aku paham kegelisahan yang Ayah miliki makin menjadi ketika aku mulai menginjak usia remaja. Masa dimana aku telah mulai mengenal sedikit cinta dan ya, tentu saja pria. Ayah tak segan selalu terjaga tiap malam demi menungguku, terlebih lagi di malam sabtu. Demi memastikan anak gadisnya masuk ke rumah dalam keadaan utuh.
Aku juga mengerti bahwa diam-diam Ayah menyeleksi para pria yang masuk ke kehidupanku. Tak selalu bersikap ramah dan terbuka pada setiap pria merupakan bagian dari ujian. Sorot tajam menilai pun sering Ayah layangkan. Mencoba menelaah lebih dalam demi mengukur kadar kejujuran. Ya, semua itu Ayah lakoni demi mendapatkan calon menantu pilihan. Yang memang sanggup membahagiakan dan kepadanyalah anak gadismu akan diserahkan.
ADVERTISEMENTS
Namun, sekarang tak ada lagi yang perlu Ayah khawatirkan. Pria pilihanku ini kurasa sanggup menggenapkan. Kami siap menyambut masa depan
Sekarang Ayah tak perlu lagi digilas rasa gelisah. Ya, pria yang akan segera mendampingiku ini sanggup menjaga hatiku, Yah. Dia memiliki karakter seperti Ayah. Dia akan berusaha menjaga hatiku dengan raganya. Tak kan dibiarkannya aku lama-lama menimbun marah dan gelisah. Dia juga selalu sedia berjaga ketika aku sedang letih dan berada di titik terendah.
Maukah Ayah memberikan banyak restu untuk hubungan kami? Supaya hubungan ini terberkati dan jalan dengan sedikit hambatan akan terbuka bagi kami berdua.
ADVERTISEMENTS
Dari hati terdalam kuucapkan maaf sedalam-dalamnya.  Mungkin putrimu pernah menggurat ragam rasa. Dari mulai khawatir, kecewa, hingga belum sempat membuatmu bangga
Ayah, lewat suratku ini aku juga ingin minta maaf padamu. Jalinan ayah-anak yang kita miliki memang tak semulus jalan bebas hambatan. Bahkan, aku dan Ayah sering bersitegang karena kita sama-sama berkepala batu. Aku sering membuat Ayah banyak menyimpan marah. Entah karena banyak salah yang kubuat hingga seringnya aku membangkang karena merasa paling benar.
Aku pun paham bahwa aku belum sempat menorehkan kebanggaan. Tak banyak keinginan Ayah yang bisa aku wujudkan. Belum juga ada yang bisa kupersembahkan demi menyumbang seulas senyuman. Maafkan aku Yah, namun perlu Ayah tahu bahwa sekarang aku tengah berjuang, untuk membuat Ayah dan Ibu berbangga.
ADVERTISEMENTS
Jenjang hidup selanjutnya kini siap kuhadapi. Tapi percayalah posisi Ayah tak akan terganti. Aku tetap gadis kecil Ayah yang bisa selalu kau andalkan saban hari
Sekarang memang aku sudah memiliki kekasih. Ayah pun bukan lagi satu-satunya pria di hidupku. Ayah tak usah gusar jika tempat Ayah di lipatan hatiku akan tergusur. Tak perlu cemas pula jika aku akan melupakan Ayah. Ayah tetaplah pria nomor satu bagiku. Tanpamu aku tak akan pernah melihat dunia.
Jauh dekatnya jalinan kita, aku sayang Ayah dan perasaanku selamanya akan tetap sama. Ayah tetaplah juaranya.
Dariku,
gadis kecil Ayah