Sebelumnya, Hipwee pernah menuliskan suka dukanya jadi mahasiswa Sastra di sini. Nah, di artikel kali ini Hipwee kembali akan mengulas tentang mereka, namun dari sudut pandang yang berbeda. Bukan perkara mata kuliah atau buku-buku tebal yang biasa diakrabi, tapi soal kemungkinan bahwa mereka juga bisa jadi kekasih yang sejati.
Hmm…apa sih yang membuat mereka yang berkuliah di Fakultas Sastra itu istimewa di hati? Apa benar mereka bisa jadi pasangan yang membahagiakan dan layak kamu pertahankan?
ADVERTISEMENTS
1. Dia yang Masuk Jurusan Sastra adalah Pribadi yang Mantap dengan Pilihannya
Memilih jurusan kuliah memang gak mudah. Sebelum akhirnya mantap dengan Fakultas Sastra mungkin dia sudah melewati proses berpikir yang gak sebentar. Pasalnya, banyak orang yang setuju bahwa Jurusan Sastra di Indonesia itu gak cukup populer. Gak punya nilai jual atau daya saing tinggi jika dibanding jurusan lain, misalnya Teknik atau Komunikasi.
Dia yang akhirnya berani memilih Sastra Inggris, Jepang, Arab, Indonesia atau bahkan Sastra Daerah adalah pribadi-pribadi yang kuat hati. Dia sadar bahwa kuliah haruslah didasari rasa suka dan kecintaan pada bidang yang dipelajari. Tak boleh asal memilih atau semata-mata berpatokan pada iming-iming materi.
Jika dia bisa mantap memilih jurusan kuliah, bukankah dia pun akan sama mantapnya saat memilihmu sebagai pasangan? Gak perlu ragu; dia gak akan memulai sebuah hubungan tanpa keyakinan dan perasaan yang dalam.
ADVERTISEMENTS
2. Mereka Terkenal dengan Karakter yang Tenang, Easy Going, namun Tetap Penuh Perhitungan
Kurang easy going gimana coba? Di kampus Sastra, kamu bakal sering ketemu mereka yang kuliah cuma pakai kaos oblong, jeans belel, sama sendal jepit. Vespa sama motor-motor tua juga sering terlihat di parkiran Sastra. Bukan cuma penampilannya yang easy going, sikap dan cara berpikir mereka pun gak kalah woles. Baca puisi di depan kelas atau latihan drama di halaman kampus sampai dikira orang gila? Udah biasa! Mendadak ujian esai Sejarah Kesusastraan yang hafalannya amit-amit? Santai, pasti bisa!
Tapi, sikap dan penampilan yang easy going gak lantas menjadikan mereka pribadi yang seenaknya atau gak punya perhitungan. Justru mereka adalah para pemikir-pemikir ulung yang bisa taktis dalam menghadapi masalah. Lah, gimana tuh maksutnya? Percaya aja deh bahwa keakraban mereka dengan buku-buku Sastra sudah cukup menempanya jadi pribadi yang kritis, gak malas mikir, dan selalu penuh perhitungan dalam membuat keputusan
“Anak Sastra emang nyantai; bisa ke kampus pakai kaos oblong, sendal jepit, sama naik Vespa butut. Tapi, bukan berarti kita orang-orangnya males mikir atau seenaknya, lho!”
Arif, Alumni Sastra Inggris UNS
ADVERTISEMENTS
3. Dianggap Nggak Punya Masa Depan, Mereka Justru Punya Kesempatan Sukses di Berbagai Bidang
Banyak stereotip yang melekat pada mahasiswa Sastra. Salah satunya, mereka dianggap gak punya masa depan cerah alias susah dapat kerja setelah lulus. Banyak pula yang menganggap kalau mahasiswa Sastra pasti lulusnya lama sehingga kepastian soal masa depan pun jadi semakin absurd.
Padahal, anak Sastra justru sebenarnya punya kesempatan sukses yang lebih besar. Skill dan kemampuan yang diperolehnya selama kuliah bisa luwes digunakan di banyak bidang. Mau mengikuti “aturan” dengan memilih jadi pengajar, jurnalis, atau sastrawan? Ataukah mantap “berpindah haluan” lalu berkarir di bisnis pariwisata atau perbankan? Bebas! Mereka bisa memilih pekerjaan yang disukai.
Nah, jika kesempatan sukses bisa demikian besar, bukankah berdampingan dengannya gak akan membuatmu khawatir soal jaminan masa depan? Mau kerja di bidang apa? Apa aja “disikat” sama lulusan Sastra, Broh!
ADVERTISEMENTS
4. Jangan Kira Kuliah Mereka Santai: “Sastra Itu Keras, Bung!”
Meskipun terlihat “selow-selow aja”, kuliah di Sastra gak bisa dibilang sederhana. Dalam satu semester, mereka bisa menempuh sekian mata kuliah yang hanya menyisakkan kata”LELAH”! Tugas hari ini merangkum seri bukunya Chomsky, besok latihan baca a-i-u-e-o buat ujian Fonologi, lusa siap-siap “mengarang indah” bikin paper Kajian Puisi. Minggu depan harus selesai baca novel setebal 500 halaman dan analisanya. Nah lho!
Dunia akademik di Fakultas yang tampak “adem ayem” ini memang sebenarnya keras. Mahasiswa Sastra dipaksa rajin-rajin membaca dan pintar mengolah kata. Satu paragraf puisi misalnya, harus bisa dianalisa hingga menghasilkan berlembar-lembar tulisan. Saat teori yang digunakan ternyata tak tepat, dosen pun bisa dengan kejam memberi nilai C. Gimana gak dapat C kalau tulisanmu lebih mirip hasil karangan orang mabuk. HEHEHE. Kalau dia gak cukup gigih dan pantang menyerah, pindah jurusan atau berhenti kuliah mungkin sudah jadi pilihan.
ADVERTISEMENTS
5. Bersama Mereka, Kamu Bisa Belajar untuk Tak Terlalu Peduli pada Anggapan Orang
Mereka sering dibilang “cupu”, dianggap gak keren, bahkan dapat predikat introvert dan membosankan. Iya sih, mereka memang sering terlihat duduk sendirian sedang menulis sesuatu (baca: tugas bikin puisi). Mereka juga bisa kamu temukan di balik jajaran rak-rak buku di perpustakaan (disuruh dosen cari buku Sastra keluaran tahun 1900 sekian…HAHA). Kadang, mereka nekat makan di kantin sambil baca buku tebal (siap-siap mau ujian Teori Sastra) sekalipun yang lain sedang ngobrol dengan serunya.
Meskipun sadar dirinya jadi bahan pembicaraan, toh dia tetap asyik dengan “dunianya” sendiri. Baginya, anggapan-anggapan orang gak harus melulu didengar. Nah, ini lho yang bisa jadi resep hubungan yang langgeng. Sekalipun teman-temannya berprasangkan buruk tentangmu atau meragukan hubungan kalian, toh dia santai saja. Yang pasti, dia lebih percaya pada kata hati dan keyakinan dirinya sendiri.
ADVERTISEMENTS
6. Karena Sastra Bukan Ilmu Pasti, Dia Pun Terdidik Jadi Pribadi yang Luwes dan Berpikiran Terbuka
Sastra gak seperti Matematika, Fisika, atau Kimia. Dunia Sastra gak mengenal rumus-rumus yang saklek seperti 1+1 pasti sama dengan 2. Pemahaman karya-karya Sastra mengajarkan mahasiswa bahwa gak ada kesimpulan yang mutlak – benar atau salah itu relatif. Frasa “mawar berduri” dalam sebuah puisi bisa diartikan bunga mawar yang sesungguhnya, perumpamaan dari wanita yang cantik tapi hatinya jahat, atau metafora untuk dosa yang gak boleh dilakukan manusia. Ya elah, selama punya alasan-alasan yang logis, apapun argumenmu dianggapnya sah-sah saja.
Yup, mahasiswa Sastra bukan pribadi kaku yang melihat masalah hanya dari satu sudut pandang saja. Saat kalian berselisih, dia pasti mau mendengar penjelasan-penjelasanmu terlebih dahulu. Ketika kalian sedang berbeda pendapat, dia gak akan memaksakan inginnya. Jika dirasa usulmu lebih baik, dia juga gak keberatan memilih setuju saja.
Nah, tipe pasangan yang seperti ini lho yang bikin hubungan pacaran “aman”. Gak banyak drama, gak sering cekcok, pokoknya “adem ayem” berdua…
7. Mereka adalah Orang-Orang Unik yang Bisa Menikmati Hidup dengan Caranya Sendiri
Mahasiswa Sastra memang layak menyandang predikat unik. Gimana gak unik? Mereka bisa menikmati hidup dan bahagia dengan caranya sendiri. Baca novel di teras kamar, dengerin musik sambil mengamati hujan, ngopi sambil iseng-iseng bikin cerpen: banyak hal-hal sederhana yang sah jadi kegemaran mereka.
Dia yang punya karakter dan kebiasaan unik bisa jadi akan menghargai keunikanmu juga ‘kan? Menanggapi gaya busanamu yang dibilang “nerdy”, hobimu gonta-ganti warna rambut, atau kegilaanmu pada komik dan anime gak pernah jadi masalah buat dia kok. Yang pasti dia bisa menerima apa adanya dirimu.
8. Ilmu Sastra Itu Luas. Bersamanya, Kamu Tak Akan Kehabisan Bahan Cerita
Siapa bilang Sastra itu membosankan? Kata siapa Sastra cuma membahas majas dan kata-kata kiasan? Beuh, Sastra itu ilmunya luas banget! Ibarat kata, membaca karya Sastra berarti mempelajari tentang manusia dan seisi dunia. Gak percaya? Coba deh baca novel “Partikel” dari Dewi Lestari yang kental dibumbui teori-teori ilmu alam seperti klasifikasi jamur dan isu mesin waktu. Bisa juga baca novel “Pintu Terlarang” karangan Sekar Ayu Asmara yang berkaitan dengan ilmu psikologi.
Yakin deh kalau mahasiswa Sastra gak cuma kaya perbendaharaan kata, tapi isi kepala mereka juga gak kalah “kaya” kok. Mau ngobrolin ilmu-ilmu lain, perkara politik dan pemerintahan, atau gosip artis dan hal-hal sepele di lingkungan kalian, dia bisa jadi lawan bicara yang menyenangkan. Pacaran sama mahasiswa Sastra dijamin bikin kamu makin pintar dan tambah wawasan.
9. Tak Perlu Terlalu Banyak Usaha. Hanya dengan Berbincang Dengannya, Kamu Sudah Bisa Jatuh Cinta
Hebatnya, anak Sastra memang gak perlu berusaha terlalu keras buat terlihat menarik atau lebih cakep dari biasanya. Dia gak harus pakai baju-baju distro, potong rambut di barbershop yang lagi hits, atau pakai gadget keluaran terbaru. Sederhana aja, kadar cakepnya akan meningkat ketika dirinya asyik bercerita tentang buku yang baru selesai dibaca, kerangka novel yang kelar dibuatnya, atau soal teori Sastra hingga pemahaman filsafat.
“Alam pikirannya kayak roller coaster. Gak akan bosen dengerin dia ngomong. Apalagi, kalau dia gak cakep-cakep amat. Hehehe…begitu dia nyerocos soal Sastra, kadar cakepnya langsung nambah!”
Asni Furaida, mahasiswa S2 Sastra Inggris Belgrade University
10. Penampilan Sih Biasa Saja, Tapi Soal Hati…Mereka Tetap Jawara!
Duh…jangan bicara perkara penampilan dengan mereka. Anak Sastra biasanya cuek dan gak terlalu up-to-date soal tren baju atau gaya rambut terbaru. Anak-anak DKV dan Seni Rupa punya gaya yang slengekan tapi keren, anak Ekonomi selalu rapi dan tampak profesional, sedangkan anak Teknik lebih sering terlihat kumal tapi tetep cool dan “lakik” banget. Nah lho, kalau anak Sastra gimana? BIASA AJA! Setelan andalannya cuma jeans sama kaos oblong. Sesekali pakai kemeja kalau pas momen-momen tertentu aja. Gak pernah punya minat jalan-jalan ke mall buat sekadar update isi lemari.
But wait! Apa soal penampilan memang begitu penting buat hubungan kalian? Mana yang lebih utama, tampilan fisik atau isi hatinya? Seperti disinggung di poin pertama tadi, anak-anak Sastra paling mengerti caranya memahami perasaan diri sendiri. Dia bisa mantap memilih pasangan lantaran punya perasaan yang dalam. Perkara seberapa besar kasih sayang dan cintanya padamu, sama anak jurusan mana aja, mereka berani diadu!
11. Memacari Anak Sastra Berarti Mendampingi Ia yang Kreatif dan Selalu Haus Berkarya
Setuju gak kalau mahasiswa Sastra berhak menyandang predikat kreatif? Coba deh tengok buku-buku catatannya, blog pribadinya, atau bahkan status update dan kicauannya di media sosial. Mereka memang handal dalam menulis atau setidaknya merangkai kata-kata. Perkuliahan di Fakultas Sastra mengharuskan mereka punya kemampuan ini.
Selain itu, saking sering membaca cerpen atau novel, mahasiswa Sastra cenderung punya kemampuan imajinasi yang tinggi. Sepakat menjalin hubungan, dia pun mungkin sudah punya gambaran tentang bagaimana akan menjalani hari-hari bersamamu. Jalan-jalan ke taman, membaca satu buku berdua sambil pelukan, membuatkan puisi di hari ulang tahunmu, atau menuliskan kisah cinta kalian dalam sebuah novel? Hmmm…pacaranmu gak lagi terasa biasa kalau sama mereka. Siap-siap dibikin “meleleh” setiap hari karena rayuan mereka emang…maut! HAHAY!
12. Perkuliahan di Fakultas Sastra Membentuk Mereka Jadi Pribadi yang Perasa dan Peduli dengan Sekitarnya
Selain kepintaran menulis dan mengolah kata, kemampuan olah rasa bisa jadi modal buat mereka yang berkuliah di Fakultas Sastra. Bait-bait puisi, paragraf demi paragraf dalam cerpen, hingga berlembar-lembar naskah drama gak akan bisa dimengerti jika hanya dibaca seadanya. Membaca karya sastra butuh ketelitian, daya imajinasi tinggi, dan kemampuan melibatkan perasaan. Yang terakhir bisa jadi kelebihan yang gak dimiliki mahasiswa jurusan lain.
Dia yang terbiasa melibatkan perasaan dalam kesehariannya akan bertumbuh jadi pribadi yang peka. Kepekaan inilah yang membuatnya begitu mengerti diri sendiri, “melihat” lingkungan, dan gak malas-malas berusaha memahamimu. Sekalipun kamu punya “kode-kodean” yang paling absurd, dia bisa kok menerjemahkan maumu. Kalau makna tersirat dari novel Murakami saja bisa dia mengerti, apalagi sekadar senyuman dan kedipan matamu. Ah, pasanganmu yang anak Sastra layak kok dapat predikat “yang paling memahami maumu”. Ecieeehhh…
13. Mahasiswa Sastra Itu Teguh Pada Pendirian. Mereka Setia dan Tidak Mudah Berpaling ke Lain Hati
Nah, seperti dijelaskan di poin pertama tadi, penghuni Fakultas Sastra adalah orang-orang yang kebanyakan mantap dengan pilihannya. Meskipun dapat komentar sinis dari keluarga atau teman soal pilihan jurusan yang diambil, mereka sih yakin aja. Kenyang dijejali beragam nasihat dan petuah dari karya-karya yang dibacanya, mahasiswa Sastra bisa jadi lebih mawas diri. Dia akan menakar berbagai kemungkinan sebelum mengambil keputusan. Setelahnya, dia pun tetap teguh pada pendirian dan gak akan mudah goyah.
Sebagai pasangan, kamu gak perlu was-was kalau-kalau dia bakal selingkuh atau berpindah ke lain hati. Termasuk golongan orang-orang yang perasa, dia pun akan sangat menghargai momen dan chemistry yang terjalin di antara kalian. Buat mereka, jatuh cinta atau rasa suka itu bukan perkara sederhana deh pokoknya!
14. Seperti Karya Sastra yang Dibuat dengan Tujuan: Hubungan Kalian pun Harus Punya Masa Depan
Di Jurusan Sastra, mereka belajar bahwa setiap karya yang dihasilkan oleh penyair, penulis, atau sastrawan pastilah punya misi. Selalu ada pesan kebaikan yang ingin disampaikan penulis pada pembacanya. Bahkan, sekalipun pesan tersebut hanya tersirat atau gak terbaca dengan gamblang.
Sama halnya dengan hubungan yang dijalaninya denganmu. Di balik sikapnya yang santai, hampir pasti dia sudah punya visi yang jelas tentang masa depan hubungan kalian. Tanpa perlu mengumbar janji atau mengungkapkannya secara langsung, diam-diam dia akan merencanakan masa depannya bersamamu. Gak suka ngegombal tapi sudah punya rencana yang siap dieksekusi, masih kurang yakin sama mereka?
Nah, gimana? Setuju gak bahwa mahasiswa dan alumni Fakultas Sastra memang pantas dapat julukan pasangan yang istimewa? Jika dia yang saat ini mendampingimu adalah salah satu dari mereka, pertahankan dia, ya! Buat kamu yang berniat punya pasangan, bisa lho memulai misi pencarian di Fakultas ini! Hehehehe…