Jika hitam memiliki putih, penghujan-kemarau, untuk sepatu bayi dari kain ada kaos kaki putih berenda lembut. Aku selalu membayangkan manusia seperti mereka: yang satu diciptakan untuk yang lainnya.
Kenapa tidak? Ini memang bukan teori ilmu pasti, namun aku percaya apa yang Tuhan kata. Manusia diciptakan berpasang-pasangan, kau dan aku salah duanya.
Pasti ada alasan mengapa kita bersama hingga sekarang. Ada latar belakang yang kuat mengapa kita disatukan.
Aku tahu, ini bukan saat-saat paling menyenangkan yang pernah kita hadapi. Belakangan, kita berdua kerap terantuk kerikil yang tak berhenti datang menghujani. Tentu aku pun pernah bertanya satu-dua kali: masih harus dilanjutkankah cerita yang kita bangun selama ini?
Namun aku tak percaya pada kebetulan. Kita pernah direstui oleh Tuhan, dan itu cukup meyakinkanku untuk bertahan.
ADVERTISEMENTS
Harus diakui kita bukan pasangan sempurna. Namun dirimu dan aku saling mengisi, aku tak mau mencari pengganti
Saat kita bertengkar hebat, kita lupa kenapa kita adalah sepasang kekasih. Ego yang begitu pekat pernah menutup mata dan menyumbat telinga. Melarang kita untuk mendengar. Kita hanya bisa mengencangkan otot leher demi berteriak dan berlomba-lomba untuk bertingkah keras kepala demi mengutarakan pendapat. Ya, mulut ini tak terbungkam, tak kenal lelah ia meracau dan melemparkan kata pedas yang memerahkan telinga.
Kau dan aku mendadak menjadi pribadi asing yang tak saling mengenal. Saling mementahkan pendapat, begitu pongah, dan merasa paling benar. Mungkin jika tembok bisa berbicara dan berjalan, dia akan menyerah kalah dan berjingkat keluar dari arena. Tak sanggup berada di satu ruangan dengan kita. Hanya hawa panas dan kebencianlah yang sedang beterbangan memenuhi udara.
Namun, kita tak memiliki keinginan sedikitpun untuk membalikkan badan dan pergi demi mencari sosok pengganti. Aku sudah terlalu nyaman berada di dalam rengkuhmu, begitu juga kau yang tak beranjak melepaskan diri dariku. Tanpa disadari kita telah saling mengisi. Pertengkaran, harus diakui, merupakan salah satu senyawanya.
ADVERTISEMENTS
Pertengkaran tak pernah berhasil membunuh rasa di dalam dada. Cobaan yang kita lalui hanya menumbuhkan lebih banyak cinta
Memang sudah tak terhitung berapa banyak pertengkaran yang pernah tercipta. Dua tanganku pun pasti kekurangan jari demi bisa menghitung semua pertengkaran yang telah kita lakoni. Namun, yakinlah berapa puluh kalipun ia bersua, ia tak sanggup melenyapkan rasa cinta yang sudah lebih dulu ada.
Memang tiap kali pertengkaran usai, kita harus rela berjeda barang sejenak. Kita tak bertatap muka pun bertukar pesan untuk beberapa hari. Semua itu kita lakoni demi menata hati yang sedang luluh lantak sembari menekuni kesalahan yang pernah ada. Namun, tahukah kamu, seburuk apa pun pertengkaran yang telah kita hadapi, aku tak pernah berkeinginan menghapus namamu dari dalam lipatan hatiku.
Rasa di hati tak pernah berniat mengepak koper dan beranjak pergi, apakah kamu juga merasakan hal yang sama?
ADVERTISEMENTS
Masalah memang terus menghajar kita berdua. Namun bersabarlah, berhenti gundah. Semoga dengan ini kita bisa jadi lebih dewasa
Sayang, ingatkah kau sudah berapa puluh bulan kita bersama? Maaf, aku memang bukan tipikal gadis romantis yang selalu menandai kalender demi menyiapkan perayaan hari jadi. Ah, namun tentu kau tak perlu mempertanyakan atau bahkan menimbang seberapa berat rasa cinta yang menggantung di rongga hatiku. Namamu sudah tergurat begitu rapi dan sempurna di sana, tak ada yang bisa menghapus maupun menggantikan, kau tak usah cemas akan itu.
Aku memang tak begitu ingat berapa usia hubungan kita, hanya bisa mengira-ngira ketika orang-orang di sekitaran menanyakannya. Namun, tentu aku tak pernah lupa akan banyak kenangan yang pernah kita torehkan bersama. Masih ada boneka pemberianmu ketika kita dulu masih sibuk malu-malu. Pun ada juga jam tangan yang tak pernah alpa mengisi tempat di pergelangan kiriku, kado darimu ketika aku memasuki usia dua satu.
Selain kenangan manis yang pernah kita resapi bersama, aku juga tak lupa akan memori ketika kita babak belur digilas masalah yang mengetuk masuk tanpa permisi. Aku si Nona pencemburu, selalu berhasil membuatmu kewalahan menghadapi tindak tandukku. Begitu pula denganmu, si Tuan kepala batu, membuatku harus selalu rela menurunkan ego untuk tak membantahmu. Namun tentu saja, aku dan kamu berjuang demi tetap bersama hingga hari ini.
Coba tengok betapa bedanya aku dan kamu yang dulu dengan yang sekarang. Kita tentunya menjadi pribadi yang lebih matang dan dewasa berkat masalah yang selalu menyelinap masuk di dalam hubungan. Lain kali ketika masalah masih ada (dan bisa kupastikan dia pasti akan selalu ada) maukah kau tetap berjuang dan bertahan dalam hubungan?
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Kita dipersatukan oleh Tuhan. Maukah kau sama-sama berusaha untuk tetap bertahan menjaga hubungan, apapun keadaannya?
Sebelum diikat dalam pernikahan suci dan mengucap janji sehidup semati, kita harus saling mengucap ikrar untuk disimpan sendiri. Sungguh, kita harus bertahan dalam kisah ini karena memang Tuhanlah yang telah turun tangan untuk mempertemukan dan menyatukan kita.
Maukah kau mengamininya dan berjuang di sisiku untuk menaklukkan masa depan?