Pernikahan Hamish dan Raisa akhir pekan lalu seperti jadi barometer baru untuk menciptakan pernikahan ideal. Gaunnya, pilihan foto-fotonya, sampai cara memandang Hamish ke Raisa bisa dipastikan akan jadi standar baru yang ingin diikuti oleh pasangan Indonesia.
Di balik riuh rendah pemberitaan standar yang biasanya diisi kumpulan foto-foto dan sanjungan atas Raisa-Hamish, coba yuk kali ini kita bicara soal jarak umur antara Hamish dan Raisa yang satu dekade itu. Walau terlihat muda dan masih kinyis-kinyis sebenarnya saat Hamish duduk di kelas 3 atau kelas 4 SD, Raisa baru saja lahir di dunia. Waktu Raisa masih heboh soal perawaan sweet seventen-nya Hamish sudah lewat dari krisis seperempat abad di usia 25. Sepuluh tahun buat Raisa dan Hamish tidak berarti apa-apa, mereka melenggang saja. Sebagai sesama pelaku age gap relationship alias hubungan dengan jarak usia panjang kali ini saya mau bercerita soal bagaimana hubungan dengan jarak umur jauh bisa terjadi, berjalan — dan bertahan.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
1. Seperti banyak cinta pada umumnya, dia terjadi saja. Bahkan biasanya kamu tidak tertarik menanyakan usia
Pasangan beda usianya biasanya jarang yang menyadari jauhnya perbedaan umur dengan pasangan semenjak awal. Saat kalian bicara ada rasa klik dan keyakinan di dada kalau dia memang orangnya. Setelah berbasa-basi beberapa lama, barulah muncul pertanyaan standar macam, “Loh memang kamu angkatan berapa?”
Itulah AHA! momen yang membuat kamu tahu kalau kalian tidak dilahirkan di dekade yang sama.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
2. Ini akan berhasil. Umur bukan masalah besar — fase penolakan paling umum sebelum meluncurkan hubungan ke publik
Ada rasa yang sebenarnya bergejolak sebelum mengumumkan hubungan ini ke publik. Di satu sisi kamu bahagia karena sudah menemukan orang yang bisa diajak bercanda, berdebat mulai soal sinetron yang makin absurd kualitasnya sampai masa depan pendidikan Indonesia.
Tapi ada ketakutan lain di sisi hati bagian sana. Bagaimana kalau orang-orang terdekatmu menganggap kamu aneh karena memilih pasangan yang secara usia lebih cocok jadi om atau kakak sulungmu? Bagaimana kalau kamu dicap sebagai orang yang memanfaatkan kemapanan pasangan karena jarak usia yang cukup lebar?
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
3. Tidak semua orang bisa menerima. Dibilang aneh, cari untung saja, sampai “Kamu sebegitu nggak lakunya ya?”
Akan selalu ada drama kurang diterima oleh orang-orang terdekat. Didoakan putus secepatnya. Hubungan ini hanya dianggap fase sementara sebelum kamu move on ke hubungan selanjutnya. Pasangan pelintas jarak usia biasanya menganggap fase ini adalah fase terkutuk yang hanya menimpa mereka. Muncul kalimat berandai-andai, “Seandainya dia seumuran ya. Seandainya dia lahir 10 tahun lebih awal ya…”
Puk-puk. Kamu tidak sendirian. Saya, pun mungkin Raisa pernah mengalaminya. Sebagai penguat, percayalah kalau fase ini tidak hanya khusus dialami oleh pasangan pelintas jarak usia saja. Mereka yang hubungannya dicap normal pun akan mengalaminya lewat spektrum yang berbeda.
4. Akan menghadapi masa depan dengan kecepatan yang berbeda, kamu berdoa semoga semuanya baik-baik saja
Waktu kamu sedang menggebu-gebu ingin mendaftar S2 yang ada di otaknya adalah berusaha jadi lebih mapan dengan menyisihkan uang lewat deposito. Saat kamu masih membayangkan harus membangun tangga menuju karier yang lebih cerlang, dia sudah berencana menciptakan karier fleksibel supaya bisa punya lebih banyak waktu untuk melancong.
Hal yang tidak mungkin dihindari dari hubungan beda usia adalah menjalani fase-fase hidup dalam kecepatan yang berbeda. Tidak ada yang salah dengan ini, yang kamu butuhkan hanya hati yang lebih mau memahami. Dan bibir yang tidak mudah menghakimi saat pasangan ingin berlari kencang atau malah memperlambat langkah.
5. “Kalau dia mati duluan gimana?”
Bukan putus atau break yang jadi ketakutan terbesar kalian. Tapi soal kesehatan yang bisa makin memburuk seiring usia. Tentang sakit sendi sementara pasangannya masih ingin ikut maraton 5 K.
“Jaga kesehatan. Jaga diri.” jadi kalimat standar dalam hubungan kalian.
6. “Punya anak atau nggak ya?” lebih pelik dari cicilan KPR buat kalian berdua
Sadar kalau kalian akan menghadapi berbagai fase hidup dalam ritme yang berbeda, membawa anak datang ke dunia tidak bisa dengan konsep ya sudah jalani saja. Kamu dan dia akan berpikir berulang kali untuk menciptakan keturunan. Bagaimana jika nanti saat dia belum remaja salah satu dari kalian sudah tidak sekuat sebelumnya? Punya anak bukan cuma tentang prokreasi atau mengunggah foto-foto lucu bayi ke sosial media. Lebih baik tidak punya daripada tidak bisa bertanggungjawab sepenuhnya.
7. Kamu sedikit meringis waktu melihat tahun kelahirannya, melihat uban di rambutnya, mendengar betapa berbeda selera musik kalian
“Setiap aku lihat KTP istriku, aku mau ketawa. Kok ya bisa aku nikah sama orang yang umurnya 11 tahun dibawahku ya?” — Nunu, 39 tahun menikah dengan Quinchy 28 tahun
“Dia suka dengerin REO Speedwagon di playlist Spotifynya. Sementara aku harus Googling dulu siapa itu REO Speedwagon.” — Fay, 31 tahun menikah dengan Landi 48 tahun
8. Kalau ditanya kenapa kalian bisa bersama, jawabannya cuma karena dia membuatmu mengeluarkan energi yang sebelumnya kamu tidak tahu ada
Terlepas dari seberapa jauh jarak umur kalian, baru dia yang bisa membuatmu berlari kencang mengejar impian tanpa khawatir lelah. Dia menyediakan rasa tenang. Dia membuatmu selalu tahu ke mana harus melangkah pulang.
9. Lebih baik menjalani hidup sebentar tapi bersama dia, daripada tidak pernah merasakan mendampinginya
Kamu tidak pernah menyesal baru bertemu dia sekarang. Lebih baik kamu sempat membangun dan menjalani hidup bersama dia, daripada sama sekali tidak diberi kesempatan menjalani hidup berdua.
Hubungan beda usia bukan untuk semua orang. Kalau kamu orangnya, maka kamu dan pasangan pasti diberikan kekuatan untuk melewati semua masalahnya.
HipweeJurnal adalah ruang dari para penulis Hipwee kesayanganmu untuk berbagi opini, pengalaman, serta kisah pribadinya yang seru dan mungkin kamu perlu tahu
Baca tulisan #HipweeJurnal dari penulis lainnya di sini!