Sebenarnya saya lumayan girang waktu diminta untuk nulis di #HipweeJurnal. Pasalnya lama menulis di kanal News & Feature membuat saya agak kekurangan media curhat. Sementara jika posting di media sosial, saya ngeri di-bully, dibilang sampah, dan kontennya tidak mencerahkan umat. Mana lagi zaman sekarang mulai dari anak SD hingga usia kakek-nenek, begitu mudah mengeluarkan pernyataan “kafir lo!”. Jujur saja saya kurang tegar menghadapi cobaan semacam itu.
Memang saya nggak akan curhat soal hal-hal berat seperti Managing Editor dan partner satu kanal saya, karena hidup saya memang kebanyakan recehnya. Saya cuma mau curhat tentang hal sepele yang mutlak dialami oleh para perempuan usia seperempat abad di seluruh dunia: Pertanyaan kapan nikah?
Pertanyaan itu memang sepele, tak seseram pertanyaan “Artikel kemarin mana?” dari editor atau klien. Tapi pertanyaan itu jadi super seram dan menjengkelkan saat rutin kamu dapatkan. Saat kamu lagi sibuk-sibuknya mengejar mimpi tapi yang dipedulikan mereka hanyalah status asmaramu saat ini. Saat teman-teman seumuranmu hobi mengunggah foto-foto anak kedua, sementara timeline medsosmu isinya hanya foto kucing, anjing, harimau dan singa.
Yup, itu dia masalahnya. Sebagai generasi yang sudah berusia 25 tahun ke atas, saya kadang merasa nggak normal. Karena saat teman-teman cewek seusia saya berteriak “ih lucuuuu” saat melihat foto bayi, saya akan berteriak “ih lucuuuu” saat melihat foto kucing. Saat dunia maya sedang #PatahHatiNasional dengan pertunangan Raisa dan Hamish Daud atau #PatahHatiDuniaAkherat karena imam ITB menikah, saya malah nangis sesenggukan karena salah satu singa favorit saya di medsos mati. Saat orang-orang menggunakan Instagram untuk mencari calon pasangan, IG saya fungsinya hanya untuk melihat hewan-hewan di yayasan-yayasan sanctuary (salah satunya adalah IG @blackjaguarwhitetiger, gih sana kepoin. Harimau dan singanya ganteng-ganteng).
“Kapan nikah, woy? Kunto Aji aja udah nikah lho.”
Pernah saya diberi pernyataan semacam itu. Begitu jleb. Begitu mak tratap. Lebih sadis dari lagunya Afgan. Ya, Kunto Aji yang melantunkan lagu kebanggaan saya “Terlalu Lama Sendiri” itu sudah berlabuh ke pelaminan. Padahal selama ini saya anggap dia adalah panutan. Tapi bila jodoh dan keinginan memang belum ada, sebagai manusia biasa saya bisa apa?
Untung saja inner circle saya kebanyakan tipe orang yang abai soal pernikahan. Tapi ini ada ruginya juga. Saat Ibu saya mulai membahas soal pernikahan dan bla bla bla, saya keceplosan menjawab: “Nikah ‘kan sunah, Bu. Nggak wajib.”. Jelas setelah itu ada ceramah 6 sks yang harus saya ikuti. Termasuk soal perempuan yang punya expired date seperti Susu Ultra. Eh lha kok ndilalah, slip lidah saya makin parah. Bukannya iya-iya saja, saya malah menjawab: “Kalau cuma buat punya anak, aku ‘kan bisa adopsi, Bu. Banyak kok anak-anak telantar yang butuh perhatian negara.”
Ya nasib. Untung Ibu saya berpikir saya cuma bercanda.
Bagi para perempuan (mungkin juga pria) di usia dewasa, urgensi untuk menemukan jawaban yang aman dan tepat sasaran untuk pertanyaan “kapan nikah?” atau “pacarnya mana?” memang nyata adanya. Kebanyakan artikel tips dan trick yang membahas topik serupa mengakhiri pembahasan dengan jurus pamungkas: senyumin aja, semua beres. Iya sih, nggak ada salahnya menjawab pertanyaan dengan senyuman. Toh, senyum itu juga ibadah yang berpahala. Tapi tak selamanya senyuman menyelesaikan persoalan. Pasang ekspresi mesam-mesem demi posisi aman bisa jadi berujung segudang rencana perjodohan terselubung yang semakin memusingkan. Oh please deh, memangnya semenyedihkan itu jomblo di usia lewat dua puluh lima? Memangnya ke sana ke mari sendiri dan nggak ada yang rutin meneleponi itu pasti berarti saya kesepian dan nggak bahagia?
Meski nggak se-urgent solusi terhadap kelangkaan garam di negara maritim, saya yakin ditanya kapan nikah ini sama pentingnya. Karena senasib sepenanggungan, maka saya akan berikan beberapa tips yang mungkin bisa berguna (mungkin juga enggak), saat senyuman tak lagi aman untuk menjawab pertanyaan kamu nikahnya kapan.
ADVERTISEMENTS
1. Berikan tanggal yang kira-kira jaraknya lima tahun dari sekarang. Jadi kalau besok ditanya lagi, jawab saja “‘kan kemarin udah dikasih tahu?”
“Kapan nikah?”
“Hmm…sekitar pertengahan Desember gitu.”
“Wah, tahun ini dong?”
“Nggak sih, tahun 2020 nanti.”
Kalau ditanya “Kok lama banget”, jawab saja “Lho, memangnya nikah itu segampang goreng tahu bulat?”. Biaya katering dan sewa gedungnya saja mahal, bro.
ADVERTISEMENTS
2. Kita harus jago mengalihkan pembicaraan. Saat pertanyaan mulai merembet ke arah hal keramat itu, segera bahas politik atau ekonomi agar dia malas melanjutkan percakapan
“Eh Dhan, pacarmu mana? Kok nggak diajak?”
“Hahaha lagi sibuk dia. By the way, kamu udah lihat kebijakan terbaru soal RUU Ormas? Waduh, rame banget nggak sih?! Pecah! Menurut kamu gimana?”
Nggak semua pertanyaan perlu dijawab. Terkadang kita harus kreatif seperti politisi saat ditangih janji. Nggak hanya pandai berdiplomasi, tapi juga jago mengalihkan perhatian agar topik nyebelin itu terlupakan.
ADVERTISEMENTS
3. Jurus menghilang ala Saras 008 selalu berhasil. Karanglah alasan yang paling masuk akal, dan tinggalkan TKP tanpa berlama-lama
Menilik kritisnya usia kita ini, kita harus pandai-pandai membaca situasi. Kalau mau menghadiri acara, tengok kiri-kanan dulu cek keamanan. Bila kira-kira ada gerombolan yang membahayakan, ada baiknya kita pura-pura jadi orang paling sibuk sedunia. Mari kita tinggalkan TKP sebelum ditanya-tanya. Daripada sok ramah dan akhirnya makan hati sendiri malah bahaya.
Sejujurnya, meniqa bukanlah prioritas saya saat ini. Daripada sibuk mencari pacar demi memenuhi deadline keluarga dan biar ada gandengan saat datang kondangan, saya lebih suka ngecek-ngecek tempat wisata dan cari destinasi untuk traveling selanjutnya. Katanya nikah bikin kita tambah bahagia, tapi untuk saat ini saya sudah cukup bahagia dengan melihat video-video hewan-hewan dan mengusili kucing-kucing yang tidur di pinggir jalan. Bisa jadi saya memang belum cukup dewasa untuk sebuah hubungan serius, atau bisa jadi juga saya terlanjur nyaman dengan kesendirian.
Tapi yah, seselow apapun saya, tetap kzl juga kalau terus-terusan dilontari pertanyaan yang sama. Rasanya dalam hati saya ingin sekali menjawab: Jangan tanyakan kapan aku nikah atau pacarku mana, tapi tanyakan apa yang sudah kamu perbuat untuk negara.
ADVERTISEMENTS
#HipweeJurnal adalah ruang dari para penulis Hipwee kesayanganmu untuk berbagi opini, pengalaman, serta kisah pribadinya yang seru dan mungkin kamu perlu tahu
Baca tulisan #HipweeJurnal dari penulis lainnya di sini!