Wawancara Eksklusif Pandji Pragiwaksono: Tentang Tur Berisi Curhat dan Haters-nya

Tur dan karier Pandji Pragiwaksono.

Wawancara Eksklusif Pandji Pragiwaksono: Tentang Tur Berisi Curhat dan Haters-nya

tur sekarang lebih santai karena lebih kepada “curhat”

Apakah Pandji masih suka berhubungan dengan teman-teman yang rese itu?

Kalau cewek-cewek yang dulu ditaksir sih sudah tidak tahu ke mana. Kalau teman SD,  SMP, dan SMA kadang-kadang masih. Ada satu teman SD yang masih berhubungan sampai sekarang. Teman-teman SMP saya punya grup WhatsApp, tapi saya cabut karena berisik banget dan tidak jelas. Bukan cuma berisik broadcast, ada juga semisal “oke guys, sorry nih, gue lagi pengen bikin ini nih. Gue minta data lu—nama, nomor telepon, alamat, nama anak dan istri”. Apa-apaan nih? Alasannya, “Ya kan kita teman SMP”. Lah, teman yang sudah kerja lho, kita sudah nggak ketemu dari berapa puluh tahun, lalu tiba-tiba dia minta data-data pribadi. Seram juga lho itu. Tinggal tambah data nama kecil ibu dan nomor KTP saja sudah langsung bisa bikin kartu kredit tuh. Lalu di tiap minggunya ada saja yang bikin, “eh, kita kumpulin duit yuk buat si ini nih, soalnya anaknya lagi sakit.” Ini benar nggak sih? Kok kayaknya tiap minggu anak semua orang sakit? [tertawa] Mending cabut dari grup saja ya kan?

Tentang baliho pilihpandji.com, kenapa kepikiran pakai model promosi seperti itu? Reaksi seperti apa yang diinginkan dari audiens?

Stand Up Comedian itu sebenarnya indie artist, kita harus berusaha sendiri. Saya sadar tak punya modal untuk beriklan. Maka caranya adalah lewat media sosial. Masalahnya adalah susah banget untuk mendapat perhatian anak-anak di media sosial karena sudah terlalu bising di sana. Kita butuh mendesain metode promosi yang akan menarik netizen. Tapi di sisi lain ada banyak kendala, salah satunya kita manggung di Plenary Hall. Tidak pernah ada pelawak manggung di sana, baik itu grup maupun tunggal, baik di dalam atau luar negeri. Target lima ribu kursi juga belum pernah dicapai, bahkan penyanyi saja sulit untuk sold out. Harga tiketnya pasti menyentuh satu juta karena tempatnya mahal dan belum ada jaminan sponsor, sehingga terpaksa dibebankan ke tiket. Lalu di sisi lainnya, nuansa politiknya lagi kencang sekali pada 2018-2019 karena Pilkada dan Pilpres nanti. Jadi ngomongin apa saja pasti akan tertekan oleh tokoh-tokoh politik ini. Ibarat kata, kalau nggak jualan obat maag dan sirup, jangan beriklan di bulan Ramadan. Di sisi lain, saya bicara apapun di media sosial pasti dikaitkan dengan politik melulu. Oh, ya udah saya pikir paling benar kemudian adalah kita bikin sebuah metode di mana yang mendukung saya dan yang membenci saya akan sama-sama menyebarkan, begitu juga media. Maka yang terpikir pertama kali adalah bikin billboard. Tadinya mau di Jakarta, tapi mahal, tidak ada yang murah di kota ini. Di Bekasi saja lebih mahal daripada di Bandung. Akhirnya saya putuskan untuk bikin di Bandung saja. Saya berpikir, “jalan di Bandung yang banyak dilewati orang Jakarta tuh di mana ya?” Ya sudah akhirnya diputuskan di Cihampelas saja. Lalu saya butuh satu kota lagi yang netizen-nya ramai, yaitu di Jogja. Jadi dari pertama tuh konsepnya adalah menaruh billboard dengan saya pakai batik, lalu memberi slogan khas berpolitik, dan taruh website di situ. Nama website-nya adalah pilihpandji.com. Di dalamnya ada  countdown dengan teks “Pandji Merapat Bersama. Nah. kata “merapat” itu konotatif ke politik. Menjadi ramai banget, menyebar, dan viral. Setelah itu saya tahu saya harus mendesain handsign yang akan ditertawakan orang dan bakal dibahas semacam OK OCE-nya Sandiaga Uno. Saya berpikir apa yang kira-kira kelihatan tolol tapi bisa dibikin tampak serius. Maka dapatlah gaya ini [mempraktikan]. Foto itu akhirnya viral dan orang-orang mulai bilang,  “emang bangsat itu Pandji, ketahuan selama ini dia mau nyaleg!“ Biasanya mereka retweet foto billboard-nya lalu klik pilihpandji.com. Pokoknya yang saya butuhkan pilihpandji.com-nya kebawa ke mana-mana. Saya ke car free day pakai kaus, lalu orang-orang berpikir saya jadi caleg dan mereka minta foto, maka saya kasih gaya ala foto di billboard. Kebetulan ada influencer yang ada di kubunya Ahok dan benci sama saya, tapi tanpa mereka sadari mereka ikut menyebarkan. Dari 100 persen follower-nya, setidaknya 10 persen netral terhadap saya. Maka untuk yang 10 persen itu, informasi tentang pilihpandji.com merupakan sebuah informasi baru. Ditambah lagi saya mulai ketemu dengan teman-teman partai dan berfoto dengan mereka. Yang pertama foto dengan orang PAN, lalu orang-orang berpikir “wah, Pandji kayaknya masuk PAN nih”. Selanjutnya saya upload sebuah grafis yang warnanya sama dengan warna partai Perindo. Lalu nanti saya upload lagi video yang logonya kayak PAN, habis itu foto dengan anak-anak PKS. Saya minta bantuan Arie Kriting juga untuk bikin ramai foto saya dengan anak PKS. Tambah meledak lagi. Akhirnya awareness-nya gede banget sih. Pilihpandji.com itu salah satu faktor tiket saya terjual langsung sekitar 4000-an tiket. Karena waktu itu media ikut meliput dan mereka berasumsi sendiri. Saya sendiri tidak pernah menyebut saya nyaleg, baik di wawancara atau saat stand up. Pas lagi ditanya, “Mas Pandji sekarang lagi maju nih buat politik?” Saya cuma jawab, “yah saya sih cuma mendengar aspirasi dari teman-teman sekitar saya dan saya ingin membuat mereka semangat”. Media sendiri yang menulis di artikel, “Panji Memutuskan untuk Maju (Nyaleg)…..”

Sempat ada yang terbawa serius atau baper?

Banyak. Tidak pernah saya tanggapi. Dalam hati saya bilang, “kalau mereka tahu yang sebenarnya, malu itu pasti.” Saya dulu punya teman kuliah yang datang dan nyamperin saya yang lagi mau latihan, bilang “tahu nggak kenapa gue bilang lu itu nggak cocok masuk politik?“ Saya diam saja, lalu dia ngomong lagi, “Billboard lu itu jelek banget lho, kampungan! Kan lu anak desain. Kalau lu nggak bisa ngatur anak yang desain billboard lu, bagaimana mau ngatur semua orang?” Dia ngomong kayak begitu sambil live IG, jadi teman-temannya ikut nonton [terbahak-bahak].

Apakah ada target audiens tertentu untuk Pragiwaksono Stand Up World Tour 2018?

Tidak ada batasan umur. Siapapun boleh menonton. Malahan ada tempat penitipan anak untuk yang di Jakarta. Daripada bawa anak dan anaknya berisik seperti biasanya orang nonton Avenger. Ini hal yang baru karena tidak pernah ada konser yang menyediakan penitipan anak. Dan ternyata minatnya gede, menjadi salah satu alasan banyak orang untuk yakin beli tiket.

Apakah fasilitas itu sudah sepaket dengan harga tiketnya?

Tidak, bayar lagi. Karena kita kerjasama dengan mitra lain. Area penitipannya gede, ada tempat tidur dan tempat mainnya. Ada aplikasinya juga, jadi pas kita lagi nonton stand up bisa sambil memantau anak kita. Nanti ada reportnya apakah si anak sudah tidur atau belum. Keren.

Sudah pernah dilakukan di sebelumnya?

Sudah. Cuma kalau size kapasitasnya kecil untuk yang kemarin.

Berarti tur Pragiwaksono ini akan merangkul kalangan yang luas banget, bukankah jokes anak muda di rentang usia tertentu sudah berbeda-beda?

Sebenarnya tidak, karena kita semua punya keresahan yang serupa. Komedi punya tiga jenis ketawa, yaitu 1) mengajak penonton menertawakan saya, 2) mengajak penonton menertawakan orang lain, atau 3) mengajak penonton menertawakan dirinya sendiri. Yang paling universal adalah mengajak orang menertawakan saya. Mau penontonnya kakek-kakek atau anak muda 15 tahun, saat saya menceritakan kisah ngenes saya saat ditolak banyak cewek, semua akan tertawa. Tapi kalau sudah masuk ke topik lain memang agak rumit. Tapi ada cukup banyak joke yang rasanya cukup universal. Indonesia punya banyak isu dan permasalahan sosial yang sama, jadi orang-orangnya selalu punya keresahan serupa.

Di mana momen manggung di luar negeri yang paling berkesan?

Ada beberapa yang berkesan dengan alasan berbeda. Di Afrika berkesan karena outdoor, momennya lebaran, dan nol derajat celcius. Tapi mereka masih bisa ketawa, Dubesnya senang dan semua merchandise saya–buku, bantal, DVD—diborong, karena orang Indonesia di sana jarang ada untuk menghibur. Sementara di Melbourne juga berkesan karena ternyata itu yang penontonnya terbanyak di luar negeri. Saya tampil di gedung teater tertua di Australia. Tempatnya bagus banget tapi kayaknya ada hantunya sih, soalnya backstage-nya seram sekali. Satu lagi yang berkesan adalah Washington DC karena saya tampil 3 jam kurang 3 menit. Gara-garanya sebelum manggung saya habis nonton Louis C.K, stand up comedian terkenal. Jadinya saya masih semangat banget karena habis nonton komedian idola. Sesudah saya turun panggung, dibilangin “Bang, 2 jam 57 menit.” Anjing, lama banget. Saya langsung rebahan di panggung karena sakit punggung.

Tiga jam tanpa kehabisan bahan?

Bahannya sebenarnya sama, cuma ditambah improvisasi. Semakin pecah ketawa penontonnya, semakin berani stand up comedian berimprovisasi. Kalau misalnya suasananya malah anyep, jangan coba-coba improvasi deh. Yang kita mau sampaikan saja belum oke, bagaimana dengan yang sama sekali belum pernah dicoba? Tapi kalau crowd-nya empuk banget ketawanya, kita berani buat naik ke tempat-tempat yang belum pernah kita bahas. Dan di Washington DC, sepertinya sisi intelektual, sisi umur, referensi audiensnya sama, sehingga jokes kena semua. Pesertanya cuma sekitar 200 tapi menyenangkan.

Negara mana yang belum pernah disambangi tapi Pandji ingin sekali tampil di sana?

Sebenarnya banyak, seperti Spanyol, Korea, atau Italia. Begitu juga Rusia, cuma kendalanya adalah orang Indonesianya sedikit dan mereka tersebar-sebar. Mengumpulkannya di satu kota menjadi susah. Di Afrika pun tersebar, cuma saya dikasih tahu untuk cari waktu tampil di lebaran karena saat itu mereka berkumpul dari berbagai kota. Untung saya diizinkan keluarga ya.

Sempat terpikir untuk tampil dengan bahasa Inggris?

Ada sebuah festival komedi legendaris, namanya Edinburgh Festival Fringe. Semua stand up comedian legendaris pernah tampil di sana. Saya ingin sekali manggung di situ. Rencananya Agustus 2019 saya mengisi di situ. Dan itu akan jadi penanda pertama saya tampil dengan bahasa Inggris. Tapi memang susah banget tampil pakai bahasa Inggris, karena bukan cuma sekadar alih bahasa, tapi juga reference, soalnya mereka belum tentu mengalami hal yang sama dengan kita. Susah sih, tapi harusnya bisa.

Dalam satu kalimat, apa yang akan didapatkan penonton di tur Pragiwaksono?

Kalau misalnya ingin belajar tentang Indonesia dengan cara yang lucu: Pragiwaksono Stand Up Comedy World Tour di Jakarta, 26 Januari 2019.

Bakal seru banget kayaknya dengerin ceritanya Pandji setelah habis tenaga syuting sana-sini. Apalagi momentum politik Tanah Air yang tentu, bikin kita bisa kepo kayak gimana kondisi Indonesia saat ini dan yang akan datang lewat cara santai sambil tertawa bareng Pandji. Ya udah, langsung klik pilihpandji.com saja ~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini