Kadang kita suka menyederhanakan apa yang ada dalam dunia ini menjadi 2 kategori: haram dan halal. Dan Indonesia punya lembaga hukum yang seringkali menjadi bahan perbincangan karena gagasan-gagasannya dalam menimbang dan memutuskan halal-haramnya suatu barang atau tindakan, yakni Majelis Ulama Indonesia. Yah, memang tugas berat sih untuk itu. Nah, baru-baru ini, mencuat berita baru bahwasanya MUI Samarinda memfatwakan haram alat pembatas kecepatan atau polisi tidur. Ternyata, fatwa ini sudah diberlakukan sejak tahun 2013. Penasaran sama beritanya? Langsung aja yuk!
ADVERTISEMENTS
Dengan dalih membahayakan banyak orang, MUI Samarinda menetapkan bahwa polisi tidur itu haram
Setahu kita semua sih polisi tidur itu bermanfaat. Tentu saja, kalau enggak ya kenapa banyak orang rela capek-capek bikin polisi tidur. Fungsinya untuk memaksa pengendara motor, mobil, atau sepeda sekalipun untuk menurunkan kecepatannya, terutama di jalan-jalan kecil atau perkampungan. Namun, beda hal di Samarinda. MUI setempat menetapkan bahwa polisi tidur haram karena bisa membahayakan pengguna jalan. Nah, berikut penjelasan dari Ketua MUI Samarinda KH Zaini Naim
“Kalau keberadaan polisi tidur hanya mengganggu pengguna jalan, itu makruh hukumnya. Namun, kalau sampai menelan korban jiwa, hukumnya haram,” – Zaini, Minggu, 16 Oktober 2016 seperti dilansir dari malesbanget.com
Dalam keterangannya, Zaini menambahkan kalau polisi tidur tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku serta tidak sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
“Bahwa polisi tidur yang terletak di jalan umum, yang tidak sesuai dengan aturan Perundang-Undangan yang berlaku dan Qoidah-qoidah agama, merupakan gangguan yang menjadikan madhorot (bahaya) bagi umat/ pengguna jalan pada umumnya, apabila Polisi Tidur tersebut sampai membahayakan pengguna jalan maka hukumnya menjadi Harom,” via bintang.com
ADVERTISEMENTS
Sebenarnya polisi tidur yang sesuai dengan undang-undang itu bagaimana sih? Cek nih
Mungkin kita sering kesal kenapa banyak sekali polisi tidur yang tersebar hampir di seluruh pemukiman warga hingga gang-gang sempit. Semua itu terjadi karena sebagian masyarakat tidak memahami peraturan menteri perhubungan tentang alat pembatas kecepatan. Nah, daripada bingung. Ini nih pasalnya
Peraturan Menteri Perhubungan No.3/2004
Pasal 4: Alat pembatas kecepatan kendaraan hanya bisa dipasang di jalan pemukiman, jalan lokal kelas IIIC, dan jalan-jalan yang sedang dilakukan konstruksi. Selain itu perlu didahului dengan rambu peringatan.Pasal 5: Pembatas kecepatan kendaraan harus dibuat dengan ketinggian maksimal 12 cm, lebar minimal 15 cm, dan sisi miring dengan kelandaian maksimal 15%.
ADVERTISEMENTS
Kamu yang asal-asalan suka bikin polisi tidur sembarangan bisa kena denda sekian juta lho
Nah, jadi paham kan kalau ternyata polisi tidur itu punya banyak aturan. Walau mungkin terkesan ngawur, tapi ternyata keputusan MUI Samarinda untuk mengharamkan polisi tidur ini bisa membuat kita lebih peka terhadap seluk beluk keberadaan polisi tidur itu sendiri. Yah, ada hikmahnya lah. Lagipula seperti yang dikatakan oleh Pak Zaini bahwa tugas MUI hanya memberi nasihat lewat fatwa, apakah kemudian ada pelarangan lebih lanjut terhadap pembuatan polisi tidur itu tetaplah wewenang pemerintah.