Beberapa hari ini jika kamu membuka lini masa media sosial, kamu mungkin akan menemukan sebuah foto yang cukup mengiris hati. Foto tersebut memperlihatkan seorang ayah dan anak yang tengah makan di sebuah restoran cepat saji. Namun tampak hanya sang anak yang tengah menikmati hidangan, seolah sang ayah rela berkorban nggak makan demi anak perempuannya.
Foto tersebut kemudian viral dan dapat berbagai tanggapan dari warganet. Banyak yang kemudian terharu dan sedih karena teringat sang ayah dan pengorbanannya yang tiada tara. Namun ada juga sebagian lain yang justru mempertanyakan dari mana pengunggah mendapatkan foto tersebut. Banyak yang justru fokus soal legalitas mengunggah gambar yang diambil dari orang lain tanpa izin.
ADVERTISEMENTS
Di Indonesia, unggahan ini mengundang haru. Warganet pun mengenang jasa pengorbanan sang ayah secara berjamaah
Nggak sedikit yang kemudian tersentuh dengan foto viral tersebut. Restoran cepat saji yang tergolong sebagai makanan ‘mewah’ di negara-negara berkembang seperti Indonesia memang nggak terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah. Namun popularitas makanan cepat saji ini nggak jarang jadi favorit anak-anak dan remaja. Dalam foto, terlihat sang ayah yang hanya duduk sembari menyaksikan putri kecilnya makan. Pengorbanan sang ayah ini tentu bikin banyak orang jadi terharu. Warganet Indonesia pun ramai-ramai mengomentari foto yang diunggah oleh salah satu pengguna twitter yaitu @dewahoya.
Banyak juga yang kemudian segera telepon sang ayah karena rindu, ada pula yang berbagi kenangan masa lalu dengan ayahnya yang sudah tiada. Sedikit banyak foto ini memang menyadarkan banyak orang tentang perjuangan seorang ayah demi sang anak yang seringkali nggak disadari.
ADVERTISEMENTS
Namun berbeda dengan di Malaysia, unggahan ini justru mengundang perdebatan soal legalitasnya. Ada yang perang komentar ada yang lebih fokus ke makna fotonya
Seorang warganet Malaysia dengan akun @iamajayrahman mengunggah foto serupa di akun medsosnya hari Sabtu lalu. Foto tersebut kemudian viral. Sayangnya, warganet Malaysia justru mempertanyakan legalitas foto tersebut. Beberapa nggak setuju jika orang tersebut mengambil foto sembarangan lalu mengunggahnya tanpa seizin ayah dan sang anak yang ada dalam foto. Ada pula yang kemudian berprasangka kalau si pengunggah hanya pengen mencari retweet dan perhatian warganet dengan menggunakan foto yang mengharukan. Semacam menjual kesedihan untuk popularitas.
Perdebatan pun nggak terelakkan. Akun @iamjayrahman yang mengunggah foto tersebut mengatakan bahwa foto itu diambil oleh serang fotografer Swedia ketika berada di Filipina. Foto tersebut pun katanya sudah dipamerkan di festival seni beberapa tahun lalu. Sehingga ia nggak perlu disalahkan karena nggak meminta izin ayah dan anak di dalam foto. Namun kemudian ada juga warganet yang tetap menyalahkan pengunggah karena nggak menampilkan kredit dalam foto tersebut, seharusnya ia me-mention fotografer aslinya.
ADVERTISEMENTS
Di zaman di mana warganet saling berbagi unggahan, ngomongin hak cipta foto memang sulit. Tapi sebenarnya lebih penting mana sih dibanding maknanya?
Kemudahan bermedia sosial memang membuat orang semakin mudah untuk saling membagikan unggahan. Baik unggahan yang berupa kata-kata, suara, hingga foto. Seperti yang dilakukan oleh dua warganet yang membagikan foto mengharukan di atas. Mungkin sebagian orang merasa bahwa mengunggah kesedihan orang lain demi retweet dan like dari warganet itu nggak pantas, tapi di sisi lain makna dari unggahan mereka bisa menyadarkan orang banyak tentang pengorbanan sang ayah.
Kalau kita berpikiran positif, tentunya kita lebih mementingkan makna atau pesan yang berusaha disampaikan lewat unggahan tersebut. Karena dari sebuah foto yang mengharukan itu mampu menyadarkan banyak orang. Bukankah ini memberikan manfaat untuk banyak orang? Namun ada kalanya jika kita mengetahui siapa yang menciptakan konten tersebut, nggak ada salahnya memberikan kredit terhadap konten tersebut biar nggak ada kesalahpahaman.
Jadi bagaimana, Guys, menurutmu? Apakah menurutmu unggahan ini perlu diperdebatkan lebih lanjut atau pilih ambil hikmahnya saja nih? Kalau pun ada beda pendapat, berdebat yang sehat, ya! 🙂