Salam kenal, Kak!
Sungguh aku bingung harus memulai surat ini kalimat apa. Jujur saja ya, kak, aku bukan tipe orang yang pintar merajut kata. Apalagi jika harus menulis surat cinta. Namun apa daya, aku tetap harus berusaha melanjutkan kata demi kata yang sudah terlanjur kugoreskan ini. Semoga kakak tidak bosan dengan kalimatku yang terdengar basi.
ADVERTISEMENTS
Perkenalkan diriku, satu dari sekian anak baru yang terus memperhatikanmu.
Aku mulai suratku dengan sebuah perkenalan. Kenalkan, aku adalah salah satu dari sekian banyak mahasiswa baru di kampus kita tercinta. Satu dari sekian banyak anak baru yang sejak menginjakkan kaki di kampus ini selalu memperhatikanmu. Entahlah, dari ribuan subjek yang mengisi kampus ini, perhatianku hanya tertuju pada kakak. Aku berpikir keras, kenapa aku begitu sangat tertarik untuk selalu memperhatikan kakak. Dari cara kakak berbicara, cara kakak berteriak, hingga cara kakak mengatakan ‘tunduk, dek!’, semua seolah tak ada yang istimewa. Tapi, entak kenapa membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasa.
ADVERTISEMENTS
Hanya lewat surat ini, aku bisa mencurahkan semua isi hatiku.
Andai saja, aku bukan mahasiswa baru yang culun seperti yang kakak dan teman-teman senior lain bilang, ingin rasanya aku datang kepada kakak secara langsung. Menatap dalam mata kakak dan menyatakan semuanya dari hati ke hati. Lagi-lagi, aku tak mampu. Kakak boleh beranggap aku penakut, tapi emang begitulah adanya. Ketika sebuah tugas konyol menulis surat cinta ini datang, aku pun gembira. Kupikir inilah jalanku untuk mengungkapkan semua yang kurasakan pada kakak. Terserah, jika kakak menganggap aku penakut dan hanya berani lewat surat. Aku sama sekali tidak peduli. Yang terpenting, aku cukup lega karena sudah mencurahkan semua isi hatiku pada kakak.
ADVERTISEMENTS
Inilah yang kurasakan dari awal melihat kakak di pintu masuk fakultas.
Pagi hari yang begitu ngatuk karena sudah beberapa hari libur dan aku terbiasa bangun siang. Hari itu aku kembali harus bangun di pagi yang masih buat. Dengan mengantuk dan sedikit canggung, aku datang ke sebuah fakultas yang akhirnya menerimaku. Dengan kondisi yang teramat ngantuk, sebuah suara menghentak mengejutkanku. Suara teriakan dari kakak yang menyapaku dengan jauh dari kesan ramah.
“Cepat masuk! Niat jadi mahasiswa nggak?” seru kakak yang membuat nyawa-nyawaku yang tadinya masih melayang bersama mimpi kembali.
Aku dan beberapa mahasiswa baru lainnya pun hanya bisa tertunduk, tak berani menatap. Kami mempercepat langkah kami untuk memulai hari pertama ke kampus. Kejadian itu membuat segala tentang kakak memenuhi otakku. Untuk hari-hari selanjutnya, perhatianku hanya tertuju pada kakak. Rasanya ada magnet di tubuh kakak yang membuatku terus tertarik untuk memperhatikan.
ADVERTISEMENTS
Akhirnya, aku mengerti apa yang sedang aku rasakan dan aku memilih untuk tidak diam.
Beberapa hari, aku berangkat ke kampus dengan perasaan penuh tanya. Kira-kira apa yang sedang kurasakan. Mengapa aku begitu terpaku pada kakak. Aku berpikir keras untuk menemukan jawaban atas segala keresahan hatiku. Sampai akhirnya, aku sadar apa yang sedang aku rasakan.
Perhatianku, pada kakak sejak hari pertama kita bertemu, bukanlah karena aku terpesona.
Jantungku yang berdebar kencang saat mendengar suara kakak bukanlah karena cinta.
Jauh dari itu semua.
Kakak mencuri perhatianku karena memang mau tak mau aku harus terus memperhatikan kakak. Meski apa yang kakak perintahkan, apa yang kakak katakan, menurutku semuanya tidak berguna. Jantungku berdebar begitu kencang ketika mendengar suara kakak karena aku begitu takut. Takut lagi-lagi dihukum mengerjakan hal-hal bodoh.
ADVERTISEMENTS
Intinya, aku bosan dengan perploncoan yang nggak jelas untuk apa ini.
Aku paham, Kak, di zaman kakak masuk kuliah dulu kakak seniornya mungkin lebih parah dan sadis. Mungkin zaman kakak masuk kuliah dulu isu stop perplocoan belum marak, sehingga nggak ada tempat mengadu buat kakak ketika diplonco senior. Tapi, ya udah sih, kak, itu kan bukan salahku maupun teman-teman maba lainnya. Jangan balas dendam sama kita gitu dong! Sumpah, kita nggak tahu apa-apa soal masalah kakak.
ADVERTISEMENTS
Sebuah pesan terakhir dariku agar kakak hidup bahagia.
Saranku untuk kakak, daripada sibuk menanggapi dendam yang nggak mungkin selesai hanya dengan membalas ke kita, para mahasiswa baru, lebih baik kakak fokus sama kuliah kakak yang sudah di ambang batas. Buru-buru selesaikan kuliah agar nggak satu kelas dengan kami, para mahasiswa baru. Bergegaslah lulus, agar kami, para mahasiswa baru nggak perlu berebut tempat parkir, tempat duduk di kantin, buku perpustakaan, dan fasilitas kampus lainnya dengan kalian kakak-kakak senior yang betah di kampus.
Inilah tanda cinta dariku, mahasiswa baru, yang malas berurusan dengan kakak senior galak. Semoga dengan surat ini, kakak-kakak senior galak semakin terlecut untuk segara meninggalkan kampus ini.
Dariku,
Mahasiswa baru yang bosan dengan perploncoan