Selama merantau di pulau Jawa untuk bersekolah atau bekerja, kamu yang anak Ambon selalu terlihat mencolok di antara orang-orang lainnya. Perbedaan fisik yang tegas adalah salah satu alasannya. Selain itu, cara berbahasamu dengan kebanyakan orang di Jawa pun berbeda. Perbedaan ini pasti melahirkan kelucuan, kecanggungan, sampai sedikit kesedihan hingga hari ini.
Meski demikian, menjadi anak Ambon yang tinggal di Jawa begitu menyenangkan. Beginilah suka-duka yang kamu hadapi sebagai anak Ambon yang merantau ke pulau Jawa.
ADVERTISEMENTS
Kalau jalan-jalan ke luar, kamu akan jadi pusat perhatian. Padahal kamu sendiri nggak ngapa-ngapain lho…
Awal menginjakkan kaki di Jawa, kamu suka risih karena banyak orang melirik atau curi-curi pandang ke arahmu. Fisikmu yang cenderung berbeda menjadi faktor utamanya. Kamu pun jadi semakin merasa terasing. Sudah daerahnya sangat ramai dan berbeda dengan kampung halaman, orang-orangnya pun berbeda. Tapi, itu hanya sementara. Lama-lama, kamu pun terbiasa. Kamu jadi tahu bahwa orang-orang yang melihatmu mungkin penasaran apakah kamu orang Indonesia atau malah orang asing alias bule kulit hitam.
ADVERTISEMENTS
Banyak yang ngira kalau Maluku itu sama dengan Papua. Mbaaaak, Maas, nggak pernah belajar peta Indonesia?!
Enggak jarang juga, kamu dikira orang Papua. Walaupun kamu sudah menjelaskan bahwa kamu dari Maluku, ada juga yang menganggap Maluku itu sama dengan Papua.
Kamu : “Beta nih dari Ambon, Ibu…”
Ibu Warteg : “sama aja tho wong Ambon itu ya Papua juga…
Kamu : “…..” *ketawa aja deh*
ADVERTISEMENTS
Dipanggil dengan istilah ‘Pace-Mace’, itu biasa juga
Karena ada yang menyamakan Maluku dengan Papua, kamu pun sering dipanggil Pace Mace yang dalam bahasa Papua artinya Bapak atau Ibu. Ah, terserah deh!
ADVERTISEMENTS
Cara bicara orang-orang Jawa cenderung pelan, jadi nggak kedengeran. Beda dengan orang-orang di Maluku yang lantang kalau berbicara.
Di rumahmu, kamu biasa ngobrol dan bercanda dengan suara yang agak kencang. Waktu merantau ke Jawa, kamu awalnya kesulitan mendengar apa yang diucapkan lawan bicaramu. Habisnya mereka kalau ngomong pelan-pelan banget sih. Jadi nggak kedengaran deh.
ADVERTISEMENTS
Banyak yang menyangka kalau berkulit gelap berarti jorok dan jadinya bau. Ih enak aja. Kata siapa?
Enak aja! Kita juga wangi-wangi tauk! *sodorin parfum*
ADVERTISEMENTS
Sering gak sih ditanyain soal kerusuhan di sana? “Dulu pas kerusuhan, kamu umur berapa? Di mana?”
Orang-orang di Jawa banyak yang mengenal Ambon karena kerusuhannya di tahun 1999. Kamu sering ditanya-tanya tentang kerusuhan Ambon tersebut, walaupun mungkin kamu tidak tinggal di kota Ambonnya langsung.
Teman: “Waktu kerusuhan Ambon dulu kamu gimana? Di mana? Kena nggak? Seru?”
Kamu: *kok ‘seru’ sih? ‘Kan jadi males nanggepinnya!* “Aduh lupa, soalnya masih kecil. Hehehe…”
Karena kerusuhan Ambon sangat familiar di Jawa, jadilah anak Maluku disangka suka bikin rusuh.
Dan karena familiar banget dengan kerusuhan Ambon, anak Maluku pun sering disangka suka bikin rusuh. Memang sih, ada aja anak Maluku yang hobinya berantem, tapi ‘kan nggak semua. Kalau kamu sih memang niatnya buat belajar, males deh ngurusin ribut-ribut nggak jelas kayak gitu.
Buat anak generasi 90-an, joke khusus anak Maluku: “Seng ada lawan!”
Yang artinya nggak ada lawannya. Jokes ini muncul di era 90-an, waktu awal-awal pemilihan umum secara langsung di Indonesia.
Sering ditanya, “Di kampungmu ada apa?” Mereka nggak tahu aja kalau Maluku itu begitu cantik.
Selama di Jawa, kamu sering ditanya ada apa saja di kampung halamanmu. Mereka nggak tahu kalau Ambon itu kotanya sangat cantik, dan pulau-pulau lainnya di kepulauan Maluku pun menakjubkan. Meski Ambon adalah kota kecil, kamu sangat merindukannya. Rindu ketenangan di setiap sudutnya dengan latar Gunung Nona dan Gunung Salahutu. Kamu juga sangat rindu dengan indahnya Pantai Natsepa di sore hari.
Meski jauh dari rumah, kamu nggak merasa kesepian karena persaudaraan di rantau yang begitu kuatnya.
Kamu memang sering rindu dengan indahnya kampung halamanmu, tapi itu bukan berarti kamu kesepian. Selama merantau di Pulau Jawa, kamu tetap memiliki keluarga. Mereka adalah sesama orang Maluku yang juga merantau. Begitu kuatnya persaudaraan ini, kamu jadi merasa punya keluarga di Jawa.
Kalau ada Glenn Fredly konser, kamu dan teman-teman sesama Maluku selalu pengen nonton.
Kamu dan teman-teman mengidolakan penyanyi berdarah Ambon, Glenn Fredly. Ketika ada konser di kota tempatmu merantau, kamu dan teman-teman Ambonmu begitu ingin menontonnya tapi sayang kebanyakan tiket konsernya mahal. Jadi deh, kamu dan teman-temanmu harus menyisihkan uang kiriman jauh-jauh hari untuk bisa menonton suara indah Kakak Glenn.
Memang sih, nyanyi jadi bakat tersendiri bagi anak Maluku!
Suara yang indah sepertinya menjadi anugerah bagi anak Maluku. Tak sedikit yang bersuara emas dan didukung dengan kemampuan bermain alat musik. Anugerah itu sering kali kamu manfaatkan untuk menambah uang saku di perantauan. Jadi penayanyi cafe atau sekedar mengisi acara pensi pun lumayan untuk tambah-tambah.
Selain nyanyi, juga main bola…
Di samping berbakat dalam bermusik, anak Maluku juga berbakat dalam bermain sepak bola. Tak sedikit anak Maluku yang menjadi pemain sepak bola dan menjadi kebanggan karena membawa nama besar Indonesia di tim nasional.
Meski hitam tapi anak-anak Maluku dijamin manis-manis dan baik hati lho, Kakak…
Fisik yang berbeda tak membuat anak Maluku diperlakukan berbeda ketika berada di perantauan. Justru dengan penampilan yang berbeda, mereka jadi memiliki karakter dan gampang diingat oleh kawan-kawannya. Kulitnya sih boleh hitam, tapi tetap manis kok. Dan dijamin, senyumnya lebar dan wataknya baik hati! 😀