Setelah kemarin Hipwee mengajak kamu kembali bernostalgia dengan sinetron-sinetron jaman dulu. Pasti banyak dari kamu yang kangen dengan sinetron-sinetron tersebut. Bukan cuma karena bagus dan menginspirasi, tapi suguhan sinetron di zaman sekarang banyak dinilai sampah penuh kontroversi dan kurang mendidik.
Cap negatif sudah tersemat pada sinetron-sinetron zaman sekarang. Bahkan gak sedikit yang menilai sinetron sekarang itu merusak moral bangsa. Dan selalu ada kesan: cerita terlalu dibuat-buat sampai berfantasi. Bikin mual dan bosen, kan? Hu’um, sama…
Daripada bingung sama prakata di atas, yuk simak apa sih yang bikin sinetron-sinetron zaman baheula lebih cakep dari sinetron zaman sekarang. Cekidot!
ADVERTISEMENTS
Dulu: tema sinetron lebih variatif. Dari kekeluargaan sampe mistis. Gak melulu soal cinteee, Bu…
Makan tuh cinte!
Bagi anak 90-an, kayanya gak bakal ada yang gak kenal sama sinetron hits ‘Jinny Oh Jinny’, ‘Jin dan Jun’ dan ‘Tuyul dan Mbak Yul’. Ketiganya bertema tentang pertemanan manusia dengan makhluk-makhluk gaib. Tapi apakah tiga sinetron itu punya cerita sama dan bikin bosen yang nonton? Nggak sama sekali.
Kalau tiga sinetron itu banyak kesamaannya, mungkin kita bakal milih untuk nonton salah satunya aja aja. Sayangnya, masing-masing punya kekhasannya. Setiap episodenya selalu jadi hal yang kita tunggu-tunggu untuk ditonton.
Tema-tema sinetron pun lebih variatif. Bagi para pecinta sinetron bertema keluarga, dulu kamu bisa nonton Si Doel Anak Sekolahan dan Keluarga Cemara. Gak berhenti di situ, di kubu sinetron laga, kita dihibur dengan keberadaan Wiro Sableng, Deru dan Debu, Gerhana, Saras 008 atau Panji Manusia Milenium.
Buat kamu yang suka sinetron-sinetron berbau mistis, kamu pasti gak bakal lupa sama sinetron Si Cantik Jembatan Ancol, Misteri Gunung Berapi, atau yang gak dulu-dulu banget, kamu pasti tau sinetron Di Sini Ada Setan.
Â
ADVERTISEMENTS
Dulu: yang nulis naskah rela mikir keras demi cerita yang asli, bukan sekadar adaptasi dari film atau serial luar negeri
Membandingkan sinetron sekarang dengan sinetron dulu gak perlu susah-susah. Wong kerasa banget bedanya. Kamu bisa liat sendiri fenomena sekarang kalo sinetron-sinetron banyak yang diadaptasi dari film atau serial luar negeri. Gak sekreatif itu kah karya anak negeri kita ini?
Sinetron dulu membuat pencari ide atau penulis naskah berpikir ekstra keras untuk sebuah kualitas supaya gak sama kaya sinetron lain. Sekarang? Penulis naskah juga berpikir keras – sedikit mengesampingkan kualitas – untuk mengejar kuantitas. Kuantitas jumlah episode.
ADVERTISEMENTS
Â
Dulu: nuansa kesederhanaan yang ditampilkan, bukti bahwa tayangan televisi tak boleh jauh dari jati diri masyarakat
Pemerannya manusia, judul sinetronnya serigala, adegannya vampir-vampiran. Begitu bunyi salah satu meme yang beredar di dunia maya. Ah kalau dipikir-pikir mah lieur.
Sinetron jaman dulu menampilkan kisah kesederhanaan dan tak sedikit yang mencerminkan kehidupan orang-orang di Indonesia. Sebut saja sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan’. Intinya langsung bisa kita tangkap bahwa sinetron tersebut kisah masyarakat Jakarta yang senantiasa mempertahankan nilai-nilai tradisional di tengah arus modernisasi.
Selain itu, ada sinetron ‘Keluarga Cemara’. Penuh dengan kesederhanaan. Sinetron ini mengajarkan kita supaya selalu sayang pada keluarga dan lebih menghargai jerih payah orangtua yang telah susah payah mencari nafkah.
ADVERTISEMENTS
Sekarang: berita aneh sering muncul saat ini. Sinetron kaya inspirasi dan sarat nilai moralnya mentok di masa lalu sih
Setiap hari, sinetron yang tayang berganti dan kita kudu nunggu minggu depan buat tau kelanjutannya. Makanya, ngapalin jadwal sinetron mingguan sungguh menyenangkan. Kadang kita saling mengingatkan jadwal sinetron apa hari ini.
Kita dulu bisa banyak belajar dari sinetron. Contohnya dari sinetron ‘Keluarga Cemara’. Kita sebagai pemirsa bisa belajar bagaimana kesabaran Abah dalam memimpin keluarganya. Penuh kesederhanaan.
Ada juga sinetron ‘Bidadari’ yang mempunyai pesan moral, kebaikan yang kita lakukan akan selalu berbuah kebaikan. Kalau ngga, kita belajar dari sosok Doel di sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan’ tentang pentingnya mengenyam pendidikan yang tinggi.
Beda sama sekarang, berantem aja kebiasaannya. Mau anak muda, mau orang tua. Pergaulan juga udah banyak yang melenceng dari nilai-nilai ketimuran. Hiii, jadi gregetan sendiri ah!  Makanya, gak heran banyak berita aneh di zaman sekarang. Wong contohnya bukan Si Doel, Abah, Junaedi, atau Lala lagi orang-orang zaman sekarang mah.
Â
ADVERTISEMENTS
Sekarang: awalnya bisa dimengerti, tapi lama-lama melenceng jauh dari inti cerita. Alurnya berbelit dan gak ada ujungnya
Tuntutan sinetron kejar tayang bukan cuma soal bagus enggaknya akting seseorang dalam sebuah adegan. Infotainment biasanya menyorot artis-artis di tengah kesibukan syuting. Pret! Mending perhatiin itu kru-kru filmnya, terutama penulis naskah.
Sistem kejar tayang membuat seorang penulis naskah mesti puterin itu otaknya supaya jalannya sinetron bisa jadi lebih lama. Kalo bisa sampe ribuan episode. Ini lebay. Tapi ini memang lumrah. Sinetron dengan ribuan episode. Dan biasanya konfliknya bakal ditambah, sampe bisa melenceng dari inti ceritanya.
Masalah sinetron emang soal selera. Mirip kaya kita waktu denger sebuah lagu. Cocok apa enggaknya tergantung kuping kita. Pun begitu soal tontonan. Setiap kamu pasti punya selera dan opini masing-masing soal itu.
Tapi soal sinetron-sinetron zaman dulu, itu mirip lagu-lagu nasional deh. Kita pasti suka nyanyiin lagu-lagu nasional pas upacara bendera buat ngejaga rasa nasionalisme kita. Kita pun suka nonton sinetron-sinetron di zaman dulu. Bukan cuma buat hiburan, tapi buat belajar tentang kehidupan.
Salam #TeamSinetronJadul…