Zaman edan, orang-orangnya lagi hobi seksi-seksian. Yang menikmati bukan orang sembarangan, hanya laki-laki yang butuh hiburan dan punya duit secara kebetulan. Tubuh perempuan jadi sasaran empuk untuk mata-mata jelalatan. Alih-alih risih, tubuh-tubuh itu malah sengaja dijual. Sebagian karena tuntutan perekonomian, sebagian murni berlandaskan kebanggaan.
Dibangunnya cabang restoran Hooters di Indonesia adalah fenomena nyatanya. Restoran asal Atlanta, Amerika ini sudah berdiri dengan gemulainya di tanah Kemang Raya. Hooters adalah konsorsium pengusaha asal Clearwater: Lynn D. Stewart, Gil DiGiannantonio, Ed Droste, Billy Ranieri, Ken Wimmer dan Dennis Johnson. Sudah berdiri sejak 1 April 1983 dan terus melebarkan sayapnya ke berbagai negara, dan kini giliran Indonesia.
ADVERTISEMENTS
Ada dua hal yang membuat Hooters sukses di negeri asalnya: menu ayam dan baju pelayan yang minim
Restoran ini menyediakan menu ayam goreng dan yang paling populer adalah sayap ayamnya. Tapi bukan cuma itu saja, karena sebenarnya daya tarik lainnya adalah pelayan cantik berbalut baju seksi nan minim. Mereka disebut Hooters Girls. Tak sembarangan melayani, sebelumnya mereka harus mengikuti pelatihan intensif agar tak mengecewakan pelanggan Hooters.
ADVERTISEMENTS
Entah apa urgensinya Hooters harus diadopsi pula di Indonesia
Jumat (24/03/2017) Hooters melakukan soft launching secara resmi di jalan Kemang Raya No. 5, Mampang prapatan Jakarta Selatan. Kali ini masih dikhususkan untuk kalangan tertentu. Tapi kabarnya Hooters sudah melakukan promosi makan dan minum gratis untuk 150 pelanggan pertamanya. Bukan apa-apa, tapi semendesak itukah kebutuhan kita (Jakarta atau Indonesia) akan restoran yang menyajikan “pemandangan” wanita-wanita berpakaian minim?
ADVERTISEMENTS
Bisnis boleh suka-suka, pandangan tentang batas keseksian boleh beda. Tapi kalau menjadikan wanita sebagai objek jualan, apa kita setuju saja?
Restoran ini memang kontroversial, tak sedikit yang menganggapnya memanfaatkan wanita sebagai objek jualan mata. Pakaian mereka yang seksi juga cukup menyentil sebagian golongan masyarakat yang mengunggulkan budaya kesopanan. Berbisnis ayam goreng boleh saja, mengadopsi restoran asing pun tak ada larangannya, tapi agak riskan sebenarnya jika kemudian strategi yang ditawarkan sedemikian murahan. Jual sayap ayam atau paha wanita nih?
Pilihan berpakaian memang hak asasi manusia, namun pilihan berbusana minim di restoran ini seperti dikomodifikasi sedemikian rupa hanya untuk menarik keuntungan ekonomi. Miris, jika wanita-wanita ini hanya menjadi objek jualan mata bagi para lelaki yang miskin cara berpikirnya untuk mengontrol gairah. Kalau ini sukses pasti akan merambah ke kota lain juga. Bagaimana pendapat kamu?