Jakarta memang jadi magnet buat para lulusan perguruan tinggi mencari pekerjaan. Bukan hanya soal gaji yang tinggi, lapangan pekerjaan yang variasinya beragam juga tersedia di sana. Tapi gak mudah loh untuk bisa bekerja, apalagi hidup di sana.
Nah, mumpung Jakarta dan warganya sedang bersukacita karena berulang tahun, Hipwee mau cerita-cerita nih hal unik (dan sebagian reflektif) tentang Jakarta. Paling gak cerita-cerita ini bisa bikin nostalgia awal-awal kedatanganmu di Jakarta buat yang sudah jadi warganya, serta gambaran buat yang baru akan ke sana. Beberapa pendatang atau perantau baru barangkali pernah mengalami hal-hal ini dan jadi geleng-geleng kepala. Kalau-kalau kamu nanti hendak merantau atau sekedar jalan-jalan di sana, maka kamu tidak akan kaget lagi. Selamat membaca!
ADVERTISEMENTS
1. Makan di angkringan Rp 25.000,00 untuk sendiri saja itu dianggap murah. Padahal kalau di kota lain (Misal: Jogja), sudah bisa buat dua-tiga orang!
Memang biaya makan di Jakarta tidak murah. Kalau kamu lihat dari penampilan tempatnya, bisa saja kelihatan murah meriah seperti di kampung halaman. Sebut saja warteg pinggir jalan tanpa bangunan tetap atau angkringan. Tapi tetap saja hitungannya akan mahal. Bagaimana dengan menu-menu di kafe, mall, atau restoran? Ya, itulah mengapa gaji kamu besar di Jakarta. Sebab biaya hidupmu pun juga besar.
ADVERTISEMENTS
2. Jangan sakit hati kalau janjian habis pulang kerja dan harus menunggu lama banget. Daripada terjebak macet lama, lebih baik menunggu macetnya hilang dulu.
“Kok belum sampe sih? Kan kita janjiannya jam 6?”
“Ah kamu kayak gak tahu aja. Kalau langsung ketemu jam 6, percuma juga. Jalanan macet dan ujung-ujungnya sampe sana jam 8. Mendingan kan berangkat jam 8. Terus 15 menit kemudian udah sampe dan ketemu kamu.” *sambil pasang muka senyum*
?!?!?!
Jangan sakit hati ya kalau dibegituin. Sebagai pemula, kamu harus belajar caranya mengatur efisiensi mengatur waktu di ibukota dari orang lain. Apalagi kalau mau bermobilitas, harus tahu deh kapan waktu-waktu gak macet dan jarak tempuhnya.
ADVERTISEMENTS
3. Masih gara-gara macet, pulang kantor pun kamu gak bisa langsung ke rumah. Pelariannya adalah kafe, mall, bioskop, atau restoran terdekat.
Banyak sekali lho para perantau di Jakarta yang melakukan ini: tidak langsung pulang setelah jam kantor usai. Bisa saja mereka masih berjibaku dengan pekerjaan kantor atau lembur. Tapi banyak juga yang baru akan pulang ketika kemacetan sudah reda. Daripada terjebak kemacetan berjam-jam dalam angkutan, badan kaku, pegal-pegal, mengantuk, lapar, serta bosan, lebih baik jalan-jalan dulu ke area publik yang tak jauh dari kantor. Misalnya makan malam di kafe, restoran, atau mall. Atau berbelanja baju dan kebutuhan rutin di rumah. Kalau sedang ada film bagus yang baru dirilis, mengantri dan menonton film berdurasi dua jam akan sangat membantu mengusir kebosanan karena macet.
ADVERTISEMENTS
4. Meski malam bisa sedikit lebih sepi (macetnya udah lancar), tapi Jakarta itu ‘bangun’ terus selama 24 jam sehari. Apalagi bila akhir pekan tiba.
Jakarta memang tidak pernah ada matinya. Banyaknya tekanan hidup di sana, mulai dari kemacetan, deadline pekerjaan, jauh dari keluarga, atau persaingan hingga sikut-sikutan. Hal-hal itu membuat kebutuhan penghuninya jadi lebih kompleks. Apalagi soal masalah hiburan. Usai kerja orang bisa memilih jalan-jalan dulu atau langsung pulang. Yang memilih jalan-jalan pun bebas menentukan mau ke mana dan akan pulang jam berapa.
Beberapa pekerja mungkin akan pikir-pikir jika pulang larut malam dan besoknya masih harus bekerja. Oleh karenanya, akhir pekan jadi waktu yang pas untuk bersenang-senang. Misalnya dengan pergi clubbing. Paling tidak alunan musik dan sedikit joged bisa menghilangkan rasa jenuh dan stres akibat terlalu beratnya beban kerja.
ADVERTISEMENTS
5. Motor naik trotoar itu biasa. Tapi jangan coba-coba memarahi kalau gak mau dimarahi balik.
Kalau di daerah asalmu trotoar itu sepi dan hanya untuk pejalan kaki serta warung kaki lima, jangan kaget kalau ke Jakarta. Sepeda motor bisa saja berbondong-bondong naik ke trotoar untuk pejalan kaki. Bukan motor parkir dan jumlahnya tidak satu dua. Memang sih ini melanggar aturan lalu lintas. Tapi kalau sudah macet, kepepet apalagi masalah kerja, bisa apa? Hati-hati juga kalau mau menegur mereka yang melanggar peraturan lalu lintas dengan mengendarai motor di atas trotoar. Bisa-bisa malah kamu yang kena semprot balik. Mungkin jalan terbaiknya adalah ngalah deh. Hehehe…
ADVERTISEMENTS
6. Kalau biasanya kamu masih lelap, anak sekolah sudah nyegat angkot sejak pagi-pagi buta.
Jangan heran kalau di pagi buta, sekitar setelah waktu subuhan, kamu akan menemui jalanan dan stasiun sudah ramai. Yang di jalan sudah ramai karena banyak anak sekolah mencegat kendaraan umum seperti angkot. Sedangkan stasiun kereta api sudah mulai didatangi pekerja-pekerja yang hendak berangkat ke kantor dengan KRL. Waw, rajinnya! Habisnya jam segini, di kampung halaman, kamu masih bisa tidur nyenyak atau tidur lagi setelah sholat Subuh.
Sekedar info, beberapa perantau baru biasanya akan mendapatkan kos di dekat kantor. Tapi lama-kelamaan sulit bagi mereka mencari tempat tinggal di dekat kantor. Harganya pun semakin mahal. Ketika berkeluarga, tak jarang mereka akan tinggal semakin jauh dari Jakarta. Misalnya di Bekasi, Tangerang, dan daerah-daerah sekitarnya. Namun wilayah kerja mereka masih di Jakarta. Oleh karenanya, tak heran mereka berangkat bekerja sebelum ayam berkokok demi menempuh jarak yang begitu jauhnya.
7. Keberadaan Polisi Cepek mungkin menyusahkan. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, mereka membantu kita dari kemacetan yang lebih menyusahkan.
Ketika mengendarai mobil di Jakarta dan hendak balik arah, bukan berarti kita bisa belok begitu mudah ketika ada belokan. Arus kendaraan yang padat dari kedua arah, bisa membuat kendaraan yang ditumpangi berhenti begitu saja. Tak heran apabila kita temui Polisi Cepek di beberapa ruas jalan di Jakarta. Bagi beberapa orang, mungkin Polisi Cepek tak lebih dari sekedar pungli. Akan tetapi di saat tidak ada polisi ‘beneran’ yang bisa mengatur arus lalu lintas, jasa Polisi Cepek ini memang patut dihargai. Apalagi mereka sudah berani berpanas-panasan dan mempelancar laju kendaraan kita.
8. Mau pergi ke tempat yang jaraknya cuma beberapa kilo bisa memakan waktu 4 jam. Makanya waktu tempuh satu jam itu bisa dibilang sebentar dan cepat!
“Sabar ya! Masih di tol nih…”
Maklum saja, soalnya jalan di Jakarta dekat tapi memutar hebat.
9. Kalau dengar kata “village” jangan bayangin desa yang penuh pohon, sawah, pak tani serta si sapi, ya!
Kenyataannya, bukan desa seperti itu yang akan kamu temui. Sebutlah Pejaten Village atau Kemang Village. Keduanya bukan desa, melainkan sebuah bangunan mall yang megah. Ada pula yang namanya “city” tapi bukanlah kota. Justru dia adalah bangunan mall juga. Sebut saja Gandaria City, Thamrin City, Senayan City, Kuningan City. Pokoknya kalau kamu ingin tahu tempat-tempat di Jakarta, sering-seringlah buka google dan buka peta di google maps dari ponsel deh!
10. Kalau di kota asalmu, setiap mall punya namanya sendiri-sendiri. Di Jakarta malah ada mall yang punya nomor urut kayak sekuel film.
Sebut saja Pondok Indah Mall atau PIM. Ia punya tiga mall dengan nama tenar PIM 1, PIM 2, dan PIM 3. Padahal nama Pondok Indah sendiri merujuk pada nama tempat. Maka dalam satu daerah yang berdekatan, Pondok Indah memiliki tiga mall besar sekaligus. Benar saja, nyatanya ketiga mall tersebut saling berdekatan dan dihubungkan dengan jembatan khusus.
Apapun keunikan dari Jakarta, kota ini tetap saja punya arti khusus. Apalagi untuk kalangan pekerja pemula. Yang tua-tua bisa saja mulai lelah dan kembali ke kampung halaman atau daerah. Tapi pengalaman dan gemblengan karaktermu selama tinggal di Jakarta, membuatmu tangguh dalam situasi sekeras apapun. Jangan heran sepulangnya dari Jakarta, mereka-mereka akan jauh lebih sukses berkat gemblengan tersebut.
Selamat ulang tahun, Jakarta! Jayalah selalu dan semoga semakin ramah untuk kaum muda yang tengah mengadu nasib.