Bagi kamu pecinta film drama remaja Indonesia, tentu tahu film berjudul Dear Nathan: Hello Salma yang baru dirilis 18 Oktober 2018 kemarin. Film ini merupakan sekuel dari Dear Nathan yang sudah tayang tahun 2017 lalu. Bercerita tentang kisah cinta dua remaja SMA, film yang disutradari Indra Gunawan ini menawarkan konflik pelik anak sekolahan. Selain soal cinta, ternyata ada isu menarik yang berusaha diangkat oleh sang sutradara dalam lanjutan Dear Nathan ini.
Sebuah keberuntungan saat Hipwee mendapat kesempatan bertemu dan ngobrol langsung dengan cast Dear Nathan: Hello Salma; Jefri Nichol (sebagai Nathan), Amanda Rawles (sebagai Salma), dan Devano Danendra (sebagai Ridho). Hari Sabtu (27/10) kemarin, kebetulan para pemeran film ini sedang berada di Jogjakarta untuk menggelar acara Meet and Greet sekaligus Cinema Visit di Ambarrukmo Plaza. Penasaran? Apa saja sih yang Hipwee obrolin bareng mereka? Yuk, intip ceritanya dalam sekelumit wawancara berikut ini!
Halo! Sebelumnya, apa kabar nih??
Jefri, Amanda, Devano: Baik, baik!
Jadi, boleh diceritain sedikit nggak sih tentang filmnya yang baru ini, apa hubungannya sama yang Dear Nathan 2017 kemarin?
Jefri: Oke, ini kelanjutan dari kisah cintanya Nathan dan Salma, mereka udah setahun pacaran dan lagi romantis-romatisnya gitu. Di sini Nathan juga udah sedikit dewasa sih, karena Salma yang udah ngebantu dia melewati masa keterpurukan, pas keluarganya masih hancur. Tapi di sini Nathan masih suka berantem nih, karena dia paling nggak suka lihat orang dilecehin lah, denger cewek direndahin lah, dan akhirnya dia berantem. Ketahuan sama Salma, kenapa masih berantem sih, kenapa nyelesein masalah nggak pake omongan aja. Pas Nathan mau jelasin, Salma nggak mau dengerin, Nathan juga terlanjur baper, jadi ya udah, split, putus. Akhirnya Nathan pindah sekolah juga karena berantem yang terakhir itu. Terus Nathan ketemu Rebecca di sekolah baru … ehm ….
Terus ada konflik baru, ya?
Jefri: Yap, akhirnya ada konflik baru, Nathan lihat Rebecca pas mau lompat dari gedung sekolah, dan waktu itu Nathan kayak lihat dirinya yang lama, yang masih terpuruk dan di situ Nathan punya misi membantu Rebecca keluar dari keterpurukan itu.
Berarti kalau dari segi cerita kayak lebih kompleks, ya, yang kedua ini?
Jefri: Iya, lebih kompleks lagi.
Amanda: Karena, kan, melibatkan lebih banyak pemain juga, ya, ada Rebecca, dan beberapa pemain baru.
Proses syutingnya sendiri berapa lama?
Jefri: Ini selama 16 hari.
Amanda: Tapi padat. Hehe.
Dari kapan sampai kapan kalau boleh tahu?
Amanda: Dari … aduh, pokoknya pas puasa deh, awal-awal ….
Oke, menurut kalian, khususnya buat Amanda dan Jefri, apa sih yang membedakan selama proses syuting film pertama dan kedua ini? Mungkin yang paling berkesanlah buat kalian
Jefri: Kalau dari proses syuting pasti pas puasanya itu ya. Tapi yang paling beda itu ya dari segi cerita dimana kita nggak cuma bahas percintaan tapi bahas mental illness yang dihadapin sama siswa-siswi zaman sekarang. Nggak cuma zaman sekarang sih, mungkin zaman dulu juga ada. Dan pressure dari orangtua, harus masuk universitas bagus dengan jurusan yang ortu mau. Sedangkan anaknya kapabilitasnya nggak di situ. Yang kayak gitu sih yang bedain film ini, karena relatable banget sama sekarang.
Kalau dari Manda sendiri?
Amanda: Kalau dari aku sih sama ya, dan itu pasti bikin kesulitan juga sih buat aku sebagai actress-nya, karena menurut aku ceritanya itu relatable banget, problemnya sangat sulit banget, gimana caranya aku memainkan karakternya juga relatable. Jadi ketika orang nonton tuh kayak, “Aduh, Salma tuh gue banget,” karena kan itu a big thing, ya, depresi. Gimana caranya aku bisa mencerminkan orang yang depressed gitu. Itu susahnya.
Perlu belajar dulu nggak sih, mungkin dengan nonton film-film tentang depresi, atau gimana gitu?
Amanda: Ehm … nggak sih, cuma pernah ngalamin fase-fase itu, pas masa remaja, kan, dan aku pernahlah mengalami itu. Dan aku juga baca novelnya, biar bener-bener melekat sama Salmanya itu.
Untuk Devano mungkin, sebagai pemeran yang baru ya, ada kesulitan nggak sih membangun chemistry sama pemain-pemain lama yang sudah terlibat duluan?
Devano: Kesulitannya mungkin karena ini film pertama, ya, pas mengatasi rasa gugup gitu. Dan ini juga sesuatu hal baru buat Devano, awalnya bernyanyi dan ke dunia akting tuh beda banget, Vano harus kerja keras banget sih.
Berarti ini film pertama. Terus perlu belajar akting dulu atau gimana gitu nggak kemarin?
Jefri: Ah, dia sih udah jago. Hahaha
Devano: Nggak sih, sebenarnya ini kita ada coach-nya. Itu ngajarin aku banget sih, gimana caranya jadi pemeran antagonis.
Kalau menurut kalian, apa sih yang perlu dilakukan anak muda ketika mereka merasa depresi, ya, selama menjalani peran dalam film yang mengangkat isu itu, kira-kira apa yang perlu mereka lakukan nih?
Jefri: Kalau dari aku sendiri, aku pernah … ehmm, nggak tahu ini depresi atau nggak, tapi aku kayak ngerasa kosong aja gitu, di mana aku menjalani aktivitas kayak kosong. Rutinitas sehari-hari, ketemu fans, seneng, tapi habis itu kosong lagi. Dan di situ aku nemuin, aku kurang bersyukur, menurut aku itu sih. Kenapa kita bisa merasa kekosongan itu, karena kita kurang bersyukur. Di mana kita harus lihat orang-orang lain yang kurang beruntung gitu. Misalnya aktor-aktor lain yang berusaha sampai umur 50 belum jadi-jadi gitu. Sedangkan aku umur 19 tahun udah main beberapa film, lumayan banyak. Dan di situ balik lagi sih mood-nya. Jadi lebih bahagia ngejalaninnya.
Berarti soal rasa syukur, ya. Kalau dari Manda mungkin?
Amanda: Sama sih, dan mungkin yang paling penting di sini, yang berperan bukan cuma diri kita tapi juga orang sekitar kita. Dan itu yang pengen kita kasih tahu di film ini. Especially orangtua, harus lebih aware dengan depression itu. Jangan meremehkan hal itu. Karena balik lagi, the cause of it ya orang di sekeliling kita sih, the cause of depression itself.
Berarti nggak cuma dari diri sendiri tapi juga perlu bantuan dari sekitar kita gitu, ya. Mungkin Devano ada yang lain?
Devano: Ya, bener banget, sebenarnya yang paling penting itu orangtua. Karena film ini juga tentang tekanan dari orangtua, jadi kita berharap sih orangtua juga bisa apa, ya, … berperan menjadikan anak-anaknya baik.
Mungkin pesan singkat buat penggemar yang ngikutin dari awal Dear Nathan kemarin sampai sekarang, pesannya… satu dua katalah, tiga kata boleh~
Jefri: 1 kalimat?
Boleh deh boleh …
Jefri: Yaa … semoga penonton terhibur sih, karena tujuan kita bikin film ini buat menghibur, dan nilai-nilai moral inspiratifnya itu nilai plus aja kalau mereka bisa nangkep gitu. Yang lagi membutuhkan, semoga bisa menginspirasi mereka, ya. Semoga suka sama filmnya dan kalau suka, mohon di … apa, ya, disebarkan!
Dari Manda?
Amanda: Dari aku, semoga pembaca novelnya, penonton film yang pertama, akan nonton film yang kedua ini dan nontonlah dengan pikiran terbuka. Jadi jangan terlalu close minded, kayak, “Gue mau filmnya tuh harus persis sama buku,” ya, gitulah ada expectation tersendiri, menurut aku try to watch it with the open-minded mind, ya … lebih yang coba menghibur diri aja, jangan terlalu berharap banyak.
Dari Devano?
Devano: Ya … semoga suka. Dan aku juga berharap nggak dari kalangan remaja doang yang nonton tapi semua kalangan, dari orangtua mungkin, atau yang lain. Jadi, sebarin filmnya.
Okay! Mungkin segitu dulu dari kita, terimakasih banyak ya atas waktunya!
Jefri, Amanda, Devano: Oke, sama-sama!
Nah, gimana? Seru, kan, obrolan Hipwee bareng cast Dear Nathan: Hello Salma? Buat kalian yang belum nonton, segera deh nonton filmnya, karena film ini nggak cuma soal cinta-cintaan doang, tapi banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik di dalamnya. Selamat menonton, ya!