Dari kolom komentar menuju relung hati seorang warganet yang kesakitan—perundungan, debat kusir, sampai ujaran kebencian bisa ditemukan di media sosial, korban pun berjatuhan, dengan rasa sakit bahkan luka traumatis. Debat kusir yang acap kali keluar, dari mulai ngomongin bumi datar sampai bicara pendapat hati nurani semua hal ini mirisnya nggak sedikit yang berakhir dengan amarah dan kebencian. Ini perlu disembuhkan, warganet perlu kesegaran yang nyata, perlu lelucon yang segar bukan sekadar aksi keberpihakan yang utopis, tanpa alasan jelas.
Ya! Kita butuh lelucon cerdas, karena lelucon receh sekarang malah dianggap sampah, miris! Bicara soal lelucon, kita akan ingat sosok Dr.(H.C.) K. H. Abdurrahman Wahid, yang akrab kita sapa Gus Dur. Ia adalah tokoh penting Indonesia, pemimpin politik yang menjadi presiden keempat Indonesia.
Boleh dibilang, Gus Dur adalah sosok yang penuh dengan toleransi, seperti katanya juga, “Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin besar rasa toleransinya.” Rasa toleransi Gus Dur mungkin ia tuangkan salah satunya lewat lelucon yang kerap beliau sasarkan ke sejumlah kerabat bahkan masyarakat. Langsung simak saja, biar nggak ‘gerah’!
ADVERTISEMENTS
1. Lelucon Gus Dur tentang sikap ‘gila’ para presiden Indonesia. Kocak deh!
ADVERTISEMENTS
2. Leluconnya masih sama, soal presiden Indonesia. Tapi yang ini lebih kocak lagi 😀
ADVERTISEMENTS
3. Gus Dur punya cara terbaik buat berkenalan dengan orang, walaupun berlainan keyakinan. Respect dah!
ADVERTISEMENTS
4. Saat suasana politik terasa kaku, Gus Dur dengan gaya bahasa dan selorohnya berhasil bikin suasana adem
ADVERTISEMENTS
5. Dia paham, lelucon bijak paling menarik adalah soal menertawakan diri sendiri … nggak ada yang sakit hati tapi lucu terdengar
ADVERTISEMENTS
6. Cara mencintai sebuah keyakinan dengan perasaan yang jujur dan damai
7. Toleransi dalam berkeyakinan dia wujudkan dengan cara berdamai dengan siapa saja dan menebar tawa dengan sesama manusia
8. Meski sedang menderita karena sakit gigi, tapi ada saja kata-kata jenaka yang diucapkannya
Tuhan Tak Perlu Dibela adalah buku kumpulan tulisan Gus Dur di Tempo, yang mungkin masih cukup relevan untuk dibaca sekarang. Lelucon yang disampaikan Gus Dur sebagian berisikan hal yang sebenarnya tentang “menertawakan diri sendiri”, menertawakan kepayahan manusianya, alih-alih menangisi kekecewaan.
Kalau boleh bilang ada dua tipe warganet berdasarkan cara mereka meresapi nasib, ada yang woles, selow penuh lelucon, ada yang super tegang, emosional, dan penuh curiga. Dua-duanya nggak ada yang salah, yang jadi masalah kalau mereka berantem.