Film komedi bukanlah sebuah tameng di balik masuk akalnya sebuah jalan cerita. Justru semakin logis, komedi bakal semakin menjadi. Paling nggak kali ini Raditya Dika sudah berusaha keluar dari zona nyaman dan mengurangi jenis komedi slapstick yang sarat dengan derita, celaka, dan aniaya. Alhasil, meski tetap banyak yang perlu diperbaiki, tontonan ini masih bisa jadi rekomendasi tontonan menghibur untuk masyarakat pada umumnya.
Menertawakan penderitaan dan fisik seseorang sering kali jadi jenis komedi receh yang mudah dalam mendapat tawa, tapi sulit menjadikannya berkualitas. Secara nggak langsung, jenis tawa seperti inilah yang bisa membuat masyarakat salah paham mengenai mana yang harus dijadikan bahan bercanda dan mana yang benar-benar perlu diseriusi. Komedi slapstick seperti ini seharusnya jadi segmen khusus bagi mereka yang sudah percaya diri mampu menyikapi informasi dan menikmati tontonan dengan bijak.
Acap kali menampilkan komedi berbau slapstick, Raditya Dika kini mencoba keluar dari zona nyaman dan memainkan kemampuannya di bidang penulisan skenario. Pengemasan film yang biasanya ceria dan pernuh warna dihindari, berubah menjadi nuansa lebih gelap dengan cerita romantis yang minim. Film Target sebenarnya merupakan sebuah langkah awal dari Raditya Dika untuk membuat film lebih baik lagi. Andai saja beberapa hal ini diperbaiki dan bisa jadi pembelajaran di film selanjutnya, betapa baik.
ADVERTISEMENTS
1. Banci sebagai komedi dan kedudukan humor ini di Indonesia. Sebenarnya kurang pas buat kita
Banci dan komedi belakangan ini mulai dihindari. KPI bahkan sudah secara sistematis menegur beberapa stasiun televisi yang menampilkan figur wanita jadi-jadian dan bisa berpotensi mempromosikan LGBT. Alasanya tentu saja karena nilai dan norma. Selain itu, figur wanita jadi-jadian bukanlah sosok yang pantas dijadikan bahan tertawaan.
Akting dan penampilan Willy Dozan di film Target memang jadi salah satu kejutan positif di samping akting Raditya Dika yang kembali jadi sosok yang sama di setiap filmnya. Willy yang dikenal sebagai aktor film laga berperan sebagai seseorang yang kemayu dengan beberapa kenakalannya yang ‘menggoda’ tokoh-tokoh pria. Bisa jadi, banyak yang tertawa karena hal ini. Namun, pada dasarnya, pria yang kewanita-wanitaan memang dihindari buat jadi bahan tertawaan.
ADVERTISEMENTS
2. Beberapa babak dalam film, seperti tewasnya beberapa aktor, tampak diabaikan. Bukankah kematian itu bukan hal sepele?
Secara kasar, film Target bercerita tentang 9 aktor yang diajak untuk bermain film oleh PH misterius. Kedatangan mereka ke satu lokasi yang sama ternyata merupakan sebuah jebakan yang mengurung mereka dalam sebuah permainan mematikan. Seorang game master muncul dan memberikan petunjuk agar selamat dalam permainan, tentu nyawa yang jadi taruhan. Film ini diakui Raditya Dika terinspirasi dari permainan PUBG (Player Unknown Battle Ground) yang sering kali menampilkan kejutan dari pertarungan antar pemain.
Sayangnya, adegan tewasnya beberapa aktor dalam film ini justru nggak terlalu disoroti. Sehingga rasanya nggak masuk akal ketika mengabaikan tewasnya para tokoh, sedang tokoh yang masih hidup langsung terfokus pada keselamatan mereka masing-masing. Terlebih ada beberapa tokoh yang tewas karena hal yang konyol, seolah mencari pembenaran dan menutupi kebocoran pada bangunan plot selanjutnya.
ADVERTISEMENTS
3. Menyatukan genre thriller dan komedi bukan pekerjaan yang mudah. Namun memutuskan kedua hal ini disatukan sepenuhnya tetap tanggung jawab sineas
Ketakutan dan keceriaan jadi hal yang sama sekali berbeda bahkan cenderung bertolak belakang. Setali tiga uang dengan pemilihan genre thriller dan komedi dalam garapan film Raditya Dika. Tapi bukankah di sini tantangannya? Dengan tingkat kesulitan ini, ditambah keberanian Raditya Dika untuk keluar dari zona nyaman, memang belum sepenuhnya dibilang berhasil. Tapi paling nggak, Radit telah menghadapi ketakutannya sendiri untuk menampilkan cerita lucu dalam bungkus cerita menegangkan.
Sejauh ini saya menilai film Target lebih baik dari banyak film bergenre serupa atau yang hampir mirip. Well done, Radit! Alangkah lebih baik jika ide sederhana ini dibungkus dengan teka-teki yang lebih cerdas dan bangunan plot yang kukuh, tanpa adanya logika dan kewajaran yang diabaikan seperti dalam film Target.
ADVERTISEMENTS
4. Di antara kejutan akting Willy Dozan dan kemenarikan Cinta Laura, Raditya Dika justru tampak biasa dengan karakter yang selalu sama
Karakter Raditya Dika dalam film-filmnya sering kali jadi tokoh cowok yang nggak berdaya ketika bicara tentang cinta. Terkungkung dalam kisahnya sendiri, lalu sejurus kemudian menyelesaikan akhir romantisme bahagia. Bisa ditebak, dalam film ini Radit pun begitu. Padahal munculnya Willy Dozan dan Cinta Laura bisa memberikan napas segar pada penyajian film. Tapi, tentu kita nggak bisa menyandarkan kebosanan kita pada karakter yang dibuat seolah sama dengan kehidupan aslinya. Ria Ricis yang selalu garing, Samuel Rizal yang tengil, sampai Abdur Arsyad yang emosional.
Di sisi lain, film Target sebenarnya dapat menjadi sebuah hiburan menarik untuk berbagai kalangan umur saat libur lebaran dan akhir pekan. Paling nggak, kali ini para sineas telah berusaha untuk mengemas film ini dengan bagus, dan nggak membungkusnya dengan berbagai gimik murahan, apalagi membuat film komersil dengan tujuan keuntungan semata, dan abai pada nilai sajian. Seluruh pononton di ruangan ketika saya menonton terlihat sumringah dengan tawa yang pecah. Beberapa sindiran dan guyonan sarkas juga mampu menyelamatkan komedi dari kerecehan tanpa makna.