Apa kamu suka membaca puisi? Kalau iya, mungkin kamu sudah mengenal sosok Sapardi Djoko Damono. Sastrawan legendaris ini telah menciptakan berbagai karya sastra yang memukau, mulai dari puisi hingga novel. Tak terasa dia telah menulis selama puluhan tahun dan akhirnya tutup usia. Sapardi meninggal dunia pada Minggu (19/7) pagi. Kabar duka ini membuat banyak penggemar dari seluruh Tanah Air bersedih.
Seandainya kamu belum pernah membaca karya Sapardi, nggak apa-apa. Belum terlambat kok untuk menikmatinya. Lagipula karya tersebut bisa dibaca kapanpun karena tak terbatas oleh zaman. Yuk simak beberapa puisi Sapardi yang paling terkenal dan kabar duka yang baru saja datang.
ADVERTISEMENTS
Sapardi Djoko Damono, sastrawan legendaris Indonesia, meninggal dalam usia 80 tahun. Penyebabnya adalah penurunan fungsi organ
Dilansir dari Kompas, Sapardi meninggal dunia pada Minggu (19/7) pukul 09.17 WIB. Sastrawan ini mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan. Berdasarkan keterangan Erwin Suyanto, marketing communication manager rumah sakit tersebut, Sapardi meninggal karena penurunan fungsi organ.
Kabar duka ini tentunya membuat banyak orang merasa sangat kehilangan. Sebab selama 80 tahun hidupnya, Sapardi telah menciptakan berbagai karya sastra yang luar biasa. Sosoknya juga dikenal sebagai akademisi dari Universitas Indonesia (UI). Dia pernah menjadi Dekan Fakultas Sastra UI pada 1999-2004. Meskipun telah tiada, karya-karyanya akan selalu dikenang.
ADVERTISEMENTS
Salah satu puisi Sapardi yang terkenal berjudul Aku Ingin. Kita diajak untuk memahami cinta dengan cara yang sederhana
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikanawan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Kalau dibaca pelan-pelan dan diresapi maknanya, puisi ini terkesan sangat romantis. Kita jadi tahu bahwa mencintai seseorang bisa dilakukannya dengan berbagai cara. Tak harus dengan cara yang mencolok atau menggebu-gebu. Terkadang cukup dengan cara yang sederhana, sebab itu saja sudah terasa begitu bermakna.
ADVERTISEMENTS
Puisi Sapardi lainnya yang disukai banyak orang berjudul Hujan Bulan Juni. Sungguh indah dan menyentuh
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga ituTak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan ituTak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Puisi yang dibuat pada 1989 ini mempunyai berbagai makna, tergantung bagaimana cara kita memahaminya. Hujan bulan Juni bisa dianggap sebagai perumpaan yang mewakili manusia. Kita pasti tahu bahwa ada berbagai jenis manusia di dunia ini. Ternyata ada manusia yang begitu tabah, bijak, dan arif dalam menjalani kehidupan.
ADVERTISEMENTS
Terakhir, puisi Yang Fana adalah Waktu mengajak kita untuk merawat kenangan. Puisi ini akan abadi meskipun Sapardi telah meninggal dunia
Yang Fana adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
Puisi yang ditulis pada 1989 ini, mempunyai makna yang begitu mendalam. Sebagai manusia, kita mempunyai umur yang terbatas dan suatu saat akan meninggal dunia. Tetapi bukan berarti akan terlupakan begitu saja. Sebab kenangan tentang diri kita selalu abadi, seperti halnya Sapardi yang telah tiada. Sosoknya akan selalu dikenang berkat karya-karyanya yang telah menyentuh hati banyak orang.
Yuk baca karya sastra Sapardi yang lainnya! Bisa dari buku, e-book, atau media sosial. Puisi Sapardi memang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dicerna, tetapi kita akan mendapat kesenangan tersendiri saat berhasil memahaminya. Terima kasih karena telah menciptakan berbagai karya yang begitu bermakna, Eyang Sapardi. Selamat jalan~