Bagi kamu yang belum tahu, punk adalah subkultur yang sempat menggemparkan dunia. Kemunculannya yang berasal dari dataran Inggris dan Amerika menyuguhkan sebuah gaya hidup ‘bebas’ yang nggak terikat aturan apa pun. Namun bukan berarti punk sama dengan hidup di jalanan. Punk lebih luas dari itu. Punk mencakup perihal musik, identitas, fashion dan juga gaya hidup.
Setidaknya di sekolah pasti kalian pernah dapat wejangan “Belajar yang benar, kalau nggak kalian bakal kaya anak punk yang gelandangan”. Perkataan itu nggak salah tapi nggak sepenuhnya juga benar. Semenjak masuknya subkultur punk di Indonesia di medio 90-an sampai hari ini, stigma terhadap anak muda bergaya nyentrik ini masih menempel.
ADVERTISEMENTS
1. Masyarakat awam menganggap anak punk adalah berandalan, orang miskin, pengangguran, pemalas dan kehidupannya dekat dengan kriminalitas
Stigma paling umum yang menempel pada anakpPunk adalah; berandalan, pengangguran dan dekat dengan kriminalitas. Penyebabnya ada banyak. Namun yang paling umum adalah terlihat dari penampilan. Penampilan anak punk yang terkesan urakan, pakaian serba hitam dengan rambut yang spike khas anak punk sukses membuat orang lain ketakutan
Namun stigma tersebut nggak sepenuhnya benar. Ditarik dari sejarahnya, punk adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap kemapanan dan norma-norma masyarakat kebanyakan. Penampilan khas anak punk merupakan ekspresi dari kebebasan. Lagi pula nggak adil jika kita menilai orang hanya dari penampilannya.
ADVERTISEMENTS
2. Selain karena penampilannya, konser musik yang diinisiasi anak punk dianggap membuat onar dan pesta mabuk-mabukan
Saat di angkutan umum, biasanya terlihat satu dua orang anak punk yang mengamen dan membawakan lagu-lagu dengan ukulele kecil miliknya. Masyarakat menganggap kalau musik anak punk adalah musik yang demikian. Namun sebenarnya musik punk yang benar biasa ada di konser-konser musik khusus band punk.
Bahkan punk sendiri punya tarian untuk menikmati musik mereka yang disebut moshing. Moshing adalah gerakan menabrak-nabrakan badan layaknya orang yang mau berkelahi. Karena identik dengan kerusuhan, masyarakat mengganggap musik punk membuat onar dan lekat dengan alkohol. Padahal jika didengarkan lebih seksama lirik-lirik dalam lagu punk berisi kritikan keras terhadap pemerintah, isu sosial, dan semacamnya. Bisa dibilang bahwa lirik-lirik musik punk itu jika ditelaah kembali nggak hanya ‘asal keras’.
ADVERTISEMENTS
3. Banyak anak punk yang hidup di jalanan dan jarang pulang ke rumah. Masyarakat menganggap anak punk nggak punya masa depan
Di antara banyaknya stigma negatif yang melekat pada anak punk, nggak punya masa depan adalah yang paling kejam dan menyakitkan. Padahal anak punk juga manusia layaknya masyarakat umum. Mereka mungkin hanya berbeda dari segi penampilan dan gaya hidup.
Stigma nggak punya masa depan sudah nggak relevan lagi hari ini. Sebab beberapa artis, musisi, dan figur publik terkenal juga dahulunya merupakan pegiat Punk yang aktif. Nah itu beberapa stigma yang masih melekat pada anak Punk hari ini. Semestinya kita harus mulai merubah pola pikir dan lebih adil lagi dalam menilai orang lain. Nilailah orang dari perilakunya, bukan dari penampilan dan gaya hidupnya.