Hampir setiap anak kecil di mana pun dan kapan pun zamannya, rupanya memiliki beberapa persamaan unik yang mungkin juga dulu pernah kita rasakan. Salah satunya adalah jika ngomongin tentang impian dan cita-cita dari waktu ke waktu. Lucunya, setiap orang di masa kecilnya pasti punya impian muluk yang tersimpan rapi di dalam kepalanya. Saking muluknya impian tersebut, terkadang kita baru menyadari ketika telah beranjak dewasa perihal betapa kocaknya hal yang kita cita-citakan tersebut.
Disadari atau nggak, semakin bertambahnya usia kita, semakin sepele dan masuk akal pula cita-cita yang kita impikan. Jika dulu punya keinginan yang diibaratkan setinggi langit, sekarang sih kayaknya cuma setinggi pohon kelapa. Bukan karena merasa nggak berdaya atau nyerah begitu aja, tapi semakin dewasanya kita, semakin rasional pula harusnya cita-cita yang kita impikan. Ini bukan masalah cepat nyerah atau nggak kok. 🙁
ADVERTISEMENTS
Dari TK hingga SD, kalau ditanya pengin jadi apa pasti jawabannya tinggi banget. Mulai jadi polisi, tentara, dokter, astronaut, hingga presiden
Ingat nggak sih, ketika dulu kita kecil dan ditanya tentang apa cita-cita kita nanti setelah dewasa pasti jawabannya cuma itu-itu aja. Pilihan cita-cita terlaris biasanya jatuh pada profesi super keren di mata anak-anak kayak misalnya dokter, polisi pemberantas kejahatan, tentara, hingga nggak jarang pula kita pernah punya impian untuk menjadi seorang penjelajah ruang angkasa.
Namanya juga masih bocah, kan, yang penting punya mimpi keren aja dulu. Imajinasi kita di masa itu tentu aja beda banget dengan sekarang dan bisa dibilang lebih liar meski nggak masuk akal. Tapi memang begitulah, kayaknya hidup di masa anak-anak dan punya cita-cita yang terdengar nggak rasional itu terkesan lebih menyenangkan dibandingkan dengan dunia dewasa yang ternyata menakutkan~ 😀
ADVERTISEMENTS
Giliran udah masuk SMP impiannya agak turun tuh, cuma pengin punya gadget terkini yang super canggih!
Setelah sadar bahwa mimpi-mimpi di masa TK dan SD itu terdengar nggak masuk akal dan ketinggian, biasanya setelah masuk SMP kita punya cita-cita yang lebih sepele. Nggak ada lagi kepikiran gimana caranya biar jadi dokter apalagi jadi astronaut. Impiannya pokoknya yang lumrah-lumrah aja, salah satunya adalah keinginan buat punya gadget terkini. Iya sih bener jadi lebih rasional, tapi ternyata di masa tersebut yang kewalahan buat mikir bukan kita, tapi orang tua. Apalagi kalau di zaman itu kita punya temen-temen yang up to date banget. Rasa-rasanya pengin nggak sih kayak mereka? 🙁
ADVERTISEMENTS
Masuk SMA mulai deh punya impian yang sekiranya gampang dibayangin dulu aja. Kayak misalnya punya pacar~
Kedengarannya memang kocak banget, tapi ternyata beda jenjang pendidikan di umur pertumbuhan itu juga mempengaruhi perbedaan impian juga. Dari mulai dokter, astronaut, pengin punya gadget terkini, ketika udah SMA ternyata cita-citanya udah beda lagi. Bukan profesi, bukan pula tentang hal-hal kekinian. Di masa-masa inilah seseorang bakal mulai direpotkan dengan urusan hati dan perasaan. Makanya nggak jarang tuh di zaman SMA kita mengubur semua cita-cita yang pernah kita impikan cuma gara-gara urusan cinta aja. Mau gimana lagi, bayangin jadi astronaut susah banget, bayangin pengin punya gadget terkini takut bikin repot orang tua. Paling mudah, ya, memang bayangin punya pacar aja dulu. Ingat, ini cuma sekadar membayangkan~
ADVERTISEMENTS
Ternyata, oh, ternyata, mengejar cita-cita nggak segampang itu. Urusan hati pun nggak bisa dibilang sepele, pas udah kuliah penginnya lulus aja udah cukup 🙁
Memang benar jika ada yang bilang bahwa sudah seharusnya kita nggak boleh mematikan cita-cita dari diri kita entah apa pun itu bentuknya. Tapi sering kali fakta di kehidupan terasa berbeda. Dari yang awalnya bercita-cita pengin punya profesi yang dianggap keren, akhirnya berubah jadi sekadar pengin punya gadget terkini, dan ternyata masih berubah juga ke urusan yang dikira bakal lebih sepele. Baru sadar, kan, jika ternyata urusan hati itu bisa lebih susah dibandingkan dengan apa pun. Bahkan, dalam kondisi-kondisi dan waktu-waktu tertentu, cari pacar itu terasa lebih menyusahkan dibandingkan dengan profesi astronaut.
Setelah semua cita-cita pernah diimpikan, impian di masa kuliah yang satu ini kayaknya terdengar yang paling masuk akal. Setelah merasakan seperempat dari kesulitan hidup, pokoknya cuma pengin lulus aja dulu. Lha wong ngerjain skripsi aja ternyata juga nggak semudah yang dibayangkan. Kalau ada imajinasi lebih sih bolehlah berkhayal punya suami atau istri yang kaya raya, karena katanya dunia kerja itu semakin menyeramkan lagi. Nah lo!
Intinya, hidup memang butuh impian sebagai pemacu untuk terus berjalan tanpa mengenal rasa lelah. Tapi terkadang kita harus tahu posisi kita sendiri, ada pepatah bilang bahwa kalau mimpi jangan terlalu tinggi, nanti kalau jatuh malah lebih sakit. Terdengar nggak bikin semangat, tapi yakin deh kalau kalimat itu bakal semakin kamu pahami setelah beranjak lebih dewasa. Tetap semangat, ya!