Yogyakarta menjadi salah satu kota besar di Indonesia. Daerah Istimewa ini memang terkenal sebagai kota pariwisata yang menjadi destinasi atau tujuan masyarakat Indonesia di dalam dan luar pulau jawa untuk berlibur. Nggak hanya itu saja, Yogyakarta juga menjadi salah satu kota yang lekat dengan budaya Jawa karena masih adanya keraton dan sultan yang memimpin daerah ini.
Di media sosial, Yogyakarta menjadi kota yang sering banget diromantisasi. Entah kenapa, banyak orang yang menganggap kalau Yogyakarta adalah kota yang spesial, kota yang penuh kenangan, dan romantisasi-romantisasi lainnya. Pertanyaannya, kenapa sih kota ini selalu diromantisasi oleh sebagian orang? Berikut ini ada beberapa alasan yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut.
ADVERTISEMENTS
1. Yogyakarta adalah kota pelajar, banyak orang dari seluruh Indonesia merantau ke Yogyakarta untuk tujuan menuntut ilmu
Romantisasi sebuah kota nggak akan jauh dari kenangan. Yup, seseorang akan merasakan kerinduan dan nostalgia saat ia memiliki kenangan dengan sebuah kota yang pernah ia tinggali. Hal ini menjadi alasan pertama kenapa Yogyakarta selalu diromantisasi oleh banyak orang. Selain kota Pariwisata, Yogyakarta juga terkenal sebagai kota pelajar.
Ada banyak sekali kampus di Yogyakarta dan hampir setiap sudut-sudut kota ini ditinggali oleh para perantau yang mencari ilmu di kota budaya ini. Setelah lulus, para mahasiswa ini tentu pulang ke tempat asalnya masing-masing. Saat itulah, memori dan kenangan tentang kota Yogyakarta akan keluar di pikiran yang pada akhirnya membuat banyak orang meromantisasi kota yang sempat mereka tinggali ini.
ADVERTISEMENTS
2. Nggak bisa dimungkiri, romantisasi juga terjadi karena pengaruh film-film drama Indonesia
Drama menjadi salah satu genre film yang paling disenangi oleh masyarakat Indonesia. Kebetulan, ada banyak sekali film-film drama yang sering menampilkan kota Yogyakarta sebagai latar utama filmnya. Dalam film, Yogyakarta digambarkan dengan sangat menarik, penuh estetika, dan sangat nyaman untuk ditinggali. Hal ini yang kemudian mempengaruhi orang-orang untuk pergi ke kota tersebut dan turut meromantisasinya. Secara nggak langsung, ada beberapa film yang meromantisasi kota gudeg ini. Iya, kan?
ADVERTISEMENTS
3. Yogyakarta adalah kota pariwisata. Banyak wisatawan yang memiliki pandangan berbeda dengan masyarakat asli kota Yogya
Alasan selanjutnya dan masih berkaitan dengan orang luar adalah fakta bahwa Yogyakarta merupakan kota pariwisata. Kentalnya wisata budaya, kota, dan alam yang ditawarkan, banyak turis asing maupun domestik yang kemudian datang ke kota Yogyakarta. Tentu saja pandangan seorang wisatawan dan orang yang benar-benar tinggal di kota Yogyakarta memiliki perbedaan.
Seseorang yang tinggal selama 1 minggu untuk berlibur di kota Yogyakarta pasti akan menikmati beragam hal berbau pariwisata di kota ini. Seperti menikmati angkringan di stasiun tugu, minum kopi di coffe shop ternama, dan jalan-jalan ke wisata-wisata alam dari mulai pantai sampai bukit, hutan dan gunung. Selain itu, para wisatawan juga akan merasa bahwa makanan dan biaya hidup di Yogyakarta terhitung murah. Karena pandangan baik dan seru dari para wisatawan inilah yang pada akhirnya turut meromantisasi kota Yogyakarta ini.
ADVERTISEMENTS
4. Alasan terakhir adalah fakta bahwa Yogyakarta menjadi salah satu kota dengan UMR rendah untuk para pekerjanya
Terakhir dan yang mungkin paling mencengangkan adalah fakta bahwa Yogyakarta merupakan kota dengan UMR yang sangat rendah. Sebuah kota yang memiliki UMR rendah tentu butuh romantisasi habis-habisan. Sebenarnya, banyak masyarakat asli kota Yogyakarta yang sudah lama tersiksa dengan UMR yang nggak setengahnya UMR kota-kota besar lain seperti kota Bandung maupun Jakarta.
Demi menghilangkan hasrat dan semangat pekerja di kota Yogyakarta, sejumlah pihak menggunakan romantisasi dan filosofi-filosofi hidup ala Jawa. Yang paling terkenal dan jadi bahan ejekan di media sosial adalah frasa ‘nrimo ing pandum’. Meski frasa tersebut filosofis, namun banyak orang yang percaya bahwa filosofi itu justru bentuk romantisasi dan filosofi yang digunakan untuk tetap menyengsarakan para pekerja Yogyakarta dengan UMR yang rendah.
Kalau dipikir-pikir Jogja ini memang banyak kenangannya, tentu saja kenangan yang bikin overthinking. Misalnya, jajan di angkringan memang murah, tapi jajan di tempat lain harganya juga sama aja dengan kota lainnya. Ada pula yang tiap pulang malam lewat ringroad dapet kejadian apes kayak misalnya ketemu rombongan klitih. Namanya juga kenangan, banyak macamnya, kan? Kalau yang begituan mah nggak kalah banyak problematiknya, hehe.