Review Warkop DKI Reborn: Mirip atau Enggak, Tetap Mana Tahan ~

4/10

Tak apa jika iktikadnya sebatas melestarikan, bukan menggantikan

.

Film Warkop adalah salah satu karya lokal yang sebenarnya paling berisiko untuk diangkat ulang atau digarap versi remake-nya. Sampai sekarang, karakter Dono, Kasino, dan Indro masih disiplin untuk piket di stasiun televisi di tiap libur lebaran. Ini membuktikan bahwa Warkop dipandang sebagai film yang paling cocok untuk dijadikan tontonan ketika kumpul keluarga, yang mana bisa mempertemukan antara kalangan akar rumput hingga kelas menengah. Dari tukang ojek sampai juragan tukang ojek, semua suka Warkop.

Terbukti film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 bahkan sudah melibas rekor AADC 2 dalam jumlah penonton di hari pertama. Dari kacamata bisnis memang menggiurkan, namun, pada dasarnya adalah misi semi-mustahil menghidupkan film Warkop lagi dengan mengimbangi daya tarik isinya. Film arahan Anggy Umbara (Mama Cake, Comic 8) ini memendam ambisi yang kurang lebih sama dengan semisal, mencoba mengangkat lagi film dengan tokoh Suzanna (dan bukan tidak mungkin sebentar lagi ada yang mencoba melakukannya!). Falcon Pictures selaku pihak produser mungkin tahu benar, sehingga dengan sendirinya sudah membatasi ekspetasi khalayak lewat tagar #melestarikanbukanmenggantikan.

Sejak menyimak dari trailer, konten promosi, hingga bagaimana Abimana Aryasatya mesti sampai menggunakan gigi monyong palsu, sudah kelihatan bahwa Warkop DKI Reborn memang digarap sebagai tiruan versi terdahulunya. Maka dari itu, boleh kita melihat film ini dari sudut pandang dua pertanyaan: seberapa mirip, dan seberapa lucu.

ADVERTISEMENTS

Seberapa mirip?

behind-the-scene-warkop-dki-reborn-jangkrik-boss-5

Letak kekuatan utama Warkop yang tersohor lintas dekade itu sebenarnya memang pada perwatakan Dono, Kasino, dan Indro. Sehingga kita bisa menertawakan mereka dengan mudahnya, bahkan untuk adegan-adegan receh. Alhasil, tentu titik perhatian utama pada Warkop DKI Reborn adalah penampilan tiga pemeran utamanya.

Pada dasarnya semua melakoni karakternya dengan baik. Perbedaan gestur dan perangai antara Dono, Kasino, dan Indro bisa dikenali dengan gampang. Namun, jika harus membandingkan, adalah Tora Sudiro yang paling nampak enteng, mulus, dan tak terlihat kesusahan untuk berperan sebagai Indro. Bisa jadi karena tokoh Indro memang punya karakterisasi yang tak semenonjol Dono dan Kasino.

Di sisi lain, tokoh Kasino yang diperankan oleh Vino G Bastian cenderung terlalu dominan, mengoceh bagai lokomotif tanpa rem. Tokoh Kasino yang asli memang populer akan celetukan-celetukannya yang sok tahu, pedas, dan nyolot, tapi tidak semeledak-ledak dan kelebihan energi seperti yang diperankan Vino. Konsekuensinya, tokoh Dono yang diperankan Abimana sedikit tenggelam olehnya.

Di luar karakter utama, Warkop DKI Reborn benar-benar mengumpulkan unsur-unsur kebanggaan Warkop seperti sejumlah lagu tema yang digubah ulang, termasuk “Warung Kopi” dan “Pink Panther Theme”. Kemunculan deretan wanita seksi yang dalam sejarah film Warkop paling banyak diisi oleh Eva Yanthi Arnaz dan Sally Marcelina kini juga dilestarikan dengan menghadirkan nama-nama seperti Nikita Mirzani dan Hannah Al Rashid. Beberapa istilah slang khas seperti brokap (berapa) juga terselip di beberapa dialog. Sayangnya, agak kelewatan nafsu menirunya ketika kemudian tokoh trio Warkop di beberapa adegan mengenakan busana retro, padahal lingkungan dan karakter-karakter lainnya digambarkan dalam latar waktu masa kini.

Muatan sindiran sosial yang banyak disasarkan pada wacana cacatnya pemberlakuan hukum di Indonesia dalam Warkop DKI Reborn juga terasa kurang lebur dengan kerangka cerita. Tetap kocak dan tajam, tapi sangat kelihatan hanya sengaja disusupkan sebagai syarat wajib dari film-film Warkop.

Warkop yang asli memang dikenal doyan menyelipkan satir politik. Tapi ini jelas bisa dipahami karena para personelnya tumbuh sebagai pemuda di sekitar era roaring seventies dan Peristiwa Malari 1974, di mana rata-rata mahasiswa mengusung sikap anti kemapanan dan kekecewaan terhadap kelaliman pemerintah. Tak banyak juga yang tahu bahwa Dono yang selalu digambarkan konyol di film-film Warkop  sebenarnya adalah aktivis politik dan dosen Sosiologi di Universitas Indonesia yang punya kepedulian besar pada soal-soal kemasyarakatan. Sehingga muatan politis di karya-karyanya bukan terkesan dibuat-buat, termasuk Gengsi Dong (1980) yang secara utuh dan mengalir mampu menawarkan wacana perihal bengisnya gaya hidup ibukota yang materialistik hingga pamor angkatan bersenjata di era orde baru.

ADVERTISEMENTS

Seberapa Lucu?

behind-the-scene-warkop-dki-reborn-jangkrik-boss-2

Meski sempat agak garing di adegan pembukaan mirip prolog Setan Kredit (1981) yang  justru dibawakan oleh satu-satunya anggota asli Warkop–yang konon belum cukup lucu untuk diundang ke akhirat–namun perlahan Warkop DKI Reborn mampu menguasai kebutuhan tawa penonton.

Sudah kesepakatan bersama jika film Warkop sejak dulu memang kocak. Dan selera humor masyarakat hingga kini rasanya tidak jauh berubah. Sehingga ketika gaya slapstick (jenis komedi yang mudah dicerna dan biasanya mengandalkan penderitaan atau kecelakaan fisik) klasik ala Warkop dibawa lagi seperti adegan kejar-kejaran, tercebur kolam, sampai mobil terbang, pada akhirnya tetap mampu memancing tawa keras penonton. Apalagi ada juga beberapa peremajaan humor di film ini, mulai dari pelesetan kalimat galau generasi Awkarin yang biasa muncul di meme-meme masa kini hingga kemasan kaleng biskuit bergambar keluarga tanpa ayah (tahu kan yang mana?). Pun ketika muncul sejumlah candaan yang kelewat receh, yah dimaklumi saja deh. Toh, lawakan film Warkop yang asli juga tidak melulu lucu.

ADVERTISEMENTS

Bikin awkward juga ketika mereka harus melucu dari materi yang mentah-mentah sama dengan yang pernah dibawakan oleh yang lama

behind-the-scene-warkop-dki-reborn-jangkrik-boss-1

Tantangan menonton Warkop DKI Reborn kemudian adalah mengatasi rasa canggung ketika tiga tokoh utamanya meluncurkan lawakan yang sama persis dengan yang dibawakan oleh tokoh terdahulunya. Terutama Vino yang cukup banyak mengucapkan kelakar-kelakar legendarisnya Kasino. Ada hasrat tersenyum yang tersendat ketika mendengarnya melontarkan sumpah serapah “Dasar monyet bau, kadal bintit, muka gepeng, kadal…”, celetukan “Gile lu Ndro,”  hingga menyanyikan “Nyanyian Kode” . Terbukti, justru sesi tawa paling lepas dari penonton menyeruak di bagian bloopers (adegan-adegan pengambilan gambar yang salah) yang ditampilkan di kredit akhir film. Karena di bagian itulah kita bisa menertawakan Vino, Tora, dan Abimana bukan sebagai karakter Dono, Kasino, dan Indro melainkan sebagai diri mereka sendiri.

Warkop DKI Reborn memang film yang dipoles sedemikian rupa untuk mengejar pundi-pundi. Apalagi alasan membuat film yang sebenarnya punya jalan cerita suka-suka ala Warkop sampai harus dikembangkan menjadi part 1 dan part 2?  Sehingga, berangkat dari ekspetasi nol atau tanpa terlalu ngarep akan kualitas–apalagi orisinalitas– apa yang dicapai film ini dengan segala kelemahannya tetap bisa kita nikmati. Toh, iktikadnya sebatas melestarikan, bukan menggantikan.

Karena–sekali lagi–memang tidak mudah untuk mengangkat kembali film Warkop. Sebagai perbandingan, kalau berani nekat ya silakan tonton saja nanti adaptasi film Warkop lain yang siap tayang, Maju Kena Mundur Kena 2 Wow yang juga dibintangi oleh Rafael SM*SH. Mohon maaf sebelumnya, tapi dari trailer-nya sih saya pribadi sudah pesimis.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

ecrasez l'infame