Film ini memberikan cerita hangat tentang perjalanan si anak tengah yang menemukan rumah di tempat yang jauh dari keluarga. Kisah yang mungkin relate dengan banyak orang, tapi sayangnya kurang memberikan kesan yang membekas usai menontonnya.
Dalam sebuah keluarga, hubungan seorang anak dengan orang tua dan saudara kandungnya bisa jadi sebuah hubungan yang rumit. Seperti kisah si anak tengah yang menemukan rumah di tempat yang jauh dari ayah, ibu, kakak dan adiknya di film Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang.
Film garapan Angga Dwimas Sasongko ini merupakan sekuel dari film Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini (2020) yang diangkat dari cerita karya Marchella FP. Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang ini, fokus dengan perjuangan si anak tengah, Aurora (Sheila Dara) yang sedang menjemput impiannya sebagai seorang seniman dengan menempuh studi di London.
Film Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang pun sudah dinantikan para penikmat film Tanah Air. Lalu, apakah film ini sukses memenuhi ekspektasi para penonton? Simak review Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang berikut!
ADVERTISEMENTS
Film ini nggak menceritakan latar belakang kisah Aurora di London, jadi harus nonton film pertama dulu biar paham
Sebagai cerita lanjutan dari Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini, film Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang mengisahkan kehidupan Aurora yang akhirnya mengantongi ‘tiket’ untuk keluar dari rumah dan jauh dari keluarganya. Sebagai anak tengah yang kurang mendapat afeksi dari keluarga, pergi jauh ternyata nggak membuat jalan impiannya mulus.
Kehidupan Aurora yang penuh semangat dan gairah untuk berkarya di London sempat meredup karena ia terjebak hubungan toksik dengan kekasihnya, Jem (Ganindra Bimo). Aurora harus berjuang mati-matian untuk menyelamatkan studinya usai putus dari Jem, dan menumpang tinggal di apartemen sahabatnya, Honey (Lutesha) dan Kit (Jerome Kurnia).
Kondisi itu membuat Aurora sangat sibuk dan selama dua bulan terakhir ia nggak mengabari keluarga di Jakarta. Hal itu membuat sang ayah khawatir, hingga mengirimkan si sulung Angkasa (Rio Dewanto) dan si bungsu Awan (Rachel Amanda) ke London untuk menjemput Aurora supaya pulang. Dari sinilah kisah si anak tengah dengan segala gejolak batinnya diceritakan di Jalan yang Panjang Jangan Lupa Pulang.
Untuk memahami kisah di film ini secara lengkap, kamu harus menyaksikan dulu film pertamanya yang kini bisa disaksikan di platform streaming. Sebagai film lanjutan, di sini sama sekali nggak menceritakan ada apa dengan Aurora dan hubungannya dengan orang tua serta kedua saudara kandungnya.
ADVERTISEMENTS
Penyajian gambaran kehidupan Aurora sebagai pelajar di London dikemas secara apik dan spesial
Kehidupan Aurora sebagai pelajar yang harus membagi waktu untuk menyelesaikan tugas akhir dan bekerja digambarkan dengan cukup realistis di film ini. Meski syuting di London, Angga Dwimas Sasongko selaku sutradara sama sekali nggak menampilkan bangunan ikonik kota itu.
Ia justru menampilkan bangunan apartemen tua, toko-toko kecil yang padat, gang-gang sempit yang terkesan realistis untuk kehidupan Aurora yang datang ke London untuk sekolah bukan liburan. Hal itu membuat film ini jadi unik dan spesial, nggak seperti kebanyakan film-film lain yang syuting di luar negeri. Meski begitu, penggambaran kehidupan Aurora yang cukup struggle dengan masalah hubungan, studi, dan keluarga jadi makin realistis.
ADVERTISEMENTS
Kehadiran pemeran pendukung yang nggak berlebihan membuat kisah Aurora sebagai tokoh sentral tetap kuat dan lebih lengkap
Sebagai sahabat cewek Aurora, peran Honey digambarkan dengan apik tanpa mengganggu cerita Aurora sebagai tokoh sentral. Kamu akan melihat sosok sahabat yang hangat, tulus, dan ceria dari Honey. Begitu juga dengan Kit, sebagai sosok sahabat cowok yang manis, terlihat tertarik dengan Aurora, tapi memilih posisi yang tepat menjadi sahabat yang selalu melindungi dan bisa diandalkan saat Aurora butuh bantuan. Sikap manis Kit bakal membuat para cewek membayangkan ada di posisi Aurora, atau para cowok yang ingin punya ketulusan yang sama dengan Kit.
Sama halnya dengan Jem, meski menjadi salah satu penyebab masalah besar dalam hidup Aurora di London, tapi penggambarannya sebagai cowok red flag cukup pas. Jem bakal bikin kamu geram dengan sikapnya yang manis tapi justru love bombing dan gaslighting ke pasangan. Penggambaran pemeran pendukung yang nggak berlebihan ini membuat kisah Aurora terasa kuat dan lengkap.
Apalagi kehadiran Angkasa dan Awan untuk mencari Aurora di London juga nggak mengambil porsi yang banyak tentang masalah mereka sebagai anak sulung dan anak bungsu dalam keluarga. Kisah Aurora tetap jadi sentral cerita yang dikeliling para sahabat, kekasih, kakak dan adik.
ADVERTISEMENTS
Alur maju mundur kadang bikin bingung kalau nggak fokus mengikuti setiap plotnya
Film Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang dikemas layaknya buku yang terdiri dari beberapa bab, tiap babnya pun terdapat judul yang menggambarkan cerita dalam bagian tersebut. Menurut saya, ide pembagian bab seperti ini cukup membantu untuk memahami cerita. Apalagi film ini menggunakan alur maju mundur dengan adegan yang cukup tipis untuk membedakan latar waktunya.
Saat berganti alur, saya butuh beberapa saat untuk mencerna tiap adegan hingga akhirnya memahami kalau sedang dibawa mundur. Jika kamu nggak fokus saat menonton film ini, bisa dipastikan bakal bingung untuk memahami ceritanya. Alur cerita yang cukup cepat juga membuat beberapa masalah nggak diceritakan dengan lengkap bagaimana penyelesainnya. Hal ini bikin ada sesuatu yang mengganjal dan seolah dipaksakan selesai begitu saja.
ADVERTISEMENTS
Kesan yang hambar meski kisah tokoh sentral diceritakan dengan apik
Sebagai penggemar prekuel film ini, saya berekspektasi lebih untuk mendapatkan kesan yang membekas dari kisah si anak tengah dalam sebuah keluarga yang memiliki trauma. Sayangnya, film Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang nggak memenuhi ekspektasi itu. Padahal, masalah yang dihadapi Aurora sudah diceritakan dengan apik, lengkap dengan karakternya yang tertutup dengan keluarga dan ambisinya untuk membuktikan bahwa ia nggak ingin mengecewakan siapapun.
Menurut saya, ada beberapa hal yang membuat film ini nggak memberikan kesan yang membekas. Pertama, film Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang ini mengambil porsi yang cukup kecil dari kisah keluarga Narendra, yakni hanya masalah Aurora sebagai anak tengah. Hal ini jauh dari film pertama yang menceritakan semua masalah tiga bersaudara, hingga trauma orang tua pun turut diceritakan di sana.
Kedua, dari porsi yang kecil itu nggak ada adegan puncak yang membekas. Bahkan, dinamika konflik yang nggak diceritakan dengan lengkap membuat film ini terasa ada yang kosong. Tiba-tiba kamu akan dibawa pada penyelesaian masalah yang cepat, padahal konfliknya membuat berekspektai kalau akan ada hal yang luar biasa, tapi berakhir begitu saja tanpa kesan yang membekas.
Misalnya, nggak diceritakan dinamika hubungan toksik Aurora dan Jem, tiba-tiba memuncak, masalah baru datang, dan nggak ada penyelesaian yang berkesan. Begitu pun dengan masalah Aurora yang sempat mengecewakan Honey, tiba-tiba saja baikan tanpa ada dialog yang berkesan. Meski relate dengan masalah Aurora sebagai anak tengah, saya nggak menemukan hal yang membekas dari kisah Aurora ini.
Meski begitu ada adegan yang cukup menarik saat Aurora menjelaskan semua alasannya nggak memberikan kabar selama 2 bulan pada keluarga, dan situasi sulitnya sebagai anak tengah. Adegan itu sukses membuat saya ikut merasakan sesak di dada. Namun, hanya sebatas itu meski sampai pada tahap ikut meneteskan air mata, tapi nggak cukup untuk menjadi bagian yang berkesan dari film ini.
Meski begitu, film Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang patut diapresiasi. Saya sangat suka dengan pemahaman yang film ini berikan tentang ‘rumah’ bagi seseorang, dan tentang perjalanan yang membawa seseorang menemukan dirinya sendiri. Film ini juga cocok jadi tontonan yang menarik bagi punyuka drama keluarga, terutama bagi para anak tengah, atau siapapun yang merasa menemukan rumah di tempat yang jauh dari orang tua dan saudara kandungnya.
Dari film ini pun saya sepakat, kalau perjalanan yang jauh adalah perjalanan untuk menemukan diri sendiri, bahwa ‘rumah’ yang layak jadi tempat tinggal itu nggak selalu dalam bentuk keluarga, kita bisa memilih sendiri ‘rumah’ yang akan kita tinggali, tempat itu bisa berupa diri sendiri, para sahabat, ataupun orang-orang baik di sekitar kita tanpa melupakan peran penting keluarga yang selalu mendukung dengan caranya tersendiri.