Film âAum!â Ini secara tak langsung menyegarkan ingatan kita tentang perjuangan masa reformasi. Kebebasan berpendapat yang terkekang saat itu ternyata masih kita rasakan sampai sekarang
Pada tahun ini, ada banyak film-film Indonesia yang mendapatkan penghargaan dari luar negeri. Sebut saja film “Yuni” dan film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas”. Ada juga film yang menimbulkan kontroversi yakni film “Selesai” yang disutradarai oleh Tompi. Nah, kali ini Hipwee Hiburan bukan ingin membahas film-film tersebut. Kita akan menulis ulasan film terbaru berjudul ‘Aum!” yang dirilis pada 30 September 2021 kemarin.
Buat kamu yang mungkin belum tahu, “Aum!” adalah film yang mendatangkan sejumlah aktor ternama seperti Jefri Nichol, Chicco Jerikho, Aksara Dena dan masih banyak yang lainnya. Film tersebut menjadi karya sutradara Bambang Kuntara Mukti alias Ipunk yang mengambil latar era reformasi tahun 1998. Bukan soal cerita saja, dari segi teknis film ini juga menyesuaikan dengan tahun kejadian dalam film ini berlangsung.
ADVERTISEMENTS
Mengusung komedi yang sangat kental sebagai alat untuk menyampaikan cerita dan pesan
“Aum!” adalah film yang unik. Film ini dibagi menjadi dua bagian yang memiliki perbedaan mood. Pada bagian pertama, kita disuguhkan dengan sebuah cerita seorang adik-kakak di era reformasi yang mencoba kabur dari kejaran tentara yang sedang gencar-gencarnya mencari aktivis. Adik-kakak tersebut punya pandangan ideologis yang berbeda karena sang adik adalah mahasiswa sekaligus aktivis dan kakaknya seorang anggota militer. Setelah cerita tersebut habis, kita baru disuguhkan dengan bagian spesial dari film ini.
Pada bagian dua, kita melihat proses pembuatan film bagian pertama yang lebih memperlihatkan aktor-aktor, sutradara, produser, crew dan masih banyak yang lainnya. Sama seperti tema filmnya, proses pembuatan film ini terjadi pada era reformasi. Jika melihat sinopsisnya, kamu akan berpikir kalau film ini cukup berat mengingat pesan-pesannya yang politis. Tapi semuanya berubah saat bagian dua di mulai.
Saya sendiri nggak bisa berhenti menahan tawa sejak bagian dua dimulai. Bagian ini menggunakan komedi sebagai alat menyampaikan pesan-pesan reformasi, kebebasan berpendapat dan masih banyak lainnya. Lelucon-lelucon dari dialog seperti “Sinema dialektis” meledak bagai bom atom di Hiroshima. Gestur-gestur sutradara yang kecewa terhadap aktor dan kru juga jadi tontonan menarik yang tak kalah menggelitik. Singkatnya, film ini menggunakan komedi dengan maksimal untuk menyampaikan pesannya. Tanpa ada tendensi untuk membandingkan, film “Aum!” memiliki kesamaan dengan film Jepang, “One Cut of The Dead”. Tentu saja dengan tema politis dan nuansa Indonesia sekali. Keren lah!
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Film “Aum!” sukses karena kualitas akting para aktor yang bermain sebagai pemeran utama
Menurut saya, film Aum! nggak akan sukses tanpa aktor-aktor yang membintangi film ini. Bukan tanpa alasan, para bintang yang bermain dalam film ini memainkan perannya dengan baik. Hasilnya komedi yang keluar sangatlah maksimal. Berbagai karakter yang muncul amat konsisten dari awal sampai akhir. Meski begitu, kita akan cukup sulit untuk menebak kelanjutan jokes dan kelakar yang akan keluar.
Beberapa contoh ajaib dari kualitas akting ini diperlihatkan oleh Jefri Nichol yang konsisten sebagai aktor yang polos dan juga kritis. Meskipun pada akhirnya menurut, Jefri Nichol tetap menyuarakan pendapatnya mengenai karakter dan cerita dalam film ini. Selanjutnya, ada Aksara Dena yang memiliki karakter sebagai aktor profesional yang memainkan peran dengan baik untuk sebuah film. Belum lagi Chicco Jericho yang sangat menonjol dengan karakter sutradara yang idealis dan sangat snob. Suasana proses syuting dalam film ini semakin seru dengan kemunculan para aktor sampingan yang penurut sampai para crew yang kerap mengeluh dan kena damprat. Maksimal banget deh pokoknya!
ADVERTISEMENTS
“Aum!” berhasil menyampaikan pesan reformasi beserta kritiknya terhadap kondisi kekinian
Seperti sudah dibahas pada dua poin awal, film “Aum!” menggunakan komedi sebagai alat untuk menuturkan pesan. Menurut saya, hal ini berhasil mengingat pesan utama dalam film ini bisa tersampaikan dengan baik. Kembali lagi, film ini dibuat untuk memperlihatkan kondisi di mana kebebasan berpendapat dibatasi. Para aktivis dan seniman sampai-sampai harus melakukan beragam hal dengan cara sembunyi-sembunyi karena taruhannya nyawa.
Pada akhirnya, film ini juga mengkritisi reformasi yang telah menjadi bagian sejarah. Lebih tepatnya saya kira film “Aum!” mengkritik romantisasi reformasi. Ia seperti ingin bicara bahwa perjuangan kita nggak selesai setelah reformasi. Sebab kondisi-kondisi di masa lalu masih terjadi pula hari ini dengan ragam dan bentuk yang berbeda. “Aum!” sukses menjadi salah satu rekomendasi film di tahun 2021 setelah membawa tema politis dengan begitu pop, ringan, lucu namun tetap membuat para penonton merenung. I love this movie!