Cukup berekspektasi saja untuk dikejutkan oleh parade adegan seramnya, bukan oleh cerita
.
Kata orang, setan-setan dirantai dan dibelenggu di bulan Ramadhan. Mungkin justru itu banyak muda mudi yang ngelunjak lalu akhirnya berbondong-bondong ke bioskop mencari sosok hantu yang masih bebas berulah dalam layar lebar. Hasrat itu pun dibiangi oleh rilisnya The Conjuring 2, film horor yang menjajaki puncak Box Office mengalahkan Now You See Me 2 hingga X-Men: Apocalypse.
Di Indonesia sendiri, negara yang budaya kleniknya masih dominan, di mana acara TV setidakpenting “Mister Tukul Jalan-Jalan” bisa punya rating penonton yang cukup tinggi, film horor selalu punya tempat di hati. Seorang antropolog visual, Karl Heider menukaskan bahwa film horor adalah jenis film yang paling sering muncul dalam perfilman nasional, entah saat mengalami masa jaya atau masa krisis. Sayangnya, setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir, nama-nama film horor yang muncul di bioskop di antaranya adalah Suster Keramas, Diperkosa Setan, Rintihan Kuntilanak Perawan dan lain-lain. Para sutradara film horor kita seperti bimbang antara ingin membuat penonton menjerit ketakutan atau melenguh horni.
Lewat The Conjuring 2, James Wan selaku sutradara bisa dijadikan teladan bagi industri perfilman horor Indonesia tersebut. Portofolio Wan penuh oleh film horor yang senantiasa laris manis di Indonesia: The Conjuring, Insidious, dan Annabelle. Sederet film itu nggak neko-neko, tujuannya cuma satu: menakut-nakuti. Mungkin doi adalah orang yang paling banyak mengoleksi jeritan manusia di dunia sejak Adolf Hitler 🙁
Memangnya The Conjuring 2 semenakutkan itu? Takut adalah hal yang amat subyektif. Ada yang ketakutan setengah mati karena pernah mengalami peristiwa terkait dengan adegan di dalam film. Adalagi yang tidak takut karena misalnya, tidak percaya dengan mahkluk gaib atau tak punya referensi pengalaman yang sama. Adapula yang takut tapi pura-pura tidak takut. Yang mana pun, mari kita perluas sudut pandang untuk mengakui bahwa banyak sekali testimoni dari orang yang tiba-tiba takut sahur sendirian atau mendadak ingat yang maha kuasa dan rajin beribadah pasca menonton The Conjuring 2. Wow, film yang sukses mempengaruhi perilaku beragama manusia.
The Conjuring 2 setia sehidup semati pada manajemen teror dan horor yang efektif. Macam kuliah bisnis aja ~
Seorang novelis gothic bernama Ann Redcliffe menuturkan perbedaan antara teror dan horor. Teror adalah rasa takut yang muncul sebelum sebuah peristiwa terjadi. Sementara horor adalah perubahan reaksi mendadak seperti tegang dan muak atas peristiwa yang telah terjadi. Apa yang dilakukan The Conjuring 2 kemudian adalah memainkan tek tok antara teror dan horor itu secara bersemangat.
Sebenarnya, apa yang disajikan oleh The Conjuring 2 tak lagi baru. Hampir semua adalah elemen dan skema standar untuk memberi efek ngeri pada penonton. Dari yang paling awal, menjual informasi (entah benar atau tidak) bahwa film ini diangkat dari kisah nyata (based on true story). Ini sudah memberikan dampak teror. Menyuguhkan sugesti bahwa segala hal seram di film ini dekat dan bisa terjadi di kehidupan kita juga.
James Wan untuk kesekian kalinya juga memakai premis kisah rumah berhantu, yang mana paling lazim digunakan di percaturan film horor dunia. Yang agak berbeda adalah jika kebanyakan (termasuk The Conjuring 1) memakai latar rumah tua di tengah hutan atau jauh dari permukiman, maka rumah bermasalah di The Conjuring 2 ada di semacam kompleks baris perumahan yang padat. Tetap saja, atmosfer yang dibangun adalah remang dan sepi.
Di rumah itulah segala teror dan horor dimainkan dengan akrobatik. Kualitas sutradara diuji dari kesanggupannya memanipulasi penonton untuk lupa bahwa sebenarnya yang paling menakutkan dari film ini bukanlah si hantu, melainkan gerak kameranya sendiri. Segala sudut-sudut rumah dieksplorasi. Kita dituntun kamera perlahan masuk dari satu ruang ke ruang yang lain, lirih saja, memberi waktu bagi indra kita untuk kian kuat dan sensitif, membuka ruang bagi teror meresap hingga ke degup jantung…… lalu BANG! Punchline-nya keluar, horornya datang.
Seperti itu berulang-ulang. KZL Kesal, tapi terbukti ampuh.
Yang beda adalah kreatifitas Wan memakai benda-benda rumahan buat mengintimidasi nyali penonton. Mobil-mobilan, lukisan, remot TV, hingga salak, eh Valak.
Selain manuver-manuver baku itu, James Wan juga mencoba memaksimalkan benda-benda atau perabot seperti mobil mainan, remot televisi, lukisan, hingga salib yang menempel di dinding sebagai medium penyampaian rasa seram. Dari sepengamatan saya di bioskop, nuansa pecah di penonton berawal dari adegan mobil mainan. Begitu juga adegan epik bayangan hantu yang merambat di dinding untuk menyatu dengan lukisan. Semua itu rasanya tak kalah berdaya cekam dibanding wujud hantunya sendiri: Marilyn Manson memakai jilbab. (Namanya Valak, tapi doi biasa dipanggil pake apa aja asal ada -ak di belakangnya.)
Setengah abad yang lalu, mana mungkin Elvis Presley menyangka lagu pop baladanya yang bertajuk “Can’t Help Falling In Love” bisa digunakan untuk musik film horor? Beda dengan semua karya horor James Wan sebelumnya yang rapat, ringkas, dan jitu. Durasi The Conjuring 2 tergolong panjang (134 menit), sebagai dampak keinginan untuk lebih bercerita, terutama jalinan asmara antara Lorraine dan Ed Warren. Tujuan menegaskan hubungan pasutri supranatural itu mungkin agar kita dapat terayun-ayun antara ketegangan nasib Jannet dengan kekhawatiran Lorraine terhadap nasib suaminya. Lebih dari itu, bisa dibilang gagal. Apalagi jika ending yang tertebak dan twist yang tidak terlalu cemerlang ini ingin mencoba menyandingi unsur drama dalam The Omen, The Sixth Sense, atau juga The Ring.
Dari awal kita memang cukup berekspetasi saja untuk dikejutkan oleh parade adegan seramnya, bukan oleh cerita. Pun kalau si Valak sekarang jadi ambassador lelembut kondang, itu lebih baik. Artinya memang hantu yang dijual, bukan paha mulus. Tidak kebalik, seperti ketika bintang porno Rin Sakuragi dan Miyabi jadi lebih populer dari semua yang ada di filmnya kala akan tampil di film Suster Keramas dan Hantu Tanah Kusir. Ingin rasanya berkata, “Valak lo peyang!” #promosiplesetan #nggaklucu #maaf #liatspionkalaunaikmotormalammalam