Ras Terkuat Setelah Wibu Layak Disandang Warga Jakarta, Saban Hari Tua di Jalan!

Sejak zaman dulu hingga sekarang, Jakarta memang dikenal sebagai salah satu kota besar yang menjadi tujuan banyak orang untuk mengadu nasib. Bisa bertahan di kota ini menjadi salah satu kebanggaan tersendiri. Seperti yang kita tahu, Jakarta punya lika-liku kehidupan yang begitu keras. Keadaan yang menuntut kita untuk tahan banting di segala kondisi menjadi syarat pertama bagi siapapun yang hendak memasuki kehidupan sebagai masyarakat Ibu Kota.

Jangankan berbicara tentang bagaimana bertahan hidup di Jakarta dari segala macam cobaan yang kompleks, ngomongin kemacetannya aja sepertinya nggak ada habisnya. Banyak orang percaya bahwa hidup di Jakarta itu separuh dari waktunya dihabiskan untuk berada di jalanan. Kemacetan di kota ini ibarat siklus hidup yang nggak ada habisnya. Hal itu terus menerus datang dan terulang tak peduli waktu.

ADVERTISEMENTS

Daerah lain boleh jadi lebih keras, tapi urusan manage waktu, orang-orang di Jakarta sepertinya tiada tanding

Ras Terkuat Setelah Wibu Layak Disandang Warga Jakarta, Saban Hari Tua di Jalan!

Ras Terkuat Setelah Wibu Layak Disandang Warga Jakarta, Saban Hari Tua di Jalan!

Ilustrasi kemacetan / Credit: Pinterest

Sebagai kota besar dan metropolitan, Jakarta memang dikenal sebagai kota yang keras bagi semua orang. Tak peduli apapun latar belakangmu, Jakarta akan tetap saja menghadiahimu dengan berbagai macam kejutan dari waktu ke waktu. Kadang berakhir menyenangkan, tapi tak jarang pula berujung menyakitkan. Meski begitu, bukan berarti kota-kota lain selain Jakarta jauh dari kata keras. Banyak juga kok, kota lain yang mungkin sebenarnya jauh lebih keras jika dibandingkan dengan kehidupan di Jakarta. Tapi, urusan mengatur waktu ala orang jakarta sepertinya kita semua tak perlu berdebat panjang lebar.

Waktu 1 jam di kota lain mungkin bisa dihabiskan untuk menempuh jarak puluhan kilometer jauhnya. Beda cerita dengan jalanan Ibu Kota, jangankan bisa sampai puluhan kilo, bisa tembus lebih dari 10 kilo saja terkadang udah untung-untungan banget. Berangkat saat matahari terbit sambil membelah ribuan kendaraan, pulang menjelang enam sambil menunggu giliran lampu hijau yang sudah lebih dari 5 kali berganti kembali ke warna merah rasanya sudah bukan hal yang mengagetkan.

Bagi sebagian orang, perputaran waktu dan jarum jam di Jakarta terasa begitu cepat, walaupun sebenarnya juga nggak ada bedanya. Tapi, keadaan setiap hari seolah-olah memberikan sugesti kepada siapapun yang berada di sana jika Jakarta adalah dunia tersendiri yang memiliki perbedaan waktu dengan daerah-daerah lainnya. Siapapun yang hidup di dalamnya dipaksa mengejar segala hal dari pagi sampai ketemu pagi. Itu mengapa jalanan Jakarta tak pernah surut dari lalu lalang.

ADVERTISEMENTS

Terbiasa dan terpaksa, orang-orang yang tahan dengan kemacetan Jakarta adalah manusia yang hatinya seluas samudera

Ras Terkuat Setelah Wibu Layak Disandang Warga Jakarta, Saban Hari Tua di Jalan!

Kemacetan lalu lintas / Credit: FactsofIndonesia

Jika kamu bertanya mengapa orang-orang di sana tahan dengan kemacetan kotanya, dua jawaban itu mungkin adalah alasannya. Terbiasa dan terpaksa, dua keadaan yang memaksa orang-orang di sana punya kesabaran yang luar biasa. Hidup di Jakarta membuat siapapun harus pintar-pintar memutar otak. Memikirkan bagaimana caranya tepat waktu sampai tempat tujuan. Telat 5 menit saja mungkin semua keadaan dan situasi di jalanan sudah sangat begitu berbeda. Jalanan di Jakarta juga akan membuatmu terbiasa berpikir cepat. Memperkirakan kendaraan atau angkutan umum apa yang sekiranya paling cepat dan efektif untuk bepergian adalah ujian sehari-hari.

Sebagai manusia yang hidup di kota kecil dengan kemacetan yang setidaknya masih diterima dengan akal sehat, potret orang-orang Jakarta menghadapi ruwetnya kemacetan jalanan seringkali membuat saya terheran-heran. Salut untuk semuanya yang mengadu nasib di kota tersebut, apapun itu berusahalah untuk tetap sehat, ya!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Kadang menulis, kadang bercocok tanam

Editor

Kadang menulis, kadang bercocok tanam