Prambanan Jazz 2018: Sebuah Sanjungan, Porsi Jazz yang Meningkat, dan Cerita Lain para Pengunjung

Prambanan Jazz 2018

Prambanan Jazz 2018, yang dihelat di kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, Yogyakarta dari hari Jumat-Minggu (17, 18, 19) Agustus ini memiliki banyak cerita. Bukan sekadar tontonan musik jazz bertabur bintang, bukan sebatas warga Yogyakarta yang menikmatinya, bukan semata acara tahunan di Candi Prambanan. Simak cerita di akhir gelaran salah satu festival jazz terbesar di Indonesia ini, yuk!

Hari pertama: waktunya anak muda berbagi ruang dan rasa sebagai pembuka acara

Jelang senja yang cukup terik, panggung Honoman yang dekat dengan pintu masuk sudah cukup ramai. Berlatar candi Prambanan yang megah, Rendy Pandugo seolah meneduhkan hati para penonton yang kebanyakan perempuan dan anak muda. Kemudian disambut entakan pop dari panggung Rorojonggrang oleh The Rain. Rendy Pandugo yang kemudian digantikan oleh Letto, Iwa K, dan Java Jive, berhasil membuat penonton makin terpukau. Sementara Hivi dan Yura Yunita pun berhasil melanjutkan hasrat bersenandung penonton yang telah dimulai oleh The Rain sejak pukul 15.30. Dingin yang mulai menusuk (21 derajat Celcius), seketika hangat saat special show dari Tohpati ft. Sheila Majid, Marcell, dan Rio Febrian membakar suasana. Seperti itulah riuhnya Prambanan Jazz 2018 hari pertama, Jumat (17/8) lalu.

Hari kedua: momen di mana jazz lokal dan internasional didendangkan

Selepas MLD Jazz Wanted pukul 14.30-15.00, agenda di hari kedua ini dimeriahkan oleh suara lembut Monita Tahalea dan Abdul & The Coffee Theory di panggung yang berbeda. Tompi feat Nadya Fatira, Fariz RM, Yovie & Arsy, Indra Lesmana dan sang putri, Eva Celia, hingga Kla Project pun turut mengisi slot festival show, sebelum akhirnya para pengunjung berbondong-bondong memadati udara dingin di panggung Rorojonggrang untuk menikmati suara emas Diana Krall.

Hari ketiga: sebuah puncak reuni Dewa 19 dan Boyzone

Bisa dibilang, hari ketiga ini memang puncak acara. Festival yang diawali oleh penampilan apik Jikustik di panggung Hanoman dan Sierra Soetedjo di panggung Rorojonggrang, Prambanan Jazz hari terakhir ini dimeriahkan oleh Dewa 19 feat Ari Lasso dan Boyzone yang sama-sama pernah mewarnai masa lalu anak muda zaman sekarang. Nggak ayal, kalau para penonton begitu hanyut dalam special show malam itu.

ADVERTISEMENTS

Belajar dari masa lalu, Prambanan Jazz tahun ini terbilang lebih baik dari sebelumnya. Kendati evaluasi masih diperlukan

Prambanan Jazz 2018: Sebuah Sanjungan, Porsi Jazz yang Meningkat, dan Cerita Lain para Pengunjung

lebih baik via hipwee.com

Serangkaian agenda Prambanan Jazz tahun ini memang luar biasa, berjalan sangat baik, bila dibandingkan tahun lalu yang sempat mengalami sedikit kendala teknis. Rasanya panitia sudah belajar dari kesalahan sebelumnya.

Tahun ini lebih bagus, semua belajar sepertinya untuk membuat acara yang menarik, waktunya lebih tepat …. Apiklah, apik banget. – Djaduk Feriyanto

CEO Rajawali Indonesia Communication Anas Syahrul Alimi pun mengamini. “Evaluasi pasti ada, kalau tahun kemarin soal waktu, tahun ini bisa kami tuntaskan dengan baik,” kata Anas seperti dinukil dari Kompas. Hal ini memang benar adanya. Semua serba on time. Ketika kamu berpikir acara ini akan ngaret, mending kamu belajar untuk beradaptasi menghilangkan budaya telatmu.

Bahkan beberapa bintang tamu pun memberi sanjungan pada panitia karena kinerjanya yang brilian. Anas mengatakan, manajemen Diana Krall bahkan menyebut mereka adalah world class team. Hal ini pun dibuktikan dengan angka penungjung yang mencapai 42.000 lebih selama tiga hari.

Secara keseluruhan, Prambanan Jazz tahun ini memang terbilang lebih baik dari tahun lalu. Masalah teknis dan kesalahpahaman sudah mulai diminimalisasi, kendati masih ada kurang koordinasi antarpantia.

“Kurang jelas sih. Kemarin panitia dikasih gelang kertas gitu, biar bisa masuk ke stage Rorojonggrang. Awalnya malah nggak boleh masuk. Terus akhirnya dikasih all acces deh.” papar seorang panitia bidang dokumentasi. “Tapi ini pecah banget sih!”

ADVERTISEMENTS

Sanjungan lainnya datang dari WAMI yang memberikan sebuah plakat atas komitmen Rajawali Indonesia Communication

Prambanan Jazz 2018: Sebuah Sanjungan, Porsi Jazz yang Meningkat, dan Cerita Lain para Pengunjung

apresiasi dari WAMI via hipwee.com

Hari ketiga di kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, Manajer Operasional Wahana Musik Indonesia (WAMI) Budi Yuniawan, memberikan sebuah plakat pada CEO Rajawali Indonesia Communication atas komitmennya dalam ‘merawat’ hak cipta para pengarang lagu yang dibawakan oleh para musisi yang berpartisipasi di gelaran Prambanan Jazz sejak 2016 lalu.

“Kami mengapresiasi mereka karena Rajawali turut membantu pemerintah menghargai hak cipta melalui pembayaran royalti,” jelas Budi.

Tentu hal ini merupakan kesadaran yang perlu diapresiasi, mengingat nama seorang penulis lagu kerap terabai dan kalah tenar dari para musisi yang memopulerkannya. Bukankah sebuah ‘kerugian’ ketika kita membuat sesuatu, tapi orang yang ‘mengenalkannya’ lebih dikenal?

ADVERTISEMENTS

Porsi jazz yang sudah meningkat dari tahun sebelumnya

Prambanan Jazz 2018: Sebuah Sanjungan, Porsi Jazz yang Meningkat, dan Cerita Lain para Pengunjung

Java Jive via hipwee.com

Sebelumnya Anas memang sudah mengatakan bahwa event kali ini akan memberikan hal yang berbeda dari tahun sebelumnya. Seperti porsi para musisi yang lebih banyak berkolaborasi, hingga porsi musik jazz sebesar 65 persen (tahun lalu diklaim hanya 45 persen) dari keseluruhan rangkaian acara. Nggak heran kalau beberapa penonton yang Hipwee temui cukup puas dengan jazz yang mereka nikmati, daripada tahun lalu.

ADVERTISEMENTS

‘Kata mereka’ untuk gelaran Prambanan Jazz 2018 yang datang dan menghabiskan long weekend dari berbagai kota

Prambanan Jazz 2018: Sebuah Sanjungan, Porsi Jazz yang Meningkat, dan Cerita Lain para Pengunjung

Pasar Kangen via hipwee.com

Nggak kalah seru dengan para musisi yang tampil, para penonton dari berbagai elemen pun memberikan beragam reaksi untuk Prambanan Jazz tahun ini. Nggak cuma masyarakat dari Jogja, Kudus, Jakarta, Bogor, dan Bandung saja, tapi juga dari negeri tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam turut hadir meramaikan suasana. Motivasi mereka pun beragam, dari mulai mereka yang pengen nonton idolanya, hingga mereka yang iseng datang karena tengah liburan di kota Gudeg.

“Karena penasaran sih. Soalnya tahun-tahun lalu nggak sempat nonton,” kata Binti, seorang penonton asal Jogja yang larut dalam kegamangan Glenn Fredly.

“Penasaran sama suasananya sih. Kalau konser biasa, kan, nggak ada sensasi-suasana romantisnya gitu. Ini, kan, di Prambanan gitu,” jelas Novi (27) penonton dari Jakarta. Sementara temannya, Yasinta (20), mengaku belum pernah ke Prambanan Jazz. “Semuanya positif sih,” lanjut mereka.

Secara keseluruhan, para penonton yang mayoritas dari kaula muda mengatakan bahwa festival kali ini cukup memuaskan. Meski mereka nggak terlalu peduli dengan genre musiknya, yang penting para idolanya tampil dan memberikan yang terbaik untuk penggemarnya.

Sementara Ninuk, seorang ibu paruh baya dari Semarang sedikit agak kecewa lantaran sedikit sekali nuansa jazz yang ada pada dua hari terakhir, seperti Gigi yang akhirnya mengubah aliran musiknya jadi funk jazz. “Gigi kok begitu, ya. Saya nggak terlalu masuk jazz-nya,” ujarnya.

Bersama dengan Ninuk, Erna yang membawa serta kedua putrinya dari Duren Sawit, Jakarta, cukup menikmati penampilan Kla Project yang dirasa lagu dan musiknya masih masuk bagi penggemar seusianya.

Lain ladang lain belalang. Hal berbeda keluar dari seorang pedagang di Pasar Kangen yang berada di ujung area festival. “Sulit, Mas, sepi. Saya biasanya bisa ngabisin puluhan telur, sekarang cuma beberapa aja,” jelas mas-mas yang nggak mau disebukan namanya.

Ketika saya berjalan menyusuri area Pasar Kangen di hari ketiga, sebagian pedagang makanan pun tengah asyik-masyuk ngobrol daripada menjajakan dagangannya, lantaran jumlah pengunjung yang terbatas hitungan jari. Barangkali memang benar ini imbas dari pembagian tempat yang agak kurang strategis bagi Pasar Kangen. Belum lagi, godaan food truck dekat panggung sungguh luar biasa.

“Semoga tahun depan posisiya bisa berubah deh,” tutupnya.

Prambanan Jazz 2018: Sebuah Sanjungan, Porsi Jazz yang Meningkat, dan Cerita Lain para Pengunjung

Arsy dan Brisia Jodie via hipwee.com

Hari ketiga, selepas Boyzone reunian di panggung Prambanan Jazz 2018, tepuk tangan penonton kian bergemuruh. Udara malam di kompleks Candi Prambanan masih terasa hangat. Ucapan terima kasih dari para personel Boyzone dan riuhnya penonton menjadi penutup gelaran jazz tahunan kali ini.

Semoga tahun depan Rajawali Indonesia Communication bisa mendatangkan Norah Jones beneran, ya! 😀

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Senois.