JAFF 2022 Bertabur Sineas, Pemain, dan Penonton Film. Jadi Titik Temu untuk Diskusi Karya

“Guyub,” kata tersebut dilontarkan oleh Erlina Rakhmawati, salah satu penonton JAFF 2022 kepada Hipwee saat diminta untuk menggambarkan festival film ini dalam satu kata. Guyub adalah kata yang dipakai untuk menggambarkan suasana rukun di mana banyak orang berkumpul dan berbagi cerita satu sama lain.

Sudah beberapa tahun terakhir Erlina mengikuti perkembangan festival film ini. Ia aktif menonton beberapa film yang lolos kurasi JAFF. Tahun ini, Erlina menargetkan untuk menonton film-film JAFF yang mengangkat isu perempuan, seperti Before, Now, & Then karya sutradara Kamila Andini dan Like & Share garapan sutradara Gina S Noer.

Di samping itu, satu hal yang juga selalu menarik Erlina untuk terus hadir sebagai bagian dari JAFF adalah pagelarannya yang selalu menjadi titik temu bagi para pencinta film. Obrolan sehabis penayangan film hingga saling membangun jejaring di industri film adalah yang menurutnya menghidupkan suasana festival ini.

ADVERTISEMENTS

JAFF 2022 jadi wadah yang menyatukan pelaku industri, penonton, dan pegiat film

Deretan sutradara film dalam program Piknik Pesona

Deretan sutradara film dalam program Piknik Pesona | dok. Cindy/Hipwee

Jogja-NETPAC Asian Film Festival memang masuk dalam jajaran festival film terbesar di Indonesia. Selama delapan hari pagelarannya di Empire XXI Yogyakarta dan platform KlikFilm secara online, JAFF 2022 berhasil menarik 16.000 penonton. Mereka nggak cuma berasal dari penonton film. Para pemain, pembuat, hingga komunitas film dari berbagai daerah di Indonesia dan Asia Pasifik pun ikut meramaikan festival ini.

Sebagai penonton sekaligus filmaker asal Yogyakarta, Erlina turut berada di tengah euforia tersebut. Pada hari terakhir JAFF 2022, Sabtu (3/12), Erlina bukan saja menonton Autobiography film incarannya, tapi ia juga bertemu dengan teman-teman sesama pegiat industri film yang datang ke JAFF 2022 langsung dari Mamuju, Sulawesi Barat.

“Kalau tahun ini ketemu sama teman-teman dari Mamuju, Sulawesi Barat. Forum ketemunya ini kayak (semacam) Lebaran film karena ternyata teman-teman daerah pada datang. Kalau nggak ada (festival film) kayak gini ketemunya agak susah,” kata Erlina.

Salah satu penonton JAFF 2022 yang juga berasal dari luar Yogyakarta adalah Devanka Diaz. Mahasiswi jurusan Tari dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo ini memutuskan datang langsung ke Yogyakarta meskipun JAFF tahun ini bisa dinikmati secara online. Bagi Devanka, nggak ada yang bisa menggantikan serunya berinteraksi langsung dengan orang-orang yang punya ketertarikan serupa di dunia film.

“Karena feels-nya pasti beda, ya. Kita di sini ketemu teman-teman dari ISI Jogja, teman-teman sineas muda yang antusias buat liat JAFF. Kalau online kan cenderung kita di kamar mantengin laptop aja,” ujar Devanka.

ADVERTISEMENTS

Keseruan ngobrolin film dan berbagi idealisme pribadi sebagai penikmatnya 

JAFF 2022 Bertabur Sineas, Pemain, dan Penonton Film. Jadi Titik Temu untuk Diskusi Karya

dok. Cindy/Hipwee

Bertemu dengan sekelompok orang yang punya kecintaan yang sama di dunia film tentu nggak bisa lepas dari obrolan seputar film itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Devanka, ia bersama teman-temannya selalu antusias berbagi pendapat tentang film yang telah mereka tonton di JAFF 2022. Selain jalan cerita, obrolan mereka juga menyasar konten-konten publikasi yang menyertai penayangan film tersebut, seperti trailer hingga poster.

“Otomatis pertama ngomongin film yang tampil (tayang). Misalnya kita mulai ngebahas trailer-nya, posternya, menarik atau nggak. Melihat sutradaranya siapa dan biografinya,” jelas Devanka.

Hal senada juga dilakukan Erlina. Ia bercerita dirinya sering mendiskusikan film-film tentang isu perempuan dengan sekelompok perempuan yang punya keprihatinan pada topik yang sama.

Erlina juga menceritakan pengalamannya saat selesai menonton film Like & Share di JAFF 2022. Film yang mengangkat tema kekerasan seksual ini sukses membuat emosi Erlina tersulut. Pasalnya deretan adegan kekerasan seksual di dalamnya ditampilkan secara terang-terangan atau eksplisit.

“Kita keluar (studio) pokoknya ada psikosomatis gitu. Mual, pengen muntah dan pada nangis kok cewek-cewek itu, bad mood keluar dari bioskop,” kata Erlina.

Mereka nggak cuma membagikan hal yang disukai dari sebuah film, melainkan mengkritik secara sehat tentang pengemasannya jika dirasa kurang sesuai dengan selera pribadi. Misalnya soal film Like & Share tadi. Erlina merasa sinematografi film tersebut sangat memukau. Namun, ia melihat ada kecenderungan pengambilan gambar yang menonjolkan kemolekan tubuh perempuan secara berlebihan.

“Visualnya itu bagus banget karena ternyata pendekatannya visual iklan. Terus visualnya bagus banget, ngomongin isu perempuan, (tapi) lagi-lagi beautifikasi tubuh perempuan gitu, jadi miss di situ,” lanjutnya.

Setiap orang punya cara tersendiri dalam memaknai seni. Makanya, perbedaan pendapat pun jadi sebuah keniscayaan. Bukan sebagai kecaman, melainkan sebagai bentuk keberagaman dalam merayakan dan mengapresiasi seni, khususnya film.

JAFF 2022 juga mewadahi keberagaman pendapat itu dengan menggelar sesi tanya jawab bersama sutradara dan pemain film sehabis pemutarannya di studio. Dengan begitu, para penonton bisa menyampaikan pertanyaan serta pendapatnya dan langsung direspons oleh si pembuat film saat itu juga.

ADVERTISEMENTS

JAFF 2022 sukses jadi JAFF yang paling meriah sepanjang 17 tahun penyelenggaraannya 

Pencapaian JAFF 2022

Pencapaian JAFF 2022 | dok. Cindy/Hipwee

Perhelatan JAFF 2022 sudah menyelesaikan pagelarannya selama delapan hari mulai dari 26 November sampai 3 Desember 2022. Geliat kemeriahannya tergambar jelas lewat total jumlah penonton yang hadir, yaitu 16.000 penonton. Jumlah tersebut resmi membuat JAFF tahun ini sebagai JAFF paling meriah sepanjang penyelenggaraannya.

Untuk kamu ketahui juga, tahun ini JAFF menayangkan total 137 film dari 19 negara Asia.

Ifa Isfansyah selaku Festival Director JAFF 2022 mengungkapkan tahun ini ada 54 sutradara baru yang menayangkan film pertamanya di JAFF. Tak lupa ia menyebut keterlibatan sutradara perempuan yang cukup besar tahun ini, yaitu sebanyak 45 sutradara.

“Juga yang membanggakan bagi saya ada 54 first timer director. Dan ada 45 sutradara perempuan. Ini catatan buat kami mudah-mudahan terus bisa menjadi partner buat teman-teman pembuat film, penonton. Ada 54 komunitas film yang datang. JAFF bisa sampai 17 tahun karena kolaborasi yang terjadi di setiap tahunnya,” jelasnya dalam acara penutupan JAFF 2022, Sabtu (3/11) di Empire XXI, Yogyakarta.

Film Autobiography memenangkan Golden Hanoman JAFF 2022

Film Autobiography memenangkan Golden Hanoman JAFF 2022 | dok. Cindy/Hipwee

Malam penutupan JAFF 2022 juga dimeriahkan dengan pengumuman pemenang masing-masing program kompetisi. Tahun ini, film Autobiography karya sutradara Makbul Mubarak berhasil memenangkan kategori Golden Hanoman, penghargaan tertinggi JAFF.

Untuk menutup rangkaian JAFF 2022, Garin Nugroho sebagai salah satu pendiri JAFF berharap semangat mekar yang diusung tema Blossom tahun ini tetap terus menetap dalam penyelenggaraan JAFF ke depannya.

“Hari ini adalah 17 tahun, mekar, blossom. Tahun depan tidak boleh 18 tahun. Tahun depan tetap 17 tahun dan seterusnya JAFF akan 17 tahun karena kami bersama komunitas, bersama pencipta film, bersama institusi-institusi lainnya akan membawa JAFF tetap selalu remaja,” tutup Garin Nugroho.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Writing...