Sudah bukan rahasia lagi, seorang seniman baik itu pembuat film, musisi, maupun penulis buku, mendapat penghasilan dari royalti penjualan karyanya. Hasil penjualan tersebut biasanya digunakan oleh seniman untuk menyambung hidup keluarganya sekaligus modal untuk membuat karya selanjutnya.
Sama seperti pekerjaan lain, seniman juga punya masalahnya sendiri. Hal yang paling umum dan masih saja terjadi sampai hari ini adalah pembajakan. Pembajakan sebuah karya seni telah jadi fenomena sejak lama dan berkembang menghantui para pelaku seni. Terkhusus di negara-negara Asia, pembajakan bisa dibilang masih merajalela. Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat pembajakan yang tinggi. Sebenarnya apa sih penyebabnya? Bagaimana cara kita untuk memutus rantai pembajakan?
ADVERTISEMENTS
Fenomena pembajakan karya di Indonesia telah mengakar kuat. Seiring berkembangnya zaman, kini ada pembajakan berbasis digital
Masyarakat Indonesia udah nggak asing lagi dengan yang namanya pembajakan sebuah karya. Sepuluh tahun ke belakang, para pelaku pembajakan umumnya mengincar produk musik, film, dan juga buku yang terkenal. Orang-orang nggak bertanggung jawab ini menggandakan produk tanpa meminta izin dan meraup keuntungan. Praktik ini hampir bisa ditemui di berbagai kota besar maupun kecil di Indonesia bahkan sampai hari ini.
Satu minggu yang lalu, Studio film Visinema merilis film garapan mereka yang berjudul “Story of Kale: When Someone’s In Love” secara online. Selang beberapa hari, diketahui film karya Angga Sasongko tersebut dibajak dan dibagikan secara gratis dan menyebar di beragam situs film illegal Indonesia. Selaku sutradara Angga Sasongko marah bukan main. Dia bahkan berjanji akan memberikan pembalasan pada para pembajak yang telah merugikan diri dan karyanya. Kasus yang baru terjadi ini kembali mengingatkan kita pada fenomena pembajakan yang telah mengakar kuat di Indonesia. Belum selesai dengan pembajakan berbentuk fisik, kini para seniman dihadapkan dengan pembajakan berbasis digital.
ADVERTISEMENTS
Pembajakan di Indonesia di atur dalam Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Transaksi Elektronik (ITE)
Sebuah laporan soal pembajakan dilakukan pada tahun 2018 silam. Laporan tersebut menyebutkan kalau pembajakan di empat kota besar antara lain Jakarta, Bogor, Deli Serdang, dan Medan menimbulkan kerugian sebesar 1,5 triliun rupiah per tahunnya. Melihat fakta menyedihkan ini, semakin jelas posisi seniman di Indonesia sangat merugi. Nggak heran kalau banyak penulis, pembuat, film, komikus, dan musisi amat marah kalau mengetahui karyanya digandakan tanpa izin.
Terlepas dari laporan tersebut, bukan berarti negara kita nggak punya payung hukum soal pembajakan. Para pelaku seni sebenarnya dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Menyoal pembajakan film dan karya lain diatur dalam UU No 8 Tahun 1992 tentang perfilman dan UU Hak Cipta Pasal 72. Selain dua undang-undang di atas pembajakan juga di atur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Tahun 2008 soal Transasi Elektronik (ITE) untuk menjerat pembajakan secara digital. Para pembajak yang ditangkap terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara atau denda 4 miliar rupiah.
ADVERTISEMENTS
Meskipun ada regulasi yang mengatur soal pembajakan, nyatanya pelanggaran hak cipta masih sering terjadi. Melihat fakta ini kita sebagai konsumen harus lebih menghargai dan menolak segala produk karya seni bajakan
Meskipun masalah hak cipta sudah diatur dalam Undang-Undang nyatanya pembajakan masih marak terjadi. Ini berarti melindungi seniman lewat regulasi saja belum cukup. Perlu ada kesadaran dari diri kita agar pembajakan yang merugikan para seniman ini berkurang. Sebagai sesama masyarakat kita harus sadar kalau seniman juga membutuhkan pemasukan demi melanjutkan hidup. Jika mindset kita sudah berubah, maka kita akan berpikir dua kali untuk membeli produk bajakan atau mengonsumsinya.
Perlu diakui, produk bajakan pasti memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk aslinya. Hal ini dikarenakan produk bajakan nggak dipotong pajak dan keuntungan murni diambil oleh si pembajak itu sendiri. Nah, sebelum kamu membeli produk bajakan alangkah lebih baik memikirkan hal ini.
Kalau sebuah produk terlalu mahal untuk bisa kita nikmati, kita bisa menahan diri dan menabung untuk membeli produk resminya. Jika masih memberatkan, kita bisa patungan bersama teman-teman lain untuk membeli karya original sang seniman. Dengan cara tersebut kita setidaknya menghargai usaha para seniman. Ingat, mengonsumsi barang bajakan itu nggak keren lo~