Betapa Susahnya Jadi Objektif di Indonesia, Menilai Film Kurang Bagus Aja Bisa Dapat Ancaman

menilai film diancam

Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau. (Soe Hok Gie)

Kritik pada dasarnya memang sebuah prasangka, yang pada akhirnya dibuat masuk akal sampai bisa diterima. Kritik beda dengan penghakiman yang mungkin nggak membutuhkan alasan objektif untuk mengukur sesuatu. Tapi wajar jika saat menerima kritik kita merasa sakit. Bagaimanapun, kita sedang ditelanjangi tentang apa yang salah dari diri kita biar kita mudah berbenah.

Nggak semua pihak mampu menerima kritik. Beberapa reviewer film yang terbiasa mencela mengkritik film jelek karena memang begitu adanya, justru kedapatan diserang dan mendapatkan ancaman. Hmm, jujur sih, penulis Hipwee Hiburan juga pernah mengalami hal serupa. Untuk itulah simak artikel opini berikut, jangan skip!

ADVERTISEMENTS

Sempat viral seorang reviewer film di YouTube mendapat DM yang berisi ancaman jerat hukum karena menilai film tersebut jelek

Betapa Susahnya Jadi Objektif di Indonesia, Menilai Film Kurang Bagus Aja Bisa Dapat Ancaman

DM yang diunggah tapa nama. via twitter.com

Reviewer yang sudah nggak asing bagi moviegoers, Razak Syarif sempat ngetwit kalau dia dapat ancaman dari seorang pengacara senior. Nggak tanggung-tanggung, Razak bahkan dikatain antek film asing dan katanya teman-teman Razak (di Cinecrib) juga udah didata. Hmm, sebuah labrakan yang mencengangkan sekaligus bikin geleng-geleng sih.

Kepada tim Hipwee, Razak mengaku kalau DM dari pihak luar seperti produser film memang nggak sekali ini saja mereka terima. Tapi tim Cinecrib menanggapi dengan santai, karena nggak bijak rasanya untuk ribut-ribut di media sosial. Baru kali ini seorang pengacara benar-benar memberikan pesan bernada ancaman hukum.

ADVERTISEMENTS

Twit kekesalan Razak sempat dapat sorotan dari beberapa pembuat film. Warganet juga ikutan ngegas begitu tahu tentang pesan dari pengacara tersebut

Betapa Susahnya Jadi Objektif di Indonesia, Menilai Film Kurang Bagus Aja Bisa Dapat Ancaman

Tanggapan Joko Anwar. via twitter.com

Nggak sedikit warganet yang membela Razak dan mengaku bahwa review film itu berguna banget buat rekomendasi penonton. Saking banyaknya film di bioskop, tentu kita perlu cerdas-cerdas memilih yang layak kita prioritaskan untuk dinikmati. Rasanya seolah-olah pembuat film yang bikin film kurang bagus, tapi penontonnya yang disalahin. Bahkan sutradara Joko Anwar juga bilang kalau pesan tersebut terbilang norak dan termasuk usaha perampasan berpendapat.

ADVERTISEMENTS

Me-review film sebenarnya kegiatan penilaian objektif, toh para reviewer juga memberikan alasan masuk akal dan nggak mencegah orang-orang untuk menonton

Betapa Susahnya Jadi Objektif di Indonesia, Menilai Film Kurang Bagus Aja Bisa Dapat Ancaman

Tim Cine Crib, Razak dan Aria. via www.youtube.com

Sebagai produk bisnis, film yang diperjualbelikan pada penonton sudah selayaknya dapat penilaian. Terlepas penilaiannya bagus atau jelek tentu tergantung filmnya. Sedikit banyak, review dari penonton bisa mendongkrak kualitas tontonan kita bersama. Biarkan film dengan garapan ngawur ditinggalkan, dan fokus pada film dengan garapan serius dan memberikan banyak insight. Secara nggak langsung, kebiasaan ini berpengaruh sekali pada kegiatan perfilman di Indonesia. Penontonnya lebih paham film bagus, filmmaker pun bakal lebih serius. Bukankah ini bagus, kenapa malah dapat kecaman?

ADVERTISEMENTS

Sebenarnya me-review film nggak bisa dituntut, tapi ada beberapa regulasi ‘pasal karet’ yang kadang bisa menjerat. Rasanya ingin berdoa untuk bangkitnya demokrasi (lagi), ya!

Betapa Susahnya Jadi Objektif di Indonesia, Menilai Film Kurang Bagus Aja Bisa Dapat Ancaman

Haruskah kita bungkam? via iwangsadewa.blogspot.com

Soal regulasi, nggak ada yang benar-benar menyatakan bahwa kritik terhadap film itu melanggar hukum. Dasarnya justru jelas, sebagai warga negara kita bebas mengutarakan pendapat, apalagi terkait penilaian seperti ini. Toh akhirnya review nggak menunjuk perseorangan dan nggak muncul sebagai fitnah. Namun ada beberapa regulasi UU ITE yang seolah sudah jadi langganan buat ditarik dan diulur, menyesuaikan kasus dan tuntutannya. Kalau menuangkan penilaian terhadap produk seni aja dilarang, kayaknya kita udah nggak bebas lagi menyampaikan pendapat deh.

Jadi reviewer memang berat, bilang filmnya jelek, fans-nya pada ngamuk. Giliran bilang filmnya bagus, dibilang dibayar sama orang-orang filmnya. Betapa susahnya jadi objektif di negara tercinta ini. Apa pun yang kita lakukan sering banget dapat prasangka buruk.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Editor

Senois.