Menempuh pendidikan di Jurusan Kebidanan jadi pilihan yang banyak diambil oleh gadis-gadis lulusan SMA di Indonesia. Harus diakui, jurusan ini tidaklah sepopuler Jurusan Kedokteran Umum dan Kedokteran Gigi. Tapi daya tarik Jurusan Kebidanan tak pernah memudar dari tahun ke tahun. Kebutuhan tenaga kesehatan yang makin meningkat membuat Jurusan ini tak pernah sepi pendaftar.
Sayang, masih banyak orang yang memandang anak-anak Jurusan Kebidanan dengan sebelah mata. Seakan mereka yang kuliah di Jurusan Kebidanan dididik jadi pekerja kesehatan “kelas 2” yang tidak pantas dihargai seperti kita menghormati Dokter dan Dokter Gigi. Padahal, mahasiswi Jurusan Kebidanan punya kualitas yang tak dimiliki tenaga kesehatan lainnya lho!
Di artikel ini Hipwee akan memaparkan kualitas yang dimiliki oleh mahasiswi Jurusan Kebidanan yang membuat mereka tak layak diremehkan.
ADVERTISEMENTS
1. Mereka yang Memutuskan Kuliah di Jurusan Ini Sudah Benar-Benar Tahu Apa yang Hendak Dilakoni
Memutuskan kuliah di Jurusan Kebidanan hampir sama dengan menandatangani kontrak seumur hidup untuk mengabdi pada masyarakat. Tak ada lagi kesempatan untuk “berpindah jalur” dan menjajal profesi lain. Mahasiswi Kebidanan akan terus melakoni profesinya sebagai bidan sebagai pekerjaan utama. Profesi lain seperti jadi dosen, berjualan, hingga membuka bisnis biasanya ditempatkan sebagai pekerjaan kedua.
Mereka yang mendaftar dan berani kuliah di jurusan ini sudah tahu benar apa yang hendak dilakukan dalam hidupnya. Jarang ada anak Kebidanan yang galau ingin pindah profesi di tengah proses pendidikan. Udah kuliah berat-berat, biayanya juga mahal — sayang dong kalau menyerah di tengah jalan?
ADVERTISEMENTS
2. Pendidikan di Jurusan Kebidanan Itu Tak Ringan, Butuh Kerja Keras dan Keuletan
Jangan salah. Kuliah di Jurusan Kebidanan itu tidaklah mudah. Sama seperti cabang Jurusan Kesehatan lain, pendidikan Kebidanan menuntut komitmen dan upaya besar untuk menuntaskannya. Di semester awal, anak-anak Kebidanan harus berpayah-payah menghapal anatomi tubuh manusia. Belum lagi harus berusaha memahami sistem kerja sel dan syaraf dalam Mata kuliah Fisiologi.
Belum cukup sampai di situ, mahasiswi Kebidanan juga wajib mengerjakan Asuhan Kebidanan (Askeb) yang merangkum dokumentasi tindakan apa saja yang mereka lakukan pada pasien. Askeb ini tidak boleh diketik, harus ditulis tangan. Kalikan saja jumlah Askeb yang harus dibuat sesuai banyaknya jumlah mata kuliah yang diambil pada semester tersebut.
Jadwal kuliah mahasiswi Kebidanan pun terkenal padat. Terkadang, Sabtu dan Minggu yang seharusnya jadi waktu libur terpaksa beralih fungsi jadi hari kuliah dan praktikum. Hanya orang-orang yang punya kemauan dan semangat juang tinggi yang mampu bertahan di jurusan yang tugas-tugasnya macam kerja rodi seperti ini.
ADVERTISEMENTS
3. Berkuliah di Jurusan Kebidanan Membentuk Mereka Jadi Orang yang Taat Aturan
“Kerasnya” pendidikan di Jurusan Kebidanan tidak hanya terletak di mata kuliah, praktikum, dan praktik klinisnya saja. Mahasiswi Jurusan Kebidanan juga diharuskan mengikuti aturan ketat yang dimiliki oleh kampus. Mereka harus mengenakan pakaian yang telah ditentukan, datang tepat waktu, di beberapa akademi kebidanan bahkan cara menata rambut dan warna kaus kaki juga turut diatur.
Saat kawan-kawan seumuran bisa ke mall sepulang kampus dengan pakaian cantik berwarna-warni anak-anak Akademi Kebidanan harus puas jalan-jalan dengan baju seragam. Ketika orang lain bisa santai-santai di rumah saat akhir pekan, anak Kebidanan harus rela duduk manis di klinik berjaga menunggu pasien datang.
Hidup sebagai mahasiswi kebidanan membuat mereka terbiasa menaati aturan main yang telah ditetapkan. Mereka tahu, kealpaan menerapkan kedisiplinan bisa membuat satu nyawa tak berdosa melayang.
ADVERTISEMENTS
4. Mahasiswi Jurusan Kebidanan Mengerti: Mengabdi Itu Perkara Melayani
Pengabdian seorang bidan tidaklah main-main. Ia harus rela ditempatkan di daerah terpencil demi membantu masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan dasar. Menjadi bidan berarti merelakan pintu rumahnya diketuk tengah malam saat ada balita yang panas hingga kejang-kejang. Seorang bidan harus rela waktunya bersama keluarga terkebiri jika mendadak ada ibu hamil yang membutuhkan bantuan persalinan.
Mahasiswi Jurusan Kebidanan memang dididik untuk jadi pelayan masyarakat. Mata kuliah “Etikakolegal Kebidanan” yang didapatkan di bangku kuliah mengajarkan mereka etika dan tingkah laku yang wajib dimiliki oleh bidan, bagaimana bersikap dan menghadapi pasien, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di tengah masyarakat.
Semua pengabdian tersebut kadang luput tertangkap mata. Mereka sering tidak mendapat sorotan yang seharusnya layak diterima. Dalam beberapa kasus, bahkan gaji bidan harus tertunda sampai beberapa bulan lamanya karena kebobrokan birokrasi. Namun para bidan tetap berada di garda terdepan pelayanan kesehatan. Mereka tak peduli, ada yang memperhatikan kerja mereka atau tidak. Masyarakat membutuhkan bantuan, dan mereka selalu siap untuk mengulurkan tangan.
ADVERTISEMENTS
5. Tak Hanya Terampil, Bidan Juga Selalu Diajari untuk Bekerja dengan Hati Nurani
Pendidikan Bidan tidak hanya membentuk seseorang jadi tenaga kesehatan yang handal. Bidan juga dilatih untuk selalu bekerja dengan hati nurani. Kepekaan hati tidak bisa dilepaskan dari pekerjaan yang selalu berhubungan dengan manusia lain ini.
Hanya orang-orang yang punya hati nurani yang mau merelakan kenyamanan hidupnya untuk membantu kelahiran makhluk baru di dunia. Hanya orang dengan hati nurani bersih yang mampu berkata “tidak” pada godaan untuk melakukan aborsi yang bayarannya berlipat kali gaji. Mahasiswi kebidanan adalah mereka yang punya tangan terampil, pun memiliki hati yang tak kalah luas untuk selalu membantu orang yang membutuhkan bantuan.
ADVERTISEMENTS
6. Gelar Mereka Memang “Hanya” Ahli Madya, Tapi Manfaat Langsung yang Diberikan pada Masyarakat Sungguh Terasa
Gelar bidan di Indonesia memang diperoleh dari tingkat pendidikan D3 — yang memberikan mahasiswinya gelar “Ahli Madya.” Jika kemudian ingin jadi bidan pendidik, ia yang sudah mengantungi gelar A.Md Kebidanan bisa lanjut ke program D4. Pendidikan S1 Kebidanan baru ditawarkan di beberapa universitas negeri saja, belum banyak jumlahnya di Indonesia.
Gelar “A.Md” inilah yang membuat Bidan sering dipandang sebelah mata oleh tenaga kesehatan lain yang memiliki gelar sarjana. Tapi jangan salah, justru di masyarakakat pelayanan kesehatan dari bidan-lah yang manfaatnya langsung bisa dirasakan. Dari tangan bidan, bantuan untuk kasus gangguan kesehatan dasar bisa langsung dituntaskan. Bidan pula yang layananannya bisa diakses tanpa harus reservasi terlebih dahulu.
Mereka dekat, ada, dan benar-benar melayani masyarakat.
7. Mahasiswi Kebidanan adalah Pribadi yang Mudah Beradaptasi
Sejak masih kuliah, mahasiswa kebidanan terbiasa berpindah tempat dari satu rumah sakit atau puskesmas ke fasilita kesehatan lain demi melaksanakan praktik klinik. Dalam kegiatan wajib yang harus dilakoni setidaknya 3 semester ini, mereka diharuskan beradaptasi dengan lingkungan kerja yang berbeda.
Belum lagi nanti saat sudah benar-benar bekerja di tengah masyarakat, mahasiswi kebidanan harus bisa luwes bersikap dan mampu membawa diri demi menghadapi tingkah laku pasien yang beragam. Konsekuensi profesi sebagai bidan membuat mereka harus siap ditempatkan di seluruh pelosok Indonesia. Sedari masih jadi mahasiswa mahasiswi kebidanan memang telah dipersiapkan untuk jadi bunglon yang handal menyatu di tengah berbagai kultur masyarakat.
8. Mereka Dibekali dengan Kemampuan Mendengar dan Kebisaan untuk Berempati
Sebagai petugas medis, terkadang skill dan pengetahuan saja belum cukup. Masih ada hal lain yang lebih penting dalam hubungan antara pasien dan petugas medis: komunikasi dan empati. Orang yang sakit tak hanya butuh obat untuk sembuh– ia juga butuh merasa didengarkan, butuh seseorang yang memahami dan mau memberikan perhatian.
Mahasiswi Kebidanan memang dipersiapkan untuk jadi petugas medis yang tak hanya terampil, tapi juga memiliki tingkat empati yang tinggi. Ia rela mendengarkan keluhan tentang kaki bengkak dan kontraksi palsu yang dialami oleh ibu hamil yang ia bahkan tak kenal, seorang bidan akan turut merasa prihatin saat melihat anak yang pertumbuhannya di bawah garis merah Kartu Menuju Sehat.
Tingginya empati Bidan makin terlihat saat mereka membantu proses persalinan. Kehadiran bidan di samping ibu yang sedang melahirkan tak sekedar bertujuan memberikan pelayanan kesehatan — mereka juga ada untuk mendukung dan memberikan dorongan mental. Ucapan penyemangat, tangan yang selalu tersedia untuk diremas saat proses persalinan makin menyiksa, hingga hitungan 1-2-3 yang jadi panduan untuk mengejan tak pernah berat diberikan.
Mereka menyadari, layanan kesehatan terbaik selalu melibatkan petugas yang pengetahuannya handal dan punya kepedulian tinggi.
9. Masa Depan Mereka Juga Menjanjikan Sebab Bidan Kini Makin Banyak Dibutuhkan
Jangan salah. Bidan itu potensi mapan secara finansialnya besar. Kebutuhan bidan terus meningkat dari tahun ke tahun. Lapangan pekerjaan bagi mereka pun luas, mulai dari bekerja di instansi pemerintah; fasilitas kesehatan swasta; sampai membuka layanan praktik sendiri. Bayangkan, selain menerima gaji dari instansi mereka juga bisa menawarkan jasa secara pribadi yang tentu berdampak langsung pada menungkatnya penghasilan.
Lompatan finansial juga sering ditemukan pada lulusan Akademi Kebidanan yang bersedia ditempatkan di luar Jawa yang notabene kebutuhan tenaga kesehatannya masih jauh dari mencukupi. Walau tinggal di pedalaman — amat biasa bagi para Bidan jika punya rumah besar, mobil pribadi, dan kehidupan yang nyaman. Tak jarang anak-anak mereka justru disekolahkan di Pendidikan Dokter karena mereka telah mengerti betapa menjanjikannya lahan pekerjaan ini.
Setelah membaca kualitas yang Hipwee paparkan di atas, masih mau menyepelekan anak-anak yang kuliah di Akademi Kebidanan? Sudahkah menengok diri sendiri, dan yakin jika dirimu lebih baik dari mereka?