Pengesahan UU Cipta Kerja beberapa tempo lalu memancing respons masyarakat dari berbagai lini, termasuk buruh dan mahasiswa. Nggak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Banyak twit, status, stories, dan konten protes yang dialamatkan pada para pembuat kebijakan.
Di tengah penolakan tersebut, ada sebagian orang yang menyayangkan beredarnya konten-konten receh soal demo di media sosial. Mereka menganggap bahwa konten tersebut mencederai perjuangan. Padahal kalau mau dilihat lebih jauh, bisa jadi konten-konten tersebut merupakan bagian dari bentuk protes yang lebih kreatif. Kelakuan mereka mesti dimaklumi, ini alasannnya.
ADVERTISEMENTS
1. Yang dibutuhkan oleh massa sekarang adalah bersatu, bukan malah saling menjegal satu sama lain
UU Omnibus Law sebentar lagi berlaku. DPR telah mengesahkannya Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja ini. Pemerintah juga menunjukkan keberpihakkan ke arah yang sama. Kalau saja kita masih sibuk dengan mengusik ekspresi receh dari pendemo, tentu jalan kebijakan itu akan semakin mulus. Hal yang dibutuhkan oleh massa sekarang adalah bersatu. Sereceh apa pun, aspirasi masyarakat tetap wajib didengarkan.
ADVERTISEMENTS
2. Sekarang lagi zamannya konten-konten receh, mau dibatasi sekalipun tetep akan ada konten receh
Dulu ketika ada demo, pasti ada aksi teaterikal dan baca puisi. Teater dan puisi dijadikan medium lain dalam mengekspresikan keresahan massa. Zaman telah berubah, aksi semacam itu sudah nggak menarik lagi. Semenjak media sosial dikuasai konten-konten receh, bentuk ekspresi yang kocaklah yang diminati. Mau dibatasi seketat apa pun, tetap bakalan ada konten receh. Masyarakat udah terlanjur kocak dan receh.
ADVERTISEMENTS
3. Kalau konten receh bisa menyatukan massa, kenapa mesti dipermasalahkan?
keren banget kak 🤡 pic.twitter.com/Ywr9cxdB3e
— j (@casual_lly) October 8, 2020
Kalau diamati, justru konten recehlah yang menyatukan mahasiswa. Mereka yang tadinya cuek sama situasi sosial politik negara jadi melirik gara-gara banyaknya konten receh yang beredar. Dari yang tadinya abai, kini jadi peduli. Kalau nggak ada spanduk demo bertuliskan kata-kata kocak, sepertinya mahasiswa milenial nggak akan tertarik buat ikutan. Jadi, buat apa dipermasalahkan? Toh, pada dasarnya mereka masih berada pada jalur isu yang disuarakan, bukan?
ADVERTISEMENTS
4. Yang perlu dilawan itu kebijakan yang nggak pro rakyat, konten-konten bercanda nggak perlu diseriusin kali~
Menyeriusi konten-konten bercanda di linimasa sama saja buang waktu. Mereka aja melakukannya dengan bercanda, kenapa malah diseriusin? Kecuali kalau bercandaannya kelewatan atau melanggar hukum, seperti bersiul kepada mahasiswi demo. Kalau begitu sih jatuhnya pelecehan. Kalau cuma sebatas joget TikTok pas demo atau cari gebetan saat demo mah nggak perlu dipermasalahkan. Terima saja itu sebagai sisi lain demo. Sebagai hiburan di tengah situasi yang memanas akibat kerusuhan.
Setidaknya itulah 4 alasan mengapa kita perlu memaklumi kelakuan atau konten receh yang beredar saat demo kemarin. Zaman berubah, orang juga berubah. Mahasiswa zaman sekarang nggak bisa disamain sama zaman dulu. Mempermasalahkan konten receh demo nggak ubahnya sama kayak kelakuan Komnas PA mempermasalahkan kata anjay. Bukan nggak boleh atau perlu, melainkan memang nggak ada urgensinya. Mbok fokus ke isu yang dibawa oleh masyarakat aja.