Tuhan tidak akan memberi ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya.
Sebagai makhluk Tuhan, manusia kerap mendapat ujian dan cobaan yang mewarnai perjalanan hidup ini. Ada yang menanggapinya dengan ikhlas; ada yang bertanya-tanya mengapa mereka mendapat cobaaan seberat ini; ada pula yang ‘membentak‘ Tuhan, protes tentang keadaan dan tidak terima akan ujian.
Sangatlah manusiawi bagi kita untuk bersedih ketika mendapatkan musibah atau rintangan dalam kehidupan. Tapi sebenarnya ada titik terang dari semua kegelapan. Yang harus kamu lakukan adalah optimis, berpikir positif dan tidak menyerah dengan keadaan.
ADVERTISEMENTS
Seperti Martunis, bocah yang selamat dari cengkraman maut gelombang Tsunami 2004 di Aceh. Dalam hitungan menit, kehidupan Martunis kecil hancur remuk berserakan ditelan laut dan bumi.
Terkadang, ketika sudah tenggelam menangisi problem kita sendiri, kita lupa bahwa banyak orang-orang lain yang masalah hidupnya jauh lebih berat daripada yang kita pikul. Merasa paling menderita dan putus asa begitu saja. Padahal ada orang-orang lain yang lebih tegar meskipun diri mereka pilu habis-habisan; nyaris kehilangan nyawa bahkan.
Tengoklah Martunis, bocah yang saat kejadian gempa dan tsunami Samudra Hindia berumur 8 tahun tersebut, kehilangan ibu; saudara-saudara; dan seluruh hartanya dalam hitungan menit. Gelombang besar menyapu Tanah Aceh tempat Martunis dan keluarganya tinggal. Tanpa peringatan, tanpa ampun; Tsunami yang merenggut 230.000 korban jiwa dan menghantam 14 negara ini menyeret Martunis dan keluarganya.
ADVERTISEMENTS
Tanpa disangka, ada tekad dan keberanian luar biasa besar untuk bertahan hidup dari tubuh mungil Martunis. Ia berhasil menyambung nafasnya meski berada di tengah keadaan yang sangat mengerikan.
Martunis tergulung gelombang, terpisah dari ibu dan kakak adiknya yang kemudian diketahui tidak selamat lagi. Rumahnya hancur lebur, namun itu bukan jadi masalah terbesar Martunis saat itu. Ia terombang-ambing di laut seorang diri, tanpa makanan dan minuman; tanpa pakaian hangat dan jaminan selamat. Setiap hembusan nafas bisa menjadi yang terakhir baginya, namun Martunis tidak menyerah dan putus asa begitu saja. Anak yang punya hobi bermain sepak bola ini terus bertahan apapun yang terjadi.
“Saat itu aku tidak takut sama sekali, karena aku masih ingin hidup untuk bertemu keluargaku dan untuk menjadi seorang pemain sepak bola.” kata Martunis ketika ditanyai wartawan tentang pengalamannya.
Di usianya yang begitu belia, di bawah cobaan hidup yang begitu besar; Martunis bertahan. Berpegangan pada sebatang pohon kelapa selama 21 hari, mengganjal perut hanya dengan minum air kubangan dan makan mie instan yang hanyut di lautan. Terlambat satu hari saja Martunis mungkin tak akan lagi bernyawa, kata salah satu anggota penyelamat dari Program Save the Children yang mengantarkannya ke rumah sakit. Keadaannya sangat lemas, kelaparan, penuh luka dan mengenaskan. Yang masih melekat pada tubuh mungil Martunis hanyalah kaos seragam tim sepak bola favortinya, tim nasional Portugal.
ADVERTISEMENTS
Coba kita pikirkan, bagaimana perasaan Martunis yang seluruh hidupnya terbalik 180 derajat secara mendadak ini? Di umur yang sebelia itu, ia harus kehilanggan segalanya, termasuk orang-orang paling berharga baginya.
Beruntung Martunis masih bisa dipersatukan lagi dengan ayahnya. Rumah dan segala harta benda mereka raib dihancurkan oleh kemarahan alam. Ibu dan kedua saudaranya juga berpulang ke pangkuan Tuhan. Boro-boro memikirkan impiannya menjadi pemain sepak bola profesional, melanjutkan hidup pun mungkin terasa sukar.
Namun Tuhan Maha Adil, penderitaan dan kesulitan yang dialami Martunis kecil memberikan hikmah yang begitu besar dan merubah hidupnya dengan cara yang luar biasa. Kalau Martunis tidak karena terseret gelombang tsunami selama berhari-hari dengan mengenakan kaos tim sepak bola favoritnya, media massa Portugal tidak akan memberitakan kisah ajaib bocah yang berhasil selamat dari maut itu.
Kalau bukan karena tekad bajanya untuk bertahan hidup demi impiannya itu, Martunis mungkin tidak akan punya kesempatan bertemu Christiano Ronaldo yang tersentuh dengan kisahnya dan menyantuninya.
Kalau Martunis langsung menyerah begitu saja pada keadaan, dia tidak akan bertemu dengan kesempatan emas untuk turut serta dalam berbagai agenda sepak bola dunia; seperti bertemu tim Portugal dan menjadi salah satu tamu di pertandingan kesebelasan favortinya.
Kalau Martunis hanya bisa pasrah tanpa ingat pada keluarga dan cita-citanya menjadi pemain sepakbola, mungkin ia tidak akan dapat kesempatan untuk dibimbing oleh Akademi Sporting Lisbon di Portugal agar dapat memenuhi cita-cita sedari kecilnya: menjadi pemain sepak bola profesional tingkat dunia.
ADVERTISEMENTS
Segala penderitaan dan cobaan yang dilalui Martunis kecil bukan tanpa hikmah. Tuhan Maha Adil dan tidak akan meninggalkan umatnya yang pantang menyerah.
Apa yang menimpa Martunis adalah salah satu contoh bahwa seberapa pun jatuhnya dirimu; seberapa pun kamu merasa sedang berada di paling dasar jurang nestapa, selalu ada harapan dan kebahagiaan yang menunggu orang-orang yang tidak menyerah pada pukulan kehidupan. Kamu harus berhenti merasa tak berdaya dan putus asa begitu saja. Karena hidup selalu punya rahasia dan kejutan untuk kita semua.
Good luck, Martunis! Bikin Indonesia bangga