Belakangan ini sedang viral dugaan kekerasan di kampus yang sampai menelan korban jiwa. Usut punya usut ternyata hal ini sudah mendarah daging lo. Bukan hanya sekali atau dua kali saja, kasus serupa bahkan sudah terjadi berkali-kali sejak dulu hingga sekarang. Katanya sih buat membentuk mental baja, tapi apakah benar seperti itu?
Nyatanya tidak ada yang benar-benar bisa menjamin hal tersebut. Bisa saja, itu hanya akal-akalan senior yang telah terbiasa dengan budaya yang ada. Bahkan nggak jarang mereka menyebarkan pembenaran dan alasan klasik untuk terus melestarikan budaya senioritas di kampus yang kadang nggak masuk akal. Kamu pasti pernah dengar sederet alasan klasik bin ngeselin di bawah ini.
ADVERTISEMENTS
1. Udah dilakukan turun-temurun, angkatan terdahulu juga merasakannya
“Ini belum seberapa dek dibanding zamanku dulu. Kakak dulu lebih parah!”
Ungkapan itu diharapkan sebagai penguat. Namun malah terlihat seperti ingin lomba siapa yang paling sengsara. Mereka terlihat ingin kamu menderita seperti halnya mereka menderita, padahal sih urusah siapa yang paling menderita jelas hanya Tuhan yang tahu. Lagian dari sini aja udah aneh, niat mau ngampus malah adu siapa yang paling ditempa sama senor. Dih~
ADVERTISEMENTS
2. Katanya biar kuat secara mental, padahal pas mau ngelamar kerja juga nggak bakal ditanyain tahan berapa lama berendam di lumpur
Kadang budaya senioritas melibatkan gojlok fisik maupun mental. Masih ditemukan para junior yang harus menahan malu hingga menahan sakit fisik demi terbentuknya mental yang sekuat baja. Tapi kalau dipikir lagi, saat menapaki dunia yang nyata seperti halnya bekerja kamu tak pernah benar-benar ditanya kuat berendam di lumpur berapa lama. Mereka juga nggak akan tanya kamu pernah cosplay jadi orang gila atau nggak. Jadi sebenarnya gojlokan nggak jelas ala senior ini biar ngapain esensinya?
ADVERTISEMENTS
3. Ini buat kebaikan kamu, supaya kamu tidak menjadi anak manja yang nggak bisa apa-apa
Senior kadang berdalih bahwa ini semua untuk kebaikan kita sendiri sebagai juniornya. Pokoknya udah berasa pacar aja diperhatikan sampai sebegininya. Selain itu, mereka juga sering berdalih agar kita tak menjadi anak manja. Padahal kadang itu hanya menjadi ujaran agar kita mau melakukan apa yang mereka mau. Klasik banget!
ADVERTISEMENTS
4. Katanya sih demi harga diri dan kehormatan, tapi kalau nggak kuat juga nggak seharusnya para senior untuk memaksakan
Kembali lagi, yang mengetahui batas limit diri adalah kita sendiri. Tak jarang beberapa budaya senioritas menerapkan satu salah semua dihukum. Mereka bilang untuk melatih kekompakan, tapi kembali lagi hal ini bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan apa lagi kalau kaitannya dengan fisik. Budaya nggak masuk akal semacam ini memang udah seharusnya dihentikan aja sih.
ADVERTISEMENTS
5. Tidak gila hormat tapi hanya ingin sekedar dihargai. Tapi ngomongnya sambil bentak-bentak~
Ini yang paling sulit dimengerti, ketika ingin dihormati maka buatlah diri sendiri layak untuk dihormati. Nah, ini kerjaannya marah-marah tapi ingin selalu dihormati. Kalau itu sih namanya takut bukan hormat. Duh, lama-lama jadi mirip hantu karena saking ditakutinya.
ADVERTISEMENTS
6. Mau bagaimanapun kekerasan itu tak selayaknya terjadi, baik mental atau fisik
Kekerasan merupakan hal yang nggak selayaknya dilakukan terjadi demi terwujudnya perdamaian. Kekerasan adalah tindakan yang salah dan nggak seharusnya kita menormalisasi itu semua. Banyak cara menyampaikan sesuatu tanpa kekerasan serta hukuman fisik yang tak wajar. Apalagi bagi anak kuliahan yang seharusnya lebih melek dengan hal-hal semacam ini.
Itu tadi alasan-alasan klasik senior untuk junior yang sering diulang-ulang tiap tahunnya. Bahkan nggak jarang alasan itu bisa menjadi penghantar kejadian malapetaka. Semoga kekerasan dan senioritas di kampus kelak tidak ada lagi ya, SoHip.