Bercanda adalah salah satu cara untuk mengakrabkan diri. Paling nggak itulah cara yang cukup efektif untuk terlihat bersahabat dengan orang baru atau teman lama yang baru bertemu setelah sekian waktu. Setiap orang pasti memiliki sisi humornya masing-masing, meski selera humor nggak bisa disamakan. Kadang, kita harus adaptif dengan lingkungan untuk melempar sebuah jokes atau guyonan.
Ya, kadang memang nggak semua orang bisa menerima lelucon yang kita berikan. Kesalahpahaman kerap terjadi, sebab kelucuan seperti sebuah kesepakatan dalam suatu wilayah (arbitrer). Tentu orang Korea Utara nggak bisa nge-jokes, “Eh, presiden kita mirip Doraemon, ya!” Atau seperti kasus kelucuan yang dibawakan Tretan Muslim dan Coki Pardede beberapa waktu lalu. Syulit.
Nah, itulah kenapa kita harus lebih berhati-hati dalam membuat guyonan. Tapi, tapi, tapi, saya akan membeberkan beberapa jenis guyonan yang seharusnya nggak perlu kamu bawakan lagi di tempat tongkoranganmu deh. Karena pada dasarnya, jokes seperti ini udah nggak lucu sama sekali.
ADVERTISEMENTS
1. “Ya, ampun, sekarang kamu langsing banget kayak Nunung.” Masih ada yang nge-jokes begini?
Menyematkan isu body shaming ke dalam sebuah lelucon bukanlah hal yang lucu di ruang publik. Mungkin kalau kamu menggunakannya hanya untuk sahabat-sahabatmu sendiri, nggak masalah. Itu juga kalau mereka nggak keberatan lo, ya. Atau ke pacarmu sendiri. Entah kenapa, panggilan dengan guyonan seperti ini malah menjadi ‘lucu’ dalam istilah cewek.
2. Ketika kamu udah lama nggak ketemu temanmu, terus ada yang tanya, “Eh, apa kabar? Anak udah berapa?”
Nah, basa-basi yang dibalut dengan guyonan ini sejatinya nggak termasuk dalam tajuk bercanda. Basa-basi boleh aja, tapi kalau dilanjutkan dengan pertanyaan klise yang sangat sensitif—setidaknya di budaya kita—seperti menanyakan status pernikahan, itu jelas nggak manusiawi. Apalagi bagi cewek-cewek berumur yang belum pernah posting foto di pelaminan atau bikin thread soal ASI. Oke, ada pertanyaan lain?
3. “Gaji naik nih! Gaji dua digit, masak minjemin 8 juta doang nggak mau sih?!” Ingat, gaji juga hal sensitif untuk dijadikan sebuah lelucon!
Sama seperti menanyakan status seseorang, melempar jokes seputar gaji juga terbilang sensitif. Terlebih kalau kamu nge-jokes dengan harapan diberi pinjaman uang. Hellooow, pinjam uang nggak sebercanda itu, keleus! Simak dulu nih, percakapan ‘lucu’ soal gaji.
[askMF] diawali dengan assalamualaikum dan diakhiri dengan asu
cr.fb pic.twitter.com/hvdYrzLV3F— Askmf (@askmenfess) May 3, 2019
4. Bercandaan “Masak aer!” dan dilanjutkan dengan slapstick harusnya udah mulai kita tinggalkan. Kadang bercanda emang perlu act-out, tapi kalau ringan tangan, sepertinya udah basi deh
Jenis komedi slapstick barangkali diawali dengan grup Srimulat di Indonesia dengan jatuh dari kursi, memukul lawan akting, dll., yang berhubungan dengan fisik. Entahlah, dulu jenis komedi seperti ini begitu digandrungi, hingga diadopsi oleh OVJ hingga Pesbukers untuk menimbulkan kelucuan dengan adanya komedian yang harus sengsara.
Dewasa ini, harusnya komedi nggak perlu semenderita itu. Ya, memang sih, kadang kita menertawakan ketika ada teman kita yang terjatuh karena kecerobohannya sendiri. Tapi kalau untuk menimbulkan tawa, sepertinya udah nggak perlu deh. Masih banyak jenis komedi lainnya yang bisa kamu gunakan kok.
ADVERTISEMENTS
5. Jokes klise yang terbilang so yesterday juga udah nggak layak untuk digunakan lagi. Haaaaaa!
Dari mana aja lu?
Dari tadi.Dari mana lu?
Dari keluarga baik-baik.
Masih ada nggak sih, orang yang baru kali pertama mendengar jokes seperti di atas? Kayaknya semua orang di belahan bumi Nusantara ini udah akrab dengan bercandaan itu deh, ya. Memang, nggak ada isu sensitif apa pun dalam konteks bercandaan ini. Tapi orang pasti bosan dong, dengar jokes begini. He-he-he.
Kembali lagi, seyogianya jokes di atas tentu diuraikan secara subjektif. Tapi membuat segala sesuatu sebagai bahan lelucon agaknya kurang bijak aja sih. Nah, kalau kamu masih acap melemparkan jokes seperti itu, #UpgradeDirimu dulu deh, agar gaya bercandamu bisa berterima bagi orang lain, biar nggak malah membuat mereka sakit hati. Ya, selain karena jokes itu udah basi, itu bukti bahwa bahan bercandaanmu nggak berkembang.
Ingat, bercanda juga bisa membawa malapetaka kalau nggak tepat sasaran!