Belakangan ini media sosial dihebohkan dengan asal muasal karakter Nagini dalam film fantasi Fantastic Beast. Beberapa kritikus menyerang J. K. Rowling dengan tuduhan rasis karena dia nggak menampilkan karakter Nagini sesuai dengan apa yang dia gambarkan di novel. Karakter Nagini dijelaskan J. K. Rowling dari cuitannya bahwa dia berasal dari Indonesia. Ketika karakter ini diperankan oleh orang Korea, J. K. Rowling menjelaskan kalau Indonesia sebenarnya terdiri dari beberapa etnis mulai dari Jawa, China, hingga Betawi.
Sayangnya, beberapa respons orang Indonesia justru membawa topik ini secara berlebihan. Seringnya, kalau ada yang go international begini, kita jadi berlebihan menanggapinya. Bangga boleh, tapi sepertinya nggak bijak kalau jadi berlebihan. Overproud justru akan menunjukkan kalau negara kita inferior. Padahal sebenarnya negara kita memang sudah superior dari dulu. Berikut Hipwee Hiburan bakal memaparkan kenapa bangga berlebihan sama topik Nagini ini kurang bijak.
ADVERTISEMENTS
1. Karakter Nagini yang katanya berasal dari Indonesia diperankan oleh Claudia Kim dari Korea Selatan. Padahal tadinya hampir diperankan Acha Septriasa lo
Mungkin kita perlu agak senyam-senyum senang karena nama Indonesia akhirnya terselip dalam cuitan J. K. Rowling dan kembali diperhatikan oleh dunia. Namun kesenangan itu agak tertahan karena karakter Nagini yang katanya dari Indonesia justru diperankan orang Korea Selatan. Ternyata aslinya Acha Septriasa pernah dapat tawaran casting dan berhasil lolos lo. Sayangnya, kondisinya nggak memungkinkan untuk mengambil peran tersebut karena sedang mengandung. Akhirnya peran itu lepas pada Claudia Kim. Kita justru perlu bangga dengan keputusan Acha yang berani untuk menolak peran sebesar ini demi calon bayinya. Keren banget, Mbak Acha!
ADVERTISEMENTS
2. Sebenarnya asal-usul Nagini justru memicu perdebatan baru. Banyak orang India yang merasa bahwa ‘siluman ular’ itu berasal dari India. Jadi rebutan, kan~
Sementara itu, banyak warganet dari India yang membantah J. K. Rowling soal asal-usul Nagini. Katanya siluman ular lebih lekat dengan mitologi Hindu dan India. Hal ini akhirnya memunculkan protes. Sementara itu, di Indonesia sendiri memang ada mitologi Naga Gini, Nyi Blorong, hingga Maledictus yang katanya ratu ular dari Kalimantan. Sebenarnya akulturasi di Asia ini memang nggak bisa diputuskan dengan kaku soal akar dan asal-usul kemunculannya. Namanya juga satu kawasan yang saling memengaruhi.
ADVERTISEMENTS
3. Sudah semestinya kita nggak perlu ikut-ikut terlalu heboh. Mendingan kita menciptakan karya yang bisa menyaingi J. K. Rowling, nah, itu baru bangga~
Seolah-olah kalau ada artis, orang terkenal, hingga tokoh internasional yang mencatut nama Indonesia sedikit saja, kita lalu ribut dan heboh sendiri di media sosial. Sudah seharusnya kita nggak perlu terlalu berlebihan dalam menanggapinya sehingga memenuhi media sosial dengan kebanggaan jadi negara Indonesia. Sebenarnya ini agak keliru, karena seharusnya kita termotivasi untuk menjadi lebih dari J. K. Rowling, memiliki karya yang bisa dibanggakan dan dinikmati oleh dunia internasional juga. Bukan malah bangga karena mereka ‘memakai’ produk budaya kita.
ADVERTISEMENTS
4. Indonesia bukan negara inferior. Kita bangsa yang besar dan luar biasa lo!
Bukan hanya soal Nagini saja sih. Kadang kita memang selalu berlebihan kalau ada orang bule yang sebut-sebut Indonesia. Mulai dari penyanyi cilik berdarah Indonesia (hanya berdarah Indonesia) yang dipuji oleh Zlatan Ibrahimovic, “Masuk, Pak Eko!” yang disebutkan oleh DJ Terkenal Zedd, dan masih banyak lagi. Bukankah ini jadi ‘penjajahan’ baru di dalam seni hiburan dan sudah termasuk posts-kolonialisme? Kalau mau melihat lebih dekat, kita bisa kok menguasai hiburan-hiburan internasional. Kita punya Agnez Monica, Iko Uwais, bahkan Joko Anwar, yang bisa membuat dunia terpukau, daripada membuat orang di negeri sendiri terpukau karena keterlibatan mereka di dunia internasional.
Bukannya nggak boleh bangga-bangga sih dengan pencatutan nama Indonesia. Namun sejatinya kita memang nggak perlu menanggapinya berlebihan. Ini justru bakal jadi peluang bagi dunia internasional buat ‘memperjual-belikan’ kehebohan Indonesia demi kepentingan mereka sendiri nantinya. Tetap kritis dan rendah hati! 😀