Sonya dipenuhi keraguan soal pantaskah dirinya diperjuangkan? Pantaskah dirinya dicintai? Pantaskah dia membuat Angga memperjuangkannya?
Lalu, bagaimana keputusan akhir yang akan diambilnya?
***
“Sekarang, apa aku boleh pinjam handphone kamu untuk menelepon Gladys?” tanya Sonya yang mengira pembicaraan mereka akhirnya sudah berakhir.
“Tunggu. Aku belum selesai.”
Sonya menatap angga lekat-lekat. Dia tidak mengerti bagian mana dari pembicaraan ini yang belum selesai. Dia mengira setelah menceritakan apa yang dia alami itu artinya mereka bisa keluar dari tempat ini, tapi Angga masih tidak mau membiarkannya pergi.
“Apa lagi, Ngga?”
“Sayang, kita harus bicara. Ada banyak hal yang harus kita bicarakan,” ujar Angga.
Sonya tersenyum mendengar panggilan itu keluar dari mulut Angga. Pria itu sudah kembali seperti Angga yang dikenalnya dulu. Tatapnya yang tadi begitu menusuk, kini kembali teduh. Sonya merindukan tatap itu untuk waktu yang sangat lama, tapi kini dia harus cukup tahu diri dengan posisi mereka.
ADVERTISEMENTS
Kamu sedang membaca konten eksklusif
Dapatkan free access untuk pengguna baru!
“Kamu nggak harus manggil aku dengan sebutan itu lagi, Ngga. Aku paham kalau semuanya sudah berubah. Aku juga yang dulu memutuskan untuk nggak melanjutkan hubungan kita. Aku juga ngerti kalau sekarang kamu sudah punya pasangan baru. Siapa tadi namanya? Lila?”
“Laila,” ujar Angga.
“Oh, ya. Laila. Aku senang karena kamu sudah menemukan perempuan yang baik untuk kamu. Aku mendoakan kebahagiaan kalian.”
“Terima kasih, tapi Laila bukan pacarku,” terang Angga. “Dia adik sepupuku. Perempuan yang sering muncul di sosial mediaku itu anaknya Om Rudi, adik Ayah. Dia dapat pekerjaan di Jakarta setelah lulus kuliah, dan Ayah menawarinya untuk tinggal bersama kami. Laila bikin aku ngerasa punya adik kecil yang harus dijaga semaksimal mungkin. Itulah sebabnya aku sering mengantar Laila ke acara-acara yang dia datangi. Dan tentunya dia juga ikut setiap kali aku pergi sama keluargaku.”
“Oh.”
Sonya tidak mampu berkata apa-apa. Dia tidak tahu kalau dugaannya selama ini tentang perempuan yang kerap terlihat begitu akrab dengan Angga ternyata salah. Laila adalah adik sepupu Angga.
“Aku sayang sama dia, tapi aku nggak punya hubungan apa-apa sama Laila selain sebagai keluarga. Aku nggak pernah berhubungan dengan perempuan lain setelah kamu pergi. Aku terlalu sibuk mencari keberadaan kamu. Aku selalu berharap kamu akan kembali.”
“Ngga, tapi aku—”
“Aku sekarang ngerti apa yang sebenarnya terjadi. Dan aku tetap menginginkan kamu jadi istriku, Nya,” ujar Angga. “Oke, mungkin nggak secepat itu. Aku yakin ada banyak hal yang harus kita lakukan sebelum sampai di tahap itu lagi. Aku nggak peduli dengan apa yang terjadi sama kamu sebelumnya, tapi aku peduli sama kamu.”
Sonya terkejut dengan pernyataan itu. Apa yang baru saja diutarakan oleh Angga adalah sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam benaknya. Sonya bahkan tak cukup berani untuk mengharapkan kemungkinan itu. Mencintai perempuan yang kotor, yang ternoda, yang pernah diperkosa tentu bukan sesuatu yang akan dilakukan oleh seorang pria. Apalagi sekarang Sonya juga memiliki Langit, putra yang didapatkannya dari laki-laki yang dulu memperkosanya. Bagaimana mungkin Angga bilang kalau dia nggak peduli dengan semua itu?
“Aku nggak bisa, Ngga. Aku nggak mungkin membiarkan kamu berakhir dengan perempuan seperti aku.”
“Buatku, kamu tetap perempuan yang sama, perempuan yang aku cintai sepenuh hatiku.”
Sonya kembali kehilangan kata-katanya. Bagaimana mungkin Angga bisa tetap mencintainya? Sonya bahkan merasa jijik dengan dirinya sendiri untuk waktu yang lama. Dia saja hampir mengakhiri hidupnya beberapa kali setelah kejadian itu. Untuk waktu yang lama, dia bahkan memusuhi takdir yang begitu tak adil padanya karena memberinya cobaan sebesar itu. Sonya juga membutuhkan waktu lama untuk bisa menerima kehamilannya dan mencintai bayi di kandungannya. Bagaimana mungkin Angga justru bertindak seolah segalanya tak mengubah apa-apa?
“I love you so much, Sonya Dwinasti. Kamu sudah sangat kuat menjalani hidupmu setelah mengalami hal buruk itu, juga membesarkan Langit sendiri dengan penuh cinta. Kamu sama sekali bukan perempuan kotor. Kamu perempuan yang luar biasa, Nya.”
Setitik air mata yang tadi sudah mengering kini kembali membasahi pipi Sonya.
“Nggak ada yang bisa mengubah cintaku ke kamu. Nggak ada,” lanjut Angga.
Pernyataan cinta Angga terdengar begitu indah di telinganya, tapi Sonya tidak mungkin membiarkan hal itu. Dia tidak layak. Angga seharusnya mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik dari dirinya. Bahkan Sonya tidak berani untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika dia membiarkan Angga tetap ada di hidupnya.
“A-aku … Aku nggak mungkin membiarkan kamu meninggalkan apa yang sudah kamu miliki di Jakarta. Karier kamu, teman kamu, terlebih keluarga kamu hanya demi aku. Nggak adil untuk kamu dan orang-orang yang menyayangi kamu kalau kamu memilih aku, Ngga,” ujar Sonya lirih. “Sekarang semuanya sudah sangat berbeda. Aku bukan lagi orang yang sama seperti yang kamu kenal dulu. Keluargamu, lingkunganmu, mereka nggak akan semudah itu menerima aku dan keadaanku, juga Langit.”
Angga mengangguk. Pria itu mengerti dengan apa yang dikatakan Sonya. Dia tahu bahwa kali ini perjuangannya tidak akan mudah, kali ini dia harus melakukan lebih dari yang pernah dilakukannya. Bukan hanya untuk meyakinkan Sonya, tapi membuat keluarganya menerima keputusannya untuk memilih perempuan yang tengah duduk terisak di sisinya.
“Kasih aku kesempatan untuk membuktikan sama kamu kalau aku bisa meyakinkan semua orang untuk bersama kamu,” pinta Angga.
Sonya menggeleng kuat-kuat.
“Kamu nggak perlu melakukan itu, Ngga. Aku nggak mungkin tega melihat kamu melakukan semua itu,” ujar Sonya. “Kita sudah lama berakhir. Nggak ada yang tersisa dari kita yang bisa kamu usahakan. Pulanglah, Ngga. Pulanglah ke Jakarta, relakan masa lalu kita, dan lanjutkan hidupmu.”
“Apa itu yang kamu inginkan?” tanya Angga.
Sonya bungkam. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia juga tak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan. Dia hanya ingin semua ini berakhir dan bisa kembali memeluk Langit.
Angga menyadari kegundahan hati Sonya. Dia pun memutuskan untuk beranjak dari duduknya. Pria bermata teduh itu berdiri, berjalan dua langkah, lalu berlutut di depan Sonya.
“Izinkan aku berjuang untuk cintaku, Nya. Aku mencintai kamu, aku juga akan dengan senang hati merawat dan membesarkan Langit sebagai putraku,” pinta Angga.
“Aku nggak tahu apakah aku bisa menjalani hubungan lagi dengan kamu, atau bahkan dengan pria lain. Ada banyak hal yang ha—”
Perempuan itu terisak hingga tak bisa melanjutkan lagi kata-katanya. Jauh di dalam hatinya, dia bahagia dan terharu dengan apa yang dikatakan Angga. Sonya juga dapat melihat ketulusan yang terpancar dari tatapan Angga. Namun, ada begitu banyak hal yang bahkan tidak dimengertinya dalam dirinya sendiri.
“Kita akan cari psikolog yang bagus. Kamu bisa ikut konseling dan terapi, begitu juga aku. Aku akan melakukan apa pun asal bisa sama kamu,” ujar Angga.
“Aku nggak bisa kembali ke Jakarta,” ujar Sonya di tengah isakannya.
“Aku mengerti. Aku nggak minta kamu untuk kembali ke Jakarta. Kalau kamu mau tetap di Batam, maka aku yang akan pindah. Aku bisa cari kerja di sini, atau bahkan minta dimutasi ke sini. Coffee shop tempatku kerja punya beberapa cabang di sini. Kamu pasti tahu.”
Sonya mengangguk.
“Aku akan melakukan apa pun untuk kamu. Aku akan mengusahakan semua yang kubisa. Aku mohon izinkan aku untuk membuktikan semua itu, Nya.”
Sonya ragu. Namun, dia tidak bisa berbohong kalau masih ada rasa cinta yang tersisa di hatinya untuk Angga. Pria itu adalah sosok yang hampir sempurna sebagai pasangan, dan tentu juga akan sempurna menjadi sosok yang akan dicontoh oleh putranya. Angga adalah pria yang bertanggung jawab, sangat menghormati perempuan dan orang lain, juga perhatian. Angga tak pernah memaki dan menyakiti orang lain, apalagi Sonya. Satu-satunya kekurangan pria itu adalah dia memilih perempuan yang salah untuk dicintai.
“Sonya,” panggil Angga membuat Sonya kembali dari lamunannya. “Maukah kamu memberi kesempatan buatku membuktikan cintaku padamu, juga pada Langit?”
Sonya begitu tersanjung akan sikap pria itu. Namun, di hatinya ada begitu banyak keraguan. Pantaskah dia diperjuangkan? Pantaskah dia dicintai? Pantaskah dia membuat Angga memperjuangkannya?
“Bagaimana kalau ternyata tidak berhasil?” tanya Sonya pada akhirnya.
“Maka artinya kita memang tidak berjodoh,” ujar Angga. “Tapi aku mohon, izinkan kau untuk mencoba, izinkan aku untuk berusaha, izinkan aku untuk melakukan semua yang kubisa untuk kamu, untuk Langit, untuk kita.”
Sonya menatap mata Angga lekat-lekat. Dia tahu ada harapan yang menunggunya. Sedikit terlambat dari seharusnya, tapi harapan itu masih ada. Maka, meski dengan keraguan yang masih menggantung di hatinya, Sonya pun mengangguk.
“Aku juga akan mencoba dan berusaha bersama kamu,” ujarnya.
Angga mencium tangan Sonya yang sejak tadi digenggamnya.
Mencoba menapaki kemungkinan kebersamaan mereka lagi mungkin tak akan mudah. Sonya sudah bisa membayangkan apa saja yang akan dihadapinya, tapi dia ingin memberi kesempatan. Mungkin kali ini memang waktunya dia untuk bahagia bersama Angga, kali ini dilengkapi keberadaan Langit.
“Ayo, kita keluar. Aku mau ketemu sama Langit,” ujar Angga sambil merogoh saku celananya dan mengeluarkan kunci cadangan yang tadi diberikan Gladys padanya sebelum Sonya datang.
Tamat
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
Tim Dalam Artikel Ini
Kinanti WP adalah seorang pecinta buku yang menyukai hujan, tapi selalu takut petir. The Lady Escort, novelisasi Si Doel the Movie, Tanya Tania, dan Truth or Date adalah sebagian dari karyanya yang telah terbit. Kinanti dan informasi tentang karya-karyanya bisa ditemukan di IG @kinantiwp.