Jejak yang Tertinggal chapter 3 by Kinanti WP | ilustrasi: Hipwee via www.hipwee.com
Kalau saat itu kamu bahagia, kenapa kamupergi dan memutuskan pertunangan kita hanya dengan sepucuk surat tanpa alasan?
***
Sonya menatap Angga lekat. Dia tidak tahu ke mana arah pembicaraan pria itu, tapi dia tahu Angga berhak atas jawaban. Kepergiannya dua tahun lalu sudah jelas menyisakan begitu banyak hal yang tak terjawab. Kedatangan Angga ke sini tentu untuk mendapatkan jawaban yang terus menghantuinya selama ini.
“Lalu, apa?” tanya Sonya.
“Apakah hidupmu baik-baik saja setelah pergi dariku?”
Sonya menelan ludah. Dia tahu ada kemarahan di hati Angga, dan dia pun tidak berharap Angga akan memaafkannya atas semua yang telah dia lakukan pada pria itu. Namun, menjawab pertanyaan Angga juga bukan perkara mudah.
“Seperti layaknya kehidupan, ada hal baik dan buruk yang terjadi padaku selama dua tahun terakhir,” jawab Sonya senormal mungkin setelah mengembuskan napas berat. “Tapi sekarang aku memiliki Langit. Dia adalah hadiah dari Tuhan yang membuatku selalu berusaha baik-baik saja.”
“Suamimu?”
Sonya melirik ke arah Angga.
“D-dia pria yang baik.”
“Lebih baik dariku?”
Angga menanyakan soal suami Sonya. Ilustrasi oleh Hipwee
Ah, pertanyaan itu. Pertanyaan itu seperti garam yang ditaburkan pada luka yang ternyata belum juga sembuh. Dua tahun terakhir Sonya berupaya memperlihatkan pada dunia bahwa dia bahagia, dengan anak dan suaminya. Meski tak ada satu orang pun yang dikenalnya pernah bertemu dengan sang suami, Sonya dengan mudah menceritakan pekerjaannya yang memaksa mereka melakukan long distance marriage.
“Kamu juga sama baiknya,” ujar Sonya. “Kalian hanya … berbeda.”
“Di mana suamimu? Kenapa kamu pergi berdua saja dengan Langit di hari seperti ini? Bukankah seharusnya kalian menghabiskan hari libur bersama?”
“Suamiku bekerja di luar negeri. Dia offsore worker, jadi dia tidak selalu ada di sini. Aku dan Langit lebih sering berdua … seperti hari ini.”
Anggak mengangguk, tapi wajahnya sama sekali tidak terkesan. Pria itu masih mempertahankan tatapan dinginnya pada Sonya.
“Kenapa kamu ninggalin aku?”
Sonya membuka mulutnya, lalu mengatupkannya kembali. Sejujurnya, dia tidak tahu harus menjawab dengan cara apa. Sonya bahkan tidak memiliki alasan yang benar untuk diutarakan pada Angga tentang kepergiannya. Sonya tidak tahu harus menjawab apa.
“Kupikir saat itu kamu bahagia. Kupikir kamu benar-benar mau menikah denganku. Kupikir malam terakhir kita itu adalah awal dari begitu banyak hal yang akan kita lakukan bersama. Kupikir kamu benar-benar akan menjadi istriku.”
Masa lalu Sonya dan Angga yang bahagia. Ilustrasi oleh Hipwee
Sonya masih mengingat segalanya dengan jelas. Perkenalan pertama mereka. Kencan pertama mereka. Film pertama yang mereka tonton bersama di bioskop. Ciuman pertama mereka. Hari-hari yang mereka bagi dengan penuh kebahagiaan. Tak satu pun hari terlewati tanpa kebahagiaan. Mereka bahkan tidak pernah bertengkar seperti pasangan lainnya. Couple goals adalah label yang kerap diberikan banyak orang yang mengenal mereka, termasuk Gladys. Semua orang mengagumi hubungan mereka. Begitu juga dengan Sonya yang selalu merasa berbunga-bunga sepanjang hubungan mereka.
Angga adalah pria sempurna. Dia baik, sopan, pengertian, dan perhatian. Angga tidak malu mengungkapkan perasaannya di depan orang lain. Dia juga kerap memperlakukan Sonya dengan sangat baik. Jangankan membuat Sonya bersedih, Angga bahkan tidak pernah bersikap kurang ajar dan memanfaatkan hubungan mereka yang sudah sangat dekat untuk membawanya ke tempat tidur. Angga adalah sosok pangeran berkuda putih dalam hidupnya.
Sungguh tak terbayangkan kebahagiaan Sonya saat di suatu malam Angga mengajaknya makan malam di restoran kesukaan mereka, mengeluarkan uang sedikit lebih banyak dari biasanya, lalu berlutut di penghujung malam untuk melamarnya. Bahkan pada tamu restoran ikut bahagia bersama mereka setelah Sonya mengangguk sebagai tanda penerimaannya atas lamaran itu. Sonya masih mengingat kebahagiaan yang dirasakannya malam itu. Mereka memang bahagia bersama. Angga selalu mampu membuatnya bahagia.
“Aku bahagia. Saat itu aku bahagia.”
“Lalu kenapa?”
“Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama, Ngga,” ujar Sonya.
“Takdir? Kamu membahas takdir?” Angga terlihat gusar. “Bukan takdir yang memisahkan kita. Kamu yang pergi dariku. Kamu pergi tanpa penjelasaan. Kamu pergi tanpa memberi tahu siapa pun ke mana kamu pergi.”
Angga gusar dengan kata-kata Sonya. Ilustrasi oleh hipwee
Sonya menunduk. Semua yang dikatakan Angga tidaklah salah. Memang dia yang memisahkan dirinya dari Angga.
“Aku pergi demi kebaikan semua orang,” ujar Sonya.
Angga mendengkus. Jawaban Sonya sama sekali tidak sesuai yang diharapkannya. Setelah pergi selama dua tahun dan takdir mempertemukan mereka kembali, ternyata Sonya masih tidak mau jujur padanya.
“Kebaikan siapa? Semua orang yang mana yang kamu bicarakan, Nya? Karena aku jelas nggak baik-baik saja. Kepergianmu bukan untuk kebaikanku. I suffer a lot. Kepergianmu menghancurkan aku.”
“Aku minta maaf.”
Hanya maaf yang bisa terucap dari bibir Sonya. Dia memang berhutang penjelasan. Namun, ternyata setelah dua tahun berlalu, penjelasan itu tetap tidak mudah untuk keluar dari mulutnya.
“Kenapa kamu mengembalikan cincinku hanya bersama surat pendek berisi pembatalan pertunangan kita? Kenapa kamu tidak datang padaku dan memberikannya sendiri kalau memang kamu tidak ingin menikah denganku? Setelah semua waktu yang kita habiskan bersama, rasanya aku pantas mendapatkan penjelasan dan perlakuan yang pantas. Minimal tidak dicampakkan begitu saja dengan sebuah surat pendek.”
Sonya tak lagi mampu berkata-kata.
“Aku pikir semuanya baik-baik saja. Aku pikir kamu bahagia menerima lamaranku. Aku pikir senyum dan air matamu malam itu menandakan kebahagiaanmu atas apa yang akan kita jalankan bersama. Ternyata aku salah. Kamu bahkan nggak merasa aku pantas mendapatkan penjelasan tentang alasan sebenarnya kamu menghilang sehari setelahnya.”
“Bukan begitu,” ujar Sonya lirih.
“Lalu apa? Sudah dua tahun aku terus memikirkan kepergianmu, alasan di balik keputusanmu yang sepihak, aku butuh jawaban, Nya.”
Sonya lagi-lagi bungkam. Semua bayangan yang lama disembunyikannya dari dunia luar berputar di kepala. Dia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada Angga tentang apa yang sebenarnya terjadi. Belum pernah dia mengalami kejadian yang memaksanya memberikan penjelasan. Belum pernah dia bertemu dengan orang yang mengharuskannya menjelaskan. Saat ini mungkin waktu yang paling tepat untuk akhirnya menceritakan kebenaran, dan Angga adalah satu-satunya orang yang paling berhak mengetahui kenyataan yang membuat Sonya pergi.
“Apa menurutmu aku tidak pantas mendapat jawaban?”
Kinanti WP adalah seorang pecinta buku yang menyukai hujan, tapi selalu takut petir. The Lady Escort, novelisasi Si Doel the Movie, Tanya Tania, dan Truth or Date adalah sebagian dari karyanya yang telah terbit. Kinanti dan informasi tentang karya-karyanya bisa ditemukan di IG @kinantiwp.