Kalau mendengar kata filsafat, kira-kira apa yang kamu pikirkan? Mungkin kamu akan langsung terpikirkan soal Plato. Atau bisa juga kamu langsung kepikiran renungan-renungan tentang hidup yang super abstrak dan rumit. Atau kamu langsung teringat anak filsafat di kampusmu, yang terlihat nggak seperti mahasiswa pada umumnya?
Menjadi mahasiswa filsafat memang gampang-gampang susah. Bukan cuma bahan kuliahnya yang serba susah, tapi juga menanggapi komentar orang-orang sekitar. Mulai dari susahnya meyakinkan orang tua, sampai susahnya mencari kerja, lengkap. Kalau kamu mahasiswa filsafat, atau mungkin punya teman mahasiswa filsafat, inilah suka duka menjadi mahasiswa filsafat.
ADVERTISEMENTS
1. Saat memutuskan untuk mengambil jurusan filsafat, kamu akan kesulitan minta restu orangtua. “Kamu mau jadi apa?”
Filsafat bukan jurusan yang dikenal baik oleh banyak orang. Dibandingkan Hukum, Ekonomi, Kedokteran, dan sebagainya, Filsafat jelas nggak masuk hitungan. Kamu nggak kaget waktu pertama kali bilang mau mauk filsafat, orangtuamu
Kamu mau jadi apa nanti masuk filsafat?! Kenapa nggak kuliah yang jelas-jelas aja sih?
Kedokteran –> jadi dokter
Ekonomi –> jadi ekonom
Hukum –> jadi pengacara
Filsafat –> jadi filsuf (?)
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
2. Kamu akan bertubi-tubi menerima pertanyaan “Kenapa mau masuk filsafat?”. Dijawab pengen aja, juga pasti pada nggak percaya.
Setelah berhasil meyakinkan orangtua, akhirnya kamu bisa melenggang ke kampus sebagai maba filsafat. Namun penderitaan tak berhenti sampai disitu. Kamu akan berjumpa dengan maba-maba lainny, setelahnya kamu akan kenyang dengan pertanyaan kenapa mau masuk filsafat. Pertanyaan itu mungkin nggak akan kamu dapatkan kalau kamu masuk Hukum atau Ekonomi. Bagaimanapun, banyak yang nggak bisa ngerti kenapa kamu mau masuk filsafat. Atau jangan-jangan kamu juga nggak ngerti kenapa kamu masuk filsafat?
ADVERTISEMENTS
3. Awal-awal, kamu akan begitu takjub dengan pengetahuan baru yang kamu dapatkan. Rasanya tokoh-tokoh filsafat adalah orang tercedas yang pernah kamu tahu.
Awalnya kamu akan takjub dengan informasi-informasi unik yang kamu terima. Filsafat mengajarimu mencari makna dari kejadian-kejadian biasa, yang selama ini mungkin nggak pernah terlintas dalam pikiranmu. Kamu juga akan merasa bodoh dengan cara berpikirmu selama ini. Filsafat berhasil memberimu pencerahan!
Hingga akhirnya kamu akan bertemu dengan materi filsafat yang sesungguhnya…
ADVERTISEMENTS
4. Sampai akhirnya kamu harus banyak baca tentang Hegel, Kant, Heidegger, Wittgenstein (jangan tanya itu apa, atau siapa). Kamu mau nangis rasanya.
Kamu pastinya juga akrab dengan buku-buku tebal yang halamannya mencapai 500, berisi pemikiran-pemikiran abstrak yang kadang bikin kamu emosi. Satu paragraf bisa sampai dua halaman, padahal hanya menjelaskan satu istilah.
Ingat kan saat kamu harus khatam membaca Being and Timenya Heidegger untuk bahan presentasi esok hari? Mau nangis rasanya karena butuh waktu satu jam untuk memahami satu paragraf. Dan jangan kaget, saat membaca paragraf berikutnya, kamu mulai ragu apakah kamu sudah benar-benar paham paragraf sebelumnya atau hanya ilusimu semata 🙁
ADVERTISEMENTS
5. Apalagi kalau literaturnya dalam Bahasa Inggris. Duh, yang Bahasa Indonesia aja nggak paham 🙁
Selain nyentrik, dosen-dosenmu juga raja tega. Nggak ada buku literature berbahasa Indonesia. Mau kamu sampai mual bacanya, kamu harus tetap pakai buku asli dalam Bahasa Inggris. Yang Bahasa Indonesia aja nggak ngerti, apalagi yang Bahasa Inggris. Ujung-ujungnya kamu hanya bisa berdoa dan pasrah.
7. Kalo liat kucing, inget Schrodinger’s cat. Liat komputer inget Chinese room argument. Liat bencana alam inget The problem of evil..
Tapi lama-kelamaan buku-buku itu terbawa sampai kehidupanmu seharian. Mau nembak gebetan aja kamu harus menelaah dulu definisi cinta mulai dari era Yunani sampai di era Posmodern.
Keburu gebetan kabur deh
8. Orang sering nggak nyambung kalau kamu ajak ngobrol, mungkin kamu yang ketinggian ngayalnya. Turun dulu, turun…
Ngobrol sama orang pun gampang-gampang susah. Kadang kalian nggak nyambung, entah kamu entah dia. Kopi yang bagi orang sebatas minuman pahit dan asam untuk menunda kantuk, kamu bisa menjelaskan kopi sebagai pencapaian tertinggi dalam ranah filosofis apalah-apalah. Turun dulu, turun… orang nggak ngerti kamu ngomong apa.
9. Setelah perkuliahan berjalan, pertanyaan “Kamu belajar apa di filsafat?” makin sering kamu dapatkan. Kadang kamu sendiri aja ngga tahu lagi belajar apa.
Ambil jurusan apa?
Filsafat.
Widiiiiih… keren nih.
*nyengir kecut*
Filsafat belajar apa sih?
*nyengir semakin kecut*
Jangankan dia, kamu pun sebenarnya nggak tahu belajar apa selama ini. Terlalu banyak yang kamu pelajari di kelas. Mulai dari science, ekonomi, agama, sampai cinta semua dibahas.
10. “Katanya filsafat bikin orang jadi ateis ya? Kamu gimana?” Mulai dari kamu masuk kuliah hingga bertahun-tahun setelah lulus, pertanyaan ini masih sering kamu terima.
Eh, mau nanya. Tapi jangan marah ya.
Hah? Apaan? Hahaha biasa aja lagi, kayak sama siapa aja.
Hahaha… Katanya belajar filsafat bikin orang jadi ateis ya? Karena mempertanyakan semua hal, termasuk Tuhan?
Hmm…”
Pertama kali mendapat pertanyaan itu mungkin kamu akan panik dan nggak terima. Lalu kamu akan berargumen panjang lebar untuk membuktikan bahwa Filsafat nggak membuat orang jadi ateis. Tapi lama-kelamaan, kamu males juga kan? Biarlah orang berkata apa. Memang benar filsafat mempertanyakan semua hal, termasuk soal agama. Tapi bukan berarti itu bikin kamu ngga percaya Tuhan lagi kan?
11. Ada juga yang bilang belajar Filsafat bikin gila kalau nggak kuat imannya. Kamu masih kuat kan?
Belum cukup argumenmu untuk menjelaskan kenapa Filsafat nggak otomatis membuat orang ateis, kini mereka bertanya apa kamu nggak gila belajar filsafat. Wes embuh ah~
12. Dalam forum, komentarmu bisa sangat ditunggu karena coba kita lihat opini anak filsafat yang unik. Tapi bisa juga dilewati begitu aja karena dianggap ketinggian.
Kamu akan terlihat menonjol saat bergabung dengan anak-anak dari jurusan lain. Kadang kamu dipaksa ngomong, karena mereka penasaran dengan pandanganmu mengenai suatu kasus. Mereka menganggapmu adalah perwakilan dari Filsafat yang maha njelimet. Tapi kadang kamu juga sengaja nggak diberi waktu, karena kasihan dengan yang lain. Kalau kalau ngomong pun, kadang mereka nggak sepenuh hati menyimak. Ketinggian ah, males.
13. Tapi sebenarnya kamu bisa sedikit berbangga hati dengan masuk jurusan Filsafat. Karena Filsafat adalah ibu dari segala ilmu.
Kamu boleh saja nggak tahu teori phitagoras, atau mekanika kuantum, atau mekanisme pasar di fakultas ekonomi. Tapi kamu cukuplah berbangga hati dengan label bahwa Filsafat adalah Ibu dari segala ilmu. Kalau nggak ada Ibu, bagaimana anak bisa lahir. Kalau nggak ada Filsafat, bagaimana mereka bisa belajar mekanika kuantum dan teori phitagoras?
Karena itulah, sebagai mahasiswa filsafat, bidang yang kamu pelajari begitu luas, alias nggak terbatas pada satu bidang ilmu saja. Cara pendekatan yang kamu pakai pun unik dan khas.
14. Karena dalam Filsafat kamu belajar banyak hal, kamu jadi bisa beragumentasi di berbagai bidang ilmu.
Di filsafat, kamu memperlajari nyaris semua ilmu, meski hanya sebatas teori. Akibatnya, sedikit-sedikit kamu tahu soal hukum, kapitalisme ekonomi, teori sastra, bahkan sampai psikologi manusia. Bahkan saat anak Hukum nggak benar-benar baca Two Treatises of Government-nya John Locke dan Leviathan-nya Thomas Hobbes, itu sudah jadi cemilanmu sehari-hari. Jadi kalau ada anak jurusan lain yang ngajak ngobrol, kamu bisa-bisa aja menimpali. Karena ini seringkali kamu dianggap pandai. Padahal… ya gitu deh.
15. Setelah lulus kuliah, kamu pun galau mau kerja apa dan di mana. Karena selama ini kamu sibuk ‘meninggalkan’ dunia.
Kamu menyadari bahwa mungkin kamu nggak punya jalur yang sepasti anak Ekonomi atau Hukum atau Kedokteran. Kamupun galau mau berkarir di bidang apa. Apalah kata dunia kalau sudah susah-susah kuliah empat tahun, kamu malah menganggur tak tahu mau kerja apa.
Tapi nggak perlu berkecil hati. Tuntutan untuk mengkritisi segala hal di kelas bisa melatihmu menjadi jurnalis hebat. Membaca buku-buku tebal dan berbuih-buih juga sangat berguna bagi skill menulismu. Pendekatan filsafat yang unik juga bisa membawamu menjadi researcher hebat. Tapi kalau memang akhirnya karirmu sama sekali nggak berhubungan dengan filsafat, ya udah, toh selama 4 tahun kamu kuliah, bisa ambil hikmahnya aja.
16. Banyak yang menjadikanmu pacar idaman, karena pikiranmu yang jauh di awang-awang mereka anggap seksi dan bikin penasaran.
Dian Sastrowardoyo adalah salah satu alumni filsafat UI yang bikin para cowok makin penasaran dengan cewek-cewek mahasiswa filsafat. Siapa tau ada mahasiswa filsafat lain yang secantik Dian Sastro ~
17. Tapi bagaimanapun, mahasiswa filsafat juga manusia biasa. Masih makan nasi, putus cinta pun bikin sedih.
Mahasiswa filsafat nggak se-aneh itu kok. Kamu juga bahagia waktu wisuda, dan sedih waktu patah hati. Intinya kamu tetap manusia biasa yang tetap bisa merasakan pahit manisnya dunia ini.
Meski dikatain ateis sama gila, filsafat juga sama seperti mahasiswa pada umumnya. Stress juga kalau lagi nyusun skripsi. Meski mereka suka ngomongin hal-hal yang abstrak dan di awang-awang, mereka juga bisa kamu ajak ngomongin bola atau drama korea. Apalagi ngomongin masa depan. Aih, bisa bangeeet 🙂