Setiap orang tua yang hendak memiliki anak tentu dilanda kebingungan akan diberi nama apa anaknya kelak. Beberapa mungkin lebih siap karena sudah memiliki lis nama-nama bayi yang salah satunya akan dipilih. Namun, kadang nama yang dipilih pada akhirnya bisa sangat nyeleneh.
Di balik setiap nama di dunia ini pasti punya makna tersendiri sebagai doa atau sekadar harapan dari orangtuanya. Namun tak sedikit juga orangtua yang menamai anaknya dengan panggilan aneh. Tidak jelas maksud dari orangtua tersebut, mungkin supaya terlihat berbeda dan tidak ada yang menyamai. Eh tapi tidak selamanya lho suatu negara memperbolehkan para orangtua menamai bayi yang lahir di sana dengan sebutan aneh-aneh, seperti beberapa negara di bawah ini. Simak deh!
1. Swedia
Di negara ini ternyata ada orang tua yang menamai anaknya dengan sebutan Brfxxccxxmn-pcccclllmmn-prxvclmnck-ssqlbb11116. Ya! Itu benar-benar nyata! Tapi ternyata alasan orang tua tersebut adalah sebagai bentuk protes kepada negara atas dibatasinya nama-nama tertentu untuk anak disana. Nama sepanjang itu ternyata jika dilafalkan hanya akan berbunyi “Albin”. Kira-kira kok bisa ya? Nama-nama lain yang dilarang seperti Ikea, Metallica, Superman, Elvis. Namun penggunaan nama ‘Google’ masih diperbolehkan.
2. New Zealand
Sejak 2001, negara ini melarang adanya penamaan yang merujuk pada jabatan dalam pemerintahan, seperti Major, Duke, dan Princess. Selain itu nama-nama seperti Sex Fruit, Lucifer (nama lain dari setan), Fat Boy, Christ, Cinderella Beauty Blossom, dan Talula Does The Hula From Hawaii juga dilarang keras. Seperti diketahui, memang ada orangtua yang pernah akan menamai anaknya Sex Fruit. Beruntung bagi sang anak, negara ternyata segera mengecam keras penamaan tersebut. Begitupun Talula Does The Hula From Hawaii. Hampir saja seorang bayi dinamai dengan sebaris kalimat tersebut karena orangtuanya terpesona dengan Pulau Hawaii. Pada 2013 New Zealand juga melarang penamaan menggunakan gramatika atau tanda titik (.).
3. Jerman
Negara ini melarang orangtua yang akan menamai anaknya dengan nama tokoh yang dikenal keji seperti Adolf Hitler. Nama-nama lain yang dilarang adalah Osama bin Laden, Kennedy, Taylor, Riley, Quinn, Matti, Kohl, dan Stompie. Tidak hanya di Jerman, nama Adolf Hitler juga dilarang di Australia, Meksiko, Malaysia, dan lain-lain.
4. Perancis
Perancis melarang nama-nama merek yang digunakan untuk menamai seorang anak seperti Nutella dan Mini Cooper. Selain itu Deamon, Prince William, dan Strawberry juga dilarang. Lagipula jika orangtuanya baik tentu tidak akan setega itu menamai anaknya dengan merek dagang ‘kan 🙁
5. Meksiko
Di Meksiko, nama-nama yang dilarang adalah Facebook, Rambo, Hermione, dan Batman. Escroto juga dilarang karena artinya adalah kemaluan atau scrotum. Terdapat setidaknya 60 nama serupa yang dilarang pemerintah Meksiko dengan tujuan menyelamatkan anak-anak tersebut dari ejekan ketika dewasa.
6. Denmark
Di negara ini setiap orang tua yang baru memiliki anak harus mengantongi perijinan dari pemerintah untuk memilih nama anaknya. Pemerintah juga memiliki setidaknya 7000 daftar nama yang diperbolehkan. Sedangkan nama-nama seperti Monkey, Pluto, Jakobp, Ashleiy, dan Anus dilarang digunakan. Kalau di Indonesia, anus sih artinya… 🙁
7. Malaysia
Negara tetangga ini selain ditinggali penduduk asli negeri Jiran juga ditinggali penduduk Cina. Bahkan, jumlahnya bisa dibilang cukup banyak. Maka dari itu pemerintah Malaysia melarang nama-nama Cina yang artinya aneh untuk digunakan seperti Chinese Ah Chwar (ular), Woti (hubungan seksual), Khiow Khoo (orang bungkuk), Chow Tow (kepala bau), dan Sor Chai (gila). Selain itu nama-nama yang berhubungan dengan binatang, serangga, warna-warna, buah, dan sayuran juga dilarang.
Selain negara-negara di atas, masih banyak negara yang juga melakukan pelarang nama-nama tertentu untuk diberikan kepada bayi yang baru lahir. Keputusan setiap negara tersebut tidak lain adalah untuk menghindari terjadinya bullying terhadap anak itu ketika dewasa. Seperti yang kita tahu, ejekan dan hinaan yang dipaparkan terus menerus dapat membuat seseorang stres, depresi, hingga parahnya sampai bunuh diri. Indonesia kok belum mengeluarkan kebijakan serupa ya?