Awal pekan pertama di bulan Mei, netizen Indonesia dibuat geleng-geleng kepala. Tak habis pikir dengan permintaan sebuah perwakilan dari organisasi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Bukan apa-apa, yang diminta ICMI adalah pemerintah harus memblokir layanan search engine paling tenar di dunia, Google, dan media sosial layanan audio-visual, YouTube.
Alasannya, kata ICMI, kedua layanan tersebut kini jadi lahan penyebaran konten pornografi dan kekerasan. ICMI menekankan bahwa Google dan YouTube kini jadi pemberi inspirasi bagi para pelaku kekerasan seksual. Konten porno dan rangsangan seksual-lah yang dimaksud inspirasi oleh ICMI.
“Situs ini telah secara bebas untuk menebarkan konten-konten pornografi dan kekerasan tanpa kontrol sedikit pun. Google dan Youtube telah memberikan dampak negatif bagi Indonesia,” kata Sekjen ICMI Jafar Hafsah, Selasa (7/6/2016) dikutip dari Kompas.com.
Pak Jafar, mungkin ini alasan paling umum untuk bisa melawan permintaan Bapak. Google adalah ‘penyelamat’ kami dalam ketidaktahuan.
Pesan pertama yang bakal saya sampaikan pada Pak Jafar: kasihanilah kami, makhluk yang haus dengan pengetahuan, tapi malas buat mencarinya di perpustakaan. Kami suka yang lebih praktis, lebih asyik mengeluarkan gadget, lalu menulis kata kunci yang kami ingin kami cari di Google. Iya, Pak, serius. Ketimbang ribet kudu ke perpustakaan yang mana petugas suka susah senyum, mending buka Google.
Bapak Jafar juga kudu sadar bahwa banyak anak-anak Indonesia – bisa jadi salah satunya anak bapak – yang bakal kelimpungan. Apalagi waktu dapet tugas atau PR dari gurunya. Bakal bingung dia kudu tanya siapa kalau di buku paketnya enggak nemu jawabannya.
Bagi banyak orang yang hidup di zaman kemajuan teknologi, mulai dari anak-anak sampai orang tua, melepaskan pengaruh Google dari kehidupannya akan menjadi hal yang sangat sulit.
Soal Youtube juga. Nanti kami dapat hiburan dari mana, Pak? Di sanalah kami mendapat banyak hiburan di tengah makin banyaknya acara-acara TV yang tak berkualitas di Indonesia.
Saya enggak habis pikir sama Bapak juga soal Youtube. Hanya karena semua kontennya berupa audio-visual, bukan berarti Youtube berisi konten-konten yang tak diingkan ‘kan? Dan upaya Pak Jafar untuk menyuruh pemerintah memblokir Youtube bakal susah deh. Wong baru beberapa hari yang lalu Pak Presiden Jokowi membuat channel di Youtube.
Dalam siaran pers di situs resmi Presiden Jokowi, Tim Komunikasi Kepresidenan menulis bahwa presiden tidak hanya hadir langsung menyapa rakyat dengan blusukan, tapi juga menyapa rakyat melalui media sosial. Saat ini presiden sudah hadir di Twitter, Facebook, dan Instagram, kini Presiden hadir di Youtube.
Maaf nih, Pak. Pak Jafar ‘kan cendekiawan, kenapa Bapak enggak pikirkan dampak negatifnya kalau Google dan Youtube diblokir?
Dalam sebuah kolom komentar di mana saya mendapatkan berita soal keinginan Pak Jafar memblokir Google dan Youtube, saya menemukan komentar yang bisa bikin kita senyum sendiri kalau membacanya.
Begini bunyinya,
“Kalau Lulung yang ngomong mah nggak apa- apa. Ini ICMI yang ngomong? Are you stupid or what?” – Nico WIdjaja
Nih, Pak, kalau kata Cochrane dan Pain soal teori globalisasi mah Pak Jafar termasuk para globalis pesimis. Saya yakin Bapak tak menolak globalisasi, tapi berpendapat kalau globalisasi itu fenomena negatif karena mengiranya sebagai bentuk penjajahan barat.
Kalau Bapak berpikir Google hanya search engine, saya kasih tau, Pak. Itu jelas salah besar. Google bukan cuma itu, Pak. Google juga yang punya operating system Android lho. Coba cek ponsel Bapak, barangkali pakai Android juga.
Google itu perusahaan, Pak. Perusahaan multi-anything yang program dan produknya banyak dibutuhkan berbagai pihak. Mau contoh? Mulai dari blogger, marketing, editor, sampai orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan membutuhkan navigasi dari handphone-nya rata-rata menggunakan Google. Bisa Pak Jafar bayangkan seandainya Google diblokir, bakal banyak banget orang yang kehilangannya.
Ah Pak Jafar ini, kalau ngomong enggak dipikir panjang dulu.
Hati-hati dimarahin Pak Habibie loh, Pak!