Ketakutan terbesar generasi kita itu takut tertinggal atau fear of missing out. Itulah kenapa sosial media dan saluran-saluran lain yang memungkinkan kita mendapat informasi secara real time jadi sangat populer. Kebutuhan untuk meilihat televisi tidak lagi setinggi dulu karena sekarang ada sosial media yang bisa memberikan lebih banyak informasi secara cepat.
SILET tergantikan oleh Lambe Turah. Mak Lambe menggantikan Insert. Bahkan live tweet dan IG live Metro TV bisa menggantikan acara yang diputar di stasiun TV itu sendiri.
Karena merasa sudah terlalu terhubung dengan akun gosip Lambe Turah dan akun lambe-lambe lainnya saya mencoba detach selama sebulan untuk merasakan akibatnya. Semoga pengalaman ini bermanfaat ya untukmu yang ingin mencobanya juga!
ADVERTISEMENTS
1. Keinginan unfollow muncul seiring banyaknya berita yang menurut saya kurang penting
Di awal kemunculan Lambe Turah dan akun lambe-lambe lainnya saya merasa akun-akun ini serupa dengan gerakan citizen journalism yang mampu mengabarkan suatu fenomena secara lebih cepat dengan netral. Bahkan mereka bisa menggerakkan banyak orang untuk berdonasi lewat postingan tentang penjual atau penyedia jasa yang layak dibantu. Baru, segar dan berhati mulia kan?
Namun seiring dengan perkembangan waktu akun-akun ini mengenalkan saya ke nama-nama asing yang tidak punya andil apapun dalam kehidupan. Saya tidak butuh tahu mbak X menjambak mbak Y karena rebutan cowok. Tertangkap basahnya sepasang selebritas dengan hengpong jadul yang hasil gambarnya blur membuat space kepala saya makin penuh karena menebak-nebak siapakah mereka. Dan akhirnya saya lebih sering kecewa karena ternyata mereka nggak sebegitu terkenalnya.
ADVERTISEMENTS
2. Timeline berubah jadi lebih adem. Makin banyak postingan yang sesuai dengan hobi
Setelah sekian lama mengikuti akun gosip, tanpa sadar linimasa berubah jadi galeri berita artis. Algoritma Instagram dengan sepihak memutuskan bahwa saya adalah pengkonsumsi berita-berita artis tanpa terkecuali. Postingan teratas di linimasa saya tak lain tak bukan adalah informasi gosip. Akun jokes receh, tutorial dan quotes dari penulis kesayangan seakan tenggelam.
Setelah tidak lagi jadi pengikut akun lambe-lambean postingan yang lebih sesuai dengan hobi mulai bermunculan. Akun media sosial jadi berasa lebih ‘nyata’. Dia bukan lagi jadi alter ego saya yang diam-diam penggosip.
ADVERTISEMENTS
3. Kabar teman-teman jadi benar terbaca. Saya nggak harus repot buka profile mereka
Setelah algoritma Instagram menandai bahwa saya bukan akun pseudo yang buka IG hanya untuk baca gosip, perlahan fungsi sosial media kembali ke arah yang lurus. Kabar teman-teman di feed dan Instagram Story bermunculan lagi. Tidak ada lagi rasa zonk karena ketinggalan kabar teman yang habis wisuda tapi malah tahu update artis yang tidak kita kenal di kehidupan nyata.
ADVERTISEMENTS
4. Tab explore jauh lebih bersih dan menyenangkan
Keberadaan tab explore di IG ditujukan untuk menyediakan akun-akun lain yang sesuai dengan kegemaran kita. Nah, yang terjadi ketika akun gosip adalah akun tujuan utama setiap buka IG bisa ditebak, bukan? Yep. Akun-akun gosip lain jadi akun yang ditawarkan di tab explore. Awalnya saya nyaman-nyaman saja dengan berondongan akun gosip ini. Belakangan baru muncul rasa jengah karena kebanyakan beritanya seragam — hanya disampaikan dengan narasi yang sedikit berbeda.
Selepas diet follow dan kepo akun gosip, tab explore benar-benar jadi ruang eksplorasi. Di sana bisa saya temukan gif kucing lucu, balita gemas, resep masakan, online shop floral print sesuai kesukaan.
ADVERTISEMENTS
5. Saya nggak merasa ketinggalan berita. Malah sekarang saya merasa lebih punya kemampuan mengelaborasi informasi
Mengkonsumsi berita lewat akun sosial media memang cepat dan ringkas, tapi bukan berarti tidak punya kekurangan. Penyampaian informasi real time membuat proses validasi data tidak bisa dilakukan secara mendalam. Pemilik akun gosip bisa saja mengabarkan sesuatu kemudian merevisinya tanpa merasa terikat dengan etika pemberitaan.
Terbiasa berhadapan dengan pola berita semacam itu sedikit banyak mengubah saya jadi orang yang impulsif. Merasa berita yang disodorkan di depan mata adalah berita yang bisa langsung dibagikan, walau belum benar-benar melakukan pengecekan fakta. Pasca pensiun mengikuti akun-akun gosip, berita terkini lebih banyak saya dapatkan dari notifikasi web browser dari media yang biasa saya baca. Tanpa disadari hal ini memunculkan pikiran, “Bener nggak sih?” di kepala saya. Walau tetap mengambil sumber dari akun-akun gosip media mengolah informasi tersebut dengan sudut pandangnya sendiri. Cara ini mengajarkan saya mencerna informasi secara lebih panjang dan melatih saya untuk bisa punya keberpihakan pada suatu isu.
ADVERTISEMENTS
6. ……dan sampai sekarang rasa butuh untuk follow akun-akun gosip belum muncul lagi 🙂
Terhitung hari ini sudah hampir 40 hari saya berhenti jadi follower akun gosip. Rasanya….fresh! Segar! Setelah bangun tidur, buka IG — bukan gosip yang saya temui pertama kali. Bukan julid soal urusan orang lain yang jadi cara saya memulai hari.
Kalau ditanya apa saya merasa mau follow akun-akun itu lagi? Jawabnya nggak. Nggak signifikan di hidup saya ternyata. Lebih baik saya follow akun balita dan kucing lucu saja sebagai penghiburan ditengah kerasnya hidup sebagai orang dewasa.
Setelah membaca pengalaman ini apakah kamu juga ingin mencoba untuk pensiun follow akun-akun gosip yang banyak bertebaran? Atau malah merasa sebaliknya? Bagikan pemikiranmu ke Hipwee lewat kolom komentar ya!