“Tunggu lah aku di Jakartamu, tempat labuhan semua mimpiku…”
TungguAku di Jakarta, Sheila On 7
Banyak orang Indonesia yang menggantungkan mimpi dan cita-citanya di Jakarta. Mereka yang merantau rela meninggalkan kota kelahirannya untuk pindah ke Jakarta yang katanya sumber impian. Termasuk kamu, wong jowo yang sedang berjuang menaklukan kerasnya ibu kota.
ADVERTISEMENTS
1. Pastinya begitu sampai di Jakarta, kamu akan ‘dielu-elu’-kan.
“Dari mana lu?”
“Di sini lu tinggal ama siapa?”
Dari tivi-tivi, kamu udah paham banget cara ngomong anak Jakarta. Meski demikian, waktu awal-awal datang kamu agak bingung juga sih diajak ngomong ‘elu-gue’ gitu. Kamu pun masih menjawab dengan ‘aku-kamu’. Setelah beberapa minggu, barulah kamu ketularan ngomong ‘elu-gue’.
ADVERTISEMENTS
2. Bagi kamu yang datang ke Jakarta untuk bekerja, gaji Jakarta tampak lebih menggiurkan daripada gaji di kota kamu berasal.
Gaji pokok empat juta terus masih ditambah ini itu dan bonus. Kamu pun tergiur mendengar tawaran tersebut. Tanpa pikir panjang, kamu pun rela pergi dari kampung halamanmu untuk ke Jakarta. Sampai sana, kamu baru sadar kalau biaya hidup di sana juga tinggi. Untuk sewa tempat tinggal, makan, transport, dan ujung-ujungnya yang ditabung juga hampir sama dengan gaji di kampung halaman.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
3. Kamu sudah paham kalau Jakarta itu macet, tapi kamu nggak pernah membayangkan kalau macetnya memakan banyak waktu.
Jakarta macet sudah bukan cerita baru. Waktu akan berangkat ke Jakarta, kamu sudah siap untuk menghadapi kemacetan Jakarta. Gunung Semeru di dekat kota kelahiranmu saja kamu daki, apalagi cuma macetnya Jakarta. Kecil! Eh, tapi ternyata berada di tengah kemacetan itu sangat membosankan. Enggak ada yang bisa dilihat selain mobil, motor, dan gedung tinggi. Duh, jadi kangen rumah!
Kamu pun harus berangkat lebih awal agar nggak terlambat masuk kerja. Kalau di kampung halaman kamu berangkat satu jam sebelum masuk bisa datang kepagian, di Jakarta kamu harus berangkat dua atau tiga jam. Itu pun datangnya udah mepet banget.
ADVERTISEMENTS
3. Diledekin karena cara ngomong kamu yang terdengar ‘medok’ itu wis biasa…
Di Jakarta, kamu berusaha sekuat tenaga supaya nggak keceplosan ngomong dengan istilah Jawa. Pokoknya, gimana caranya deh biar kamu bukan kelihatan ‘anak kemarin sore’ di Jakarta. Tapi, tetap saja logat bahasa Indonesia kamu udah kentel mendoknya. Gara-gara cara ngomong kamu yang medok banget, jadi deh kamu suka diketawain sama teman-teman kamu di Jakarta. Menurut mereka, gaya ngomong kamu itu lucu. Awalnya kamu sebel dengan ‘celaan’ itu, tapi lama-lama kamu jadi suka. Soalnya, karena cara ngomong kamu yang ‘medok’ itu kamu jadi gampang diingat. Terkenal dan banyak teman deh!
ADVERTISEMENTS
4. Enggak heran juga pas ditanya, ‘kapan pulang ke Jawa?’
Mau dari Surabaya, Jember, Jogja, Solo, Salatiga, pokoknya kamu dianggap berasal dari Jawa. Dan pas menjelang libur panjang seperti lebaran, pasti ada yang bertanya,
“Mau ke Jawa ya?”
Padahal kalau dipikir-pikir, Jakarta itu juga di Pulau Jawa, kan ya? Mungkin ‘ke Jawa’ itu artinya ke tanah orang Jawa.
5. Atau, ‘terakhir ke daerah, kapan?’
Kalau nggak ke Jawa, tempat asalmu juga sering disebut dengan ‘daerah’. Kalau begitu Jakarta itu pusat?
6. Ketemu orang yang bisa bahasa Jawa adalah surga buatmu dan untungnya di Jakarta ada banyak banget.
Begitu tahu ada anak Jawa yang baru masuk, wong Jowo lainnya di kantormu langsung mendatangi untuk mengajak kenalan. Bukan rahasia lagi kalau wong Jowo di Jakarta itu banyak banget. Ada pula yang sudah menetap dan berkeluarga di Jakarta. Nah, di sini lah kamu merasa senang karena seperti ketemu keluarga di perantauan. Mereka, wong jowo yang sudah lebih dulu tinggal di Jakarta, sering menasehati kamu macam-macam terutama tentang kehidupan keras di Jakarta. Waktu ngobrol sama sesama wong jowo di Jakarta, kamu udah nggak perlu pake ‘lu-gue’ lagi. Balik lagi deh ke bahasa Jawa dengan kebebasan menggunakan aksen mendoknya. Enggak ada yang menertawakan.
7. Kangen makanan khas kampung halaman? Enggak usah khawatir, segala macam makanan daerah ada di Jakarta.
Selain keluarga, kamu juga suka kangen makanan dari tempat asalmu. Untung Jakarta punya segala macam masakan. Dari Sabang sampai Merauke (hihi ada nggak ya?), dari Cina sampai Eropa. Semua lengkap di Jakarta. Kamu kangen pingin makan rawon atau gudeg? Semua ada. Ya, iya sih, rasanya memang nggak seperti yang biasa kamu makan di tempat asalmu. Enak sih, tapi rasanya tetap saja ada yang kurang. Selain terasa kurang pas, harganya juga mahal. Duh, jadi kangen di warung pinggir jalan depan rumah deh!
8. Meski sering kali nggak tahan dengan kerasnya Jakarta dan rindu tanah Jawa, kamu tetap semangat demi cita-cita.
Jakarta keras, Bung! Itu lah sebabnya banyak yang mengadu nasib di Jakarta. Termasuk kamu, wong Jowo yang memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Diledek karena medok sudah biasa buatmu, justru kamu senang karena kamu jadi punya identitas baru.
Kamu pun punya banyak keluarga baru, sesama wong Jowo yang sudah lama merantau di Jakarta. Sekeras apapun hidup di Jakarta, kamu harus tetap berjuang demi cita-cita yang kamu impikan.