Beberapa waktu lalu dunia pendidikan Indonesia gempar oleh informasi tentang keberadaan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang bergambar burung garuda. Hal ini menjadi perhatian publik lantaran ada protes dari para siswa SMK di Mojokerto. Mereka menganggap penerbit buku LKS mata pelajaran ini melecehkan lambang negara karena gambar burung garudanya menari, seharusnya berdiri tegak.
Mendapat protes seperti itu, pihak penerbit buku LKS itu – CV Aviva pun angkat bicara. Mereka menegaskan kalau sampul bergambar burung garuda itu murni bukan lambang negara.
“Gambar yang kami gunakan adalah burung Garuda yang riil, bukan Garuda pada lambang negara,” jelas Angela, selaku Manajer Pra Cetak CV Aviva,
seperti dikuti dari surabaya.tribunnews.com
Seperti apa kabar selengkapnya? Langsung saja yuk simak informasi yang Hipwee himpun dari berbagai sumber berikut ini. Demi informasi nggak makin desas-desus di masyarakat.
ADVERTISEMENTS
Awalnya para siswa tak menyadari sampul buku LKS ini. Namun setelah diperhatikan mereka sadar ada keanehan
“Awal dikasih wali kelas saya nggak sadar, kemudian pas ngobrol sama teman-teman, kok gambar Burung Garudanya menari, akhirnya kami sampaikan ke guru soal ini supaya diganti,” ujar salah seorang siswa SMK Islam Walisongo, Kecamatan Sooko, Mojokerto,
seperti dikutip dari wowkeren.com
Ketika buku LKS Kewarganegaraan untuk kelas XI tersebut dibagikan oleh guru, para siswa di SMK Islam Walisongo, Mojokerto pun tak menyadarinya. Namun setelah diperhatikan lambat-laun sadar kalau ternyata ini gambar burung garuda – sebuah lambang negara. Menurut mereka gambar yang dibuat menjadi sampul buku LKS ini seharusnya burung garuda tegak, bukan seperti menari. FYI, pada gambar sampul buku LKS ini kepala burung garudanya menoleh ke kanan, sedangkan sayapnya dibuat seperti sedang posisi menari atau mengepak sayap.
ADVERTISEMENTS
Ternyata bukan hanya sampul buku LKS yang dinilai melecehkan lambang negara, tapi juga pada buku LKS lainnya dianggap terdapat unsur pornografi
“Anak itu mengibarkan bendera, semangat nasionalismenya tinggi, tapi anak itu posisi pakai celana dalam, itu yang tak sesuai norma di Mojokerto,” ungkap Yono Priyono, selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto,
seperti dikutip dari news.detik.com
Sebenarnya nggak cuma buku LKS Kewarganegaraan untuk kelas XI saja yang diprotes siswa karena dianggap melecehkan. Tapi juga buku LKS Kewarganegaraan untuk kelas X yang dinilai mengandung unsur pornografi. Hal ini karena buku LKS yang diterbitkan juga oleh CV Aviva ini pada bagian sampulnya memuat foto tiga anak bertelanjang dada sambil mengibarkan bendera merah-putih di air terjun. Alhasil, buku tersebut juga diprotes.
ADVERTISEMENTS
Pihak penerbit pun angkat bicara. Mereka menjelaskan kalau gambar yang dibuat bukan berasal dari burung garuda sebagai lambang negara
“Kami memakai Garuda yang nyata, bukan Garuda yang lambang negara. Jadi, kami pakai Garuda nyata sedang terbang sedang mencengkeram tiang bendera. Garuda itu posisi sedang terbang mengepakkan sayap,” kata Angela, selaku Manajer Pra Cetak CV Aviva,
seperti dikutip dari news.detik.com
Menurut pihak penerbit buku, gambar burung garuda yang digunakan merupakan burung garuda asli yang sedang terbang menggepakkan sayap. Tercetusnya ide tersebut disesuaikan dengan materi buku tentang Kewarganegaraan kelas XI SMK yang berisi pelajaran kenegaraan Tanah Air. Adapun posisi burung garuda dibuat berbeda agar terlihat menarik dan tak membosankan. Sedangkat soal sampul buku LKS kelas X, pihak penerbit buku tak bisa berkomentar banyak karena sudah dari dua tahun lalu diterbitkan. Ditambah lagi stok bukunya pun sudah tak ada dan tak mencetak lagi.
“Kami buat model terbang supaya agak beda, kalau memakai lambang (Garuda) biasa agak monoton. Karena sudah banyak dipakai. Kami tidak ada tendensi untuk melecehkan lambang negara. Itu salah persepsi saja. Itu Garuda sedang terbang mengepakkan sayap. Jadi tidak harus tegak, kalau pas mau belok kan sayapnya miring,” ujar Angela,
seperti dikutip dari news.detik.com
ADVERTISEMENTS
Dinas Pendidikan Mojokerto akhirnya turun tangan. Penarikan buku pun dilakukan
“Tadi disimpulkan buku itu kurang mendidik, itu tanggungjawab sekolah untuk menarik. Saya kembalikan ke kepala sekolah untuk menariknya,” kata Yoko,
seperti dikutip dari news.detik.com
Menyikapi hal tersebut, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Mojokerto memutuskan akan menginstruksikan kepala sekolah untuk menarik buku itu dari para siswa. Dalam pembahasan rapat, sampul buku itu dikatakan memang melanggar Pasal 2 ayat (2) Permendikbud No 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan Satuan Pendidikan. Karena yang benar yaitu mengandung nilai positif, tentu jauh dari unsur pornografi, radikalisme, rasisme, isu gender, SARA, dan hal negatif lainnya.
Pihak penerbit pun mengatakan kalau mereka siap melakukan penarikan, namun baru mencakup daerah Mojokerto saja. Hal ini karena baru satu sekolah yang komplain, sedangkan sekolah lainnya belum.