Pandemi di Indonesia boleh saja membuat pergerakan terbatas, tetapi tidak dengan kreativitas. Telah banyak bukti yang menegaskan hal tersebut. Terbaru datang dari dunia perfilman Indonesia, yang pada tanggal 15 Juli 2021 ini menyambut kehadiran sebuah drama romantis terbaru berjudul “A Perfect Fit” di platform Netflix.
Disutradarai oleh Hadrah Daeng Ratu yang dikenal lewat film pendek “Sabotase” dan “Makmum”, film “A Perfect Fit” mengambil latar di Bali. Modal utama kisah dalam film ini adalah pertentangan antara unsur modernitas dan tradisi, yang mana adalah pemandangan umum di Bali. Film ini juga terinspirasi dari kisah klasik Cinderella.
ADVERTISEMENTS
Film “A Perfect Fit” suguhkan kisah cinta yang berbeda dari drama romantis lainnya
Film “A Perfect Fit” mengisahkan perjalanan seorang fashion blogger bernama Saski (Nadya Arina), tunangannya yang bernama Deni (Giorgino Abraham) dan pengrajin sepatu bernama Rio (Refal Hady). Dijelaskan kalau musik, ramalan, dan konflik antara tradisi dengan modernitas menjadi nilai utama yang menjanjikan keseruan perjalanan pemeran utama tersebut.
Hadrah Daeng Ratu selaku sutradara menjelaskan kalau film “A Perfect Fit” akan menyuguhkan kisah cinta yang berbeda dari film bertema serupa. Jika ungkapan yang biasa dipakai untuk menggambarkan proses jatuh cinta adalah “dari mata turun ke hati”, di film ini “dari kaki naik ke hati”. Hadrah menjadikan sepatu sebagai simbol pencarian cinta.
“Sepasang sepatu ibarat seperti sepasang kekasih yang tidak akan lengkap tanpa satu sama lain. Kita butuh sepasang sepatu yang tepat untuk menemani kita melangkah ke mana pun. Kami percaya bahwa menemukan sepasang sepatu yang tepat, sama seperti menemukan cinta sejati, dan itu yang menjadi arti di balik judul film ini,” terang Hadrah dalam konferensi pers virtual film “A Perfect Fit”, Kamis (15/7/2021).
ADVERTISEMENTS
Menampilkan kompleksitas perempuan modern Indonesia yang tinggal di lingkungan tradisional
Naskah film “A Perfect Fit” ditulis oleh Garin Nugroho. Hadrah mengatakan pada mulanya premis film ini adalah kisah cinta yang sederhana. Namun, keterlibatan Garin membuat naskah berkembang dengan hadirnya sentuhan female empowerment, di mana mereka berdua berfokus pada perempuan-perempuan Indonesia.
“Kami rasa ceritanya akan lebih universal dan dekat dengan penonton jika disampaikan dari sudut pandang pemeran utama perempuan, karena konflik yang kami jelajahi di film ini merupakan sesuatu yang saya yakin pernah dihadapi banyak perempuan,” kata Hadrah.
Hadrah melanjutkan, melalui film ini ia ingin memperlihatkan kalau perempuan di era modern saat ini dapat membuat dan menentukan pilihan-pilihan hidup, terutama soal cinta, terlepas dari tradisi dan budaya yang dijalankan. Penggambaran itu bukan cuma diwakilkan oleh Saski, tetapi juga oleh tokoh Tiara, seorang perempuan dengan karakter berani bersuara.
Sementara Garin Nugroho menyampaikan, lewat naskah yang ia tulis ingin menampilkan kompleksitas perempuan modern Indonesia yang tinggal di lingkungan tradisional ke penonton dunia. Ia juga mengatakan kalau cerita semacam inilah yang menjadikan film “A Perfect Fit” menarik untuk ditonton.
“Pada intinya, “A Perfect Fit” menampilkan berbagai karakter perempuan dengan usia yang berbeda-beda, di mana hal ini memberikan konflik yang berbeda-beda pula. Mulai dari blogger perempuan hingga pembaca lontar, dari penyanyi perempuan hingga pengusaha, ada karakterisasi perempuan yang begitu beragam sehingga membuat film ini semakin menarik,” terangnya.
ADVERTISEMENTS
Bali di tangan Garin Nugroho jadi sebuah karakter tersendiri, bukan cuma sekadar lokasi
Dalam produksi film “A Perfect Fit” Garin tidak hanya mengampu peran menulis naskah. Sutradara “Daun di Atas Bantal” ini juga merangkap sebagai desainer produksi. Lewat tanggung jawab tersebut, Garin mengatakan ingin menjadikan Bali yang lebih dari sekadar lokasi. Ia membuat Bali menjadi sebuah karakter tersendiri.
“Bali adalah gabungan antara tradisi dan modern global yang akan menimbulkan banyak peristiwa jika difilmkan. (Selain itu) daya tariknya unik, termasuk warisan budayanya yang kaya. Melalui A Perfect Fit, kami ingin memperkenalkan sisi Bali yang belum banyak dijelajahi dalam budaya pop sebelumnya,” jelas Garin.
Beberapa lokasi yang memesona dan unik pun dipilih untuk memperkenalkan sisi baru Bali, termasuk Desa Tenganan, Desa Batubulan, Jatiluwih, Jalan Gootama di Ubud, Pantai Canggu, dan Pantai Melasti. Garin menjelaskan bahwa naskah film ini memungkinannya untuk menunjukkan berbagai wajah Bali tersebut.
“Kami ingin menunjukkan kelas yang berbeda melalui arsitektur rumah yang digunakan dalam film. Lebih dari itu, kami juga memanfaatkan desain rumah, baik eksterior, interior serta lokasinya, untuk menyampaikan latar belakang dan kepribadian para karakter,” imbuhnya.
Nah, satu hal lain yang juga tak kalah menarik dari film “A Perfect Fit” adalah susunan pemain. Pemeran utama didominasi oleh aktor muda yang tengah naik daun, sementara peran pembantu diisi oleh aktor kawakan, mulai dari Jajang C. Noer, Christine Hakim, Karina Suwandi, Ayu Laksmi, Yayu Unru hingga Mathias Muchus.
Bagaimana, sudah cukup penasaran untuk segera menonton film “A Perfect Fit”?